22.9 C
Jember
Friday, 31 March 2023

Kasus Kekerasan Anak Diawali dari Smartphone

Persentasenya Capai 90 Persen

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, Radar Jember – Kekerasan pada anak masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar berawal dari smartphone.

Baca Juga : Ditinggal Salat Tarawih, Rumah Warga di Jember Ludes Terbakar

Ada berbagai macam tindak kekerasan yang terjadi pada anak, dan ini membutuhkan perlindungan. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, trafficking, hingga anak berhadapan dengan hukum (ABH). Kabid Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Joko Sutriswanto memaparkan, data kekerasan pada anak yang sedang ditangani dari tahun 2016 hingga 2021 mulai dari kekerasan seksual, fisik, dan psikis. “Persentase paling besar itu psikis,” katanya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kekerasan psikis ini misalnya tindakan perundungan. Termasuk juga permasalahan keluarga yang kemudian mengganggu kenyamanan anak. Dia mengatakan bahwa banyak kasus kekerasan anak yang terjadi berawal dari smartphone. Paparan konten di internet dengan kemudahan aksesnya menjadi langkah pertama timbulnya tindak kejahatan. Misalnya saja, kata Joko, saat anak berkenalan dengan seseorang melalui Facebook atau WhatsApp dan berujung pada pertemuan. Saat itulah biasanya kekerasan fisik sampai seksual itu terjadi.

Data yang tercatat, smartphone berpengaruh besar dalam kasus kekerasan anak. “Persentasenya tinggi, 90 persen,” tuturnya. Semua pihak yang berada di sekitar anak harus berperan untuk memberikan perlindungan. “Orang tua, keluarga, tetangga, dan guru menjadi pelindung,” paparnya.

Menurutnya, orang tua menjadi tameng pertama pada keselamatan anak. Karena itu, harus mengawasi anak dalam penggunaan smartphone. Pihaknya juga melalukan sosialisasi kepada para orang tua agar selalu waspada terhadap perilaku anak.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Jember harus menjadi kabupaten yang ramah bagi anak. Anak harus mendapatkan perlindungan dan hak-haknya dipenuhi. “Kalau anak ada yang mengalami tindak kekerasan, langsung bisa diadukan kepada kami (DP3AKB, Red),” tambahnya. (mg8/c2/dwi)

- Advertisement -

SUMBERSARI, Radar Jember – Kekerasan pada anak masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar berawal dari smartphone.

Baca Juga : Ditinggal Salat Tarawih, Rumah Warga di Jember Ludes Terbakar

Ada berbagai macam tindak kekerasan yang terjadi pada anak, dan ini membutuhkan perlindungan. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, trafficking, hingga anak berhadapan dengan hukum (ABH). Kabid Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Joko Sutriswanto memaparkan, data kekerasan pada anak yang sedang ditangani dari tahun 2016 hingga 2021 mulai dari kekerasan seksual, fisik, dan psikis. “Persentase paling besar itu psikis,” katanya.

Kekerasan psikis ini misalnya tindakan perundungan. Termasuk juga permasalahan keluarga yang kemudian mengganggu kenyamanan anak. Dia mengatakan bahwa banyak kasus kekerasan anak yang terjadi berawal dari smartphone. Paparan konten di internet dengan kemudahan aksesnya menjadi langkah pertama timbulnya tindak kejahatan. Misalnya saja, kata Joko, saat anak berkenalan dengan seseorang melalui Facebook atau WhatsApp dan berujung pada pertemuan. Saat itulah biasanya kekerasan fisik sampai seksual itu terjadi.

Data yang tercatat, smartphone berpengaruh besar dalam kasus kekerasan anak. “Persentasenya tinggi, 90 persen,” tuturnya. Semua pihak yang berada di sekitar anak harus berperan untuk memberikan perlindungan. “Orang tua, keluarga, tetangga, dan guru menjadi pelindung,” paparnya.

Menurutnya, orang tua menjadi tameng pertama pada keselamatan anak. Karena itu, harus mengawasi anak dalam penggunaan smartphone. Pihaknya juga melalukan sosialisasi kepada para orang tua agar selalu waspada terhadap perilaku anak.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Jember harus menjadi kabupaten yang ramah bagi anak. Anak harus mendapatkan perlindungan dan hak-haknya dipenuhi. “Kalau anak ada yang mengalami tindak kekerasan, langsung bisa diadukan kepada kami (DP3AKB, Red),” tambahnya. (mg8/c2/dwi)

SUMBERSARI, Radar Jember – Kekerasan pada anak masih menjadi pekerjaan rumah bersama. Berdasarkan data yang ada, sebagian besar berawal dari smartphone.

Baca Juga : Ditinggal Salat Tarawih, Rumah Warga di Jember Ludes Terbakar

Ada berbagai macam tindak kekerasan yang terjadi pada anak, dan ini membutuhkan perlindungan. Mulai dari kekerasan fisik, psikis, seksual, penelantaran, trafficking, hingga anak berhadapan dengan hukum (ABH). Kabid Perlindungan Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jember Joko Sutriswanto memaparkan, data kekerasan pada anak yang sedang ditangani dari tahun 2016 hingga 2021 mulai dari kekerasan seksual, fisik, dan psikis. “Persentase paling besar itu psikis,” katanya.

Kekerasan psikis ini misalnya tindakan perundungan. Termasuk juga permasalahan keluarga yang kemudian mengganggu kenyamanan anak. Dia mengatakan bahwa banyak kasus kekerasan anak yang terjadi berawal dari smartphone. Paparan konten di internet dengan kemudahan aksesnya menjadi langkah pertama timbulnya tindak kejahatan. Misalnya saja, kata Joko, saat anak berkenalan dengan seseorang melalui Facebook atau WhatsApp dan berujung pada pertemuan. Saat itulah biasanya kekerasan fisik sampai seksual itu terjadi.

Data yang tercatat, smartphone berpengaruh besar dalam kasus kekerasan anak. “Persentasenya tinggi, 90 persen,” tuturnya. Semua pihak yang berada di sekitar anak harus berperan untuk memberikan perlindungan. “Orang tua, keluarga, tetangga, dan guru menjadi pelindung,” paparnya.

Menurutnya, orang tua menjadi tameng pertama pada keselamatan anak. Karena itu, harus mengawasi anak dalam penggunaan smartphone. Pihaknya juga melalukan sosialisasi kepada para orang tua agar selalu waspada terhadap perilaku anak.

Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Jember harus menjadi kabupaten yang ramah bagi anak. Anak harus mendapatkan perlindungan dan hak-haknya dipenuhi. “Kalau anak ada yang mengalami tindak kekerasan, langsung bisa diadukan kepada kami (DP3AKB, Red),” tambahnya. (mg8/c2/dwi)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca