JEMBER, RADARJEMBER.ID – Kabupaten Jember masih menduduki peringkat wahid terkait Angka Kematian Ibu dan Angka Kematian Bayi (AKI/AKB) se Jawa Timur. Untuk mengetahui faktor timbulnya masalah tersebut, Gerakan Peduli Perempuan (GPP) Jember melakukan survei kepada 60 ibu hamil dan ibu yang memiliki bayi baru lahir dengan usia anak satu tahun. Survei itu menyasar delapan kecamatan. Yaitu Kaliwates, Sumbersari, Patrang, Sukorambi, Rambipuji, Tanggul, Wuluhan, dan Puger.
Direktur GPP Jember Sri Sulistiyani menjelaskan, lembaganya melakukan survei di delapan kecamatan yang dibagi dalam lima bagian. Ada bagian kota seperti Sumbersari, kecamatan yang memiliki angka AKI/AKB tertinggi di wilayah kota. Kemudian Kaliwates yang merupakan wilayah kota terendah tingkat AKI/AKB-nya. āBagian barat ada Rambipuji dan Tanggul. Bagian timur itu Patrang. Bagian Selatan Wuluhan dan Puger. Bagian utara ada Sukorambi,” ungkap Sulis.
Hasil survei yang dilakukan sejak Februari hingga Maret ini, menyimpulkan bahwa akses layanan kesehatan terhadap ibu dan bayi baru lahir di Jember masih minim. Hal itu disebabkan oleh berbagai aspek. Salah satunya yang paling banyak ditemukan adalah kurangnya informasi layanan kesehatan terhadap ibu dan bayi baru lahir.
“Survei ini berfokus pada kesehatan ibu dan bayi baru lahir. Ini adalah upaya kami yang diharapkan bisa membantu masyarakat, terutama membantu pemerintah menurunkan tingginya AKI/AKB di Jember,” imbuh Sulis di acara diseminasi hasil survei āPersepsi Warga tentang Layanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir di Kabupaten Jemberā, di Dinas Kesehatan Jember, Rabu (9/6).
Sementara itu, Lulus Heni, perwakilan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jember, menyampaikan dalam forum itu, dirinya menemukan fenomena bahwa masih ada masyarakat yang belum mengetahui layanan kesehatan apa saja yang disediakan pemerintah kepada ibu hamil dan bayi baru lahir. Kebetulan, dari hasil survei juga menyatakan, salah satu layanan yang masih jarang diketahui masyarakat yakni rumah tunggu. Hal itu juga dia temui di perdesaan.
“Untuk rumah tunggu ini masih belum banyak diketahui masyarakat pinggiran. Kebetulan saat saya tinggal di desa nampaknya banyak juga yang belum tahu layanan ini, termasuk saya juga belum paham betul seperti apa layanan rumah tunggu ini,” ujarnya.
Dalam hasil survei tersebut, dinyatakan bahwa hanya ada dua kecamatan yang mengetahui adanya layanan rumah tunggu. Yaitu Wuluhan dan Sumbersari.
Menanggapi hal tersebut, perwakilan Dinas Kesehatan Jember, Endang mengatakan, layanan rumah tunggu memang fakum selama beberapa bulan ini. Hal tersebut disebabkan oleh pengalihan dana rumah tunggu terhadap anggaran dana jaminan persalinan (jampersal). Sehingga layanan rumah tunggu tidak lagi difungsikan. “Karena pada tahun 2020 kemarin pemanfaatannya belum maksimal. Jadi anggaran dialihkan ke jampersal. Jadi rumah tunggu sementara ditiadakan,” ungkapnya.
Meski demikian, lanjut Endang, ke depan layanan rumah tunggu dan layanan kesehatan untuk ibu hamil dan bayi baru lahir yang lain, akan lebih dioptimalkan mulai tahun 2021. Sembari mengoptimalkan layanan tersebut, dinkes meminta bantuan seluruh pihak yang menghadiri diskusi yang tergabung dalam Forum Jember Sehat (Forjes) itu untuk melakukan sosialisasi kepada masyarakat.
Reporter: mg1
Fotografer: mg1
Editor: Mahrus Sholih