30.5 C
Jember
Friday, 9 June 2023

Kader Posyandu Berperan Penting Cegah Stunting

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Angka stunting di Jember masih tergolong tinggi. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember versi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E PPGBM), hingga Agustus 2022 sebanyak 12.754 anak mengalami stunting. Jumlah itu setara dengan 7,37 persen dari jumlah anak di kabupaten setempat.

Pemerintah daerah tak bisa sendiri menuntaskan kasus stunting ini dan perlu melibatkan semua pihak. Termasuk peran aktif kader posyandu. Karena merekalah yang selama ini menjadi garda depan pelayanan kesehatan anak di masyarakat. Apalagi, kasus tersebut tak hanya terjadi di kawasan perdesaan, tapi juga perkotaan.

Salah satu kawasan kota yang ada kasus stunting adalah Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates. Per Agustus 2022, di kelurahan ini ada 33 kasus anak dengan stunting. Jumlah itu tersebar di 15 posyandu dari total 22 posyandu yang ada. “Sebanyak 33 kasus itu terbagi dua kategori. Pendek dan sangat pendek,” kata Yayuk Dwi R, Ketua Posyandu Aster 76 Lingkungan Kulon Pasar, Kelurahan Jember Kidul, Kelurahan Kaliwates, belum lama ini.

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurutnya, di Kecamatan Kaliwates ada tiga puskesmas yang membawahi tujuh kelurahan. Puskesmas Mangli, Puskesmas Tegalbesar dan Puskesmas Jember Kidul. Khusus untuk Puskesmas Jember Kidul, hanya membawahi dua kelurahan. Yakni Jember Kidul dan Kepatihan. Puskesmas ini yang menjadi rujukan sekaligus leading sector penanganan stunting di dua kelurahan tersebut. “Untuk Kepatihan jumlahnya lebih banyak ketimbang Jember Kidul. Totalnya ada 66 kasus,” ungkap Yayuk.

Sebenarnya, Yayuk menuturkan, di posyandu yang dia ampu, tidak ada kasus stunting. Karena jumlah balitanya cukup sedikit. Dari total 62 kepala keluarga (KK) yang menjadi cakupan wilayah posyandu, hanya ada tujuh balita yang terdata. Meski demikian, selama ini dia terlibat aktif dalam pencegahan, termasuk penanganan stunting di wilayah posyandu lain di Jember Kidul.

“Misalnya sosialisasi PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat, pemberian makanan tambahan (PMT), hingga kampanye tentang pemenuhan gizi anak,” ujar perempuan yang juga menjadi Ketua RW 9 Jember Kidul tersebut.

Yayuk menilai, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Jember. Selain persoalan PHBS, asupan gizi dan pemenuhan imunisasi anak, hal-hal teknis juga bisa menjadi penyebab. Misalnya, salah cara pengukuran tinggi dan berat badan, serta alat ukur yang digunakan.

Dia mencontohkan, kesalahan saat pengukuran tinggi badan biasanya penempatan tubuh kurang tepat, sehingga hasilnya keliru. Seperti kaki tidak lurus, rapat dan mepet dinding, serta dinding tidak rata. Alat ukur juga pengaruh. Semisal memakai meteran jahitan. “Di sini pemahaman kader posyandu cukup mempengaruhi. Makanya, kader juga harus ada upgrading untuk menambah wawasan dan pemahaman mereka,” paparnya.

Selain problem teknis, keaktifan orang tua mengikutsertakan anak mereka menjalani imunisasi, juga turut menjadi penyumbang. Termasuk kedisiplinan calon pengantin mengikuti imunisasi TT, hingga keaktifan ibu hamil meminum tablet penambah darah. Makanya, ketika di lingkungan posyandunya ada calon pengantin atau ibu hamil, kader posyandu langsung mendekati mereka untuk memberi pemahaman tentang hal tersebut.

“Bagi ibu hamil, bulan pertama hingga sembilan bulan kami dampingi hingga setelah melahirkan sampai selesai masa nifas. Pendampingan itu dilakukan dengan mengukur berat badan dan lingkar lengan,” terangnya.

Tak selesai di situ, setelah bayi lahir, proses pendampingan juga terus dilakukan. Meski dengan pendekatan yang berbeda. Misalnya, dengan memberikan pemahaman kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Juga tahapan imunisasi yang harus diikuti, hingga pemberian makanan pendamping (MP) setelah bayi berusia lebih enam bulan.

Tentang pemberian MP-ASI bagi balita inilah, Yayuk mengungkapkan pengalamannya setelah mengikuti kelas memasak yang diselenggarakan Yayasan Plato di Puskesmas Jember Kidul, medio Oktober lalu. Melalui Program Risk Communication and Community Engagement (RCCE), bersama Unicef dan Dinkes Jember, Plato menyelenggarakan kelas memasak yang juga berisi edukasi pemberian MP-ASI.

Strategi RCCE dirancang untuk mempromosikan perilaku pencegahan, membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat dalam mengakses layanan pencegahan, termasuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan lainnya, gizi dan Water Sanitation and Hygiene (WASH) yang bersifat esensial.

Oleh karena itu, untuk mempromosikan masyarakat yang lebih sehat, program RCCE difokuskan pada penyampaian pesan imunisasi, ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil, pemberian MP-ASI, gizi seimbang, serta PHBS, dengan selalu cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Upaya ini untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencegah stunting sedini mungkin.

Strategi tersebut juga difokuskan dalam penguatan respons komunikasi risiko dan keterlibatan komunitas dalam penyebaran informasi kesehatan, termasuk keterlibatan kader posyandu. RCCE ini hadir terkait dengan banyaknya hambatan dalam akses layanan maupun informasi tentang kesehatan.

“Setelah mengikuti kelas memasak itu, kami jadi tahu ternyata selama ini cara, bahan, serta bumbu yang kami gunakan kurang tepat. Kami merasa dapat ilmu baru dengan kegiatan itu,” ucap Yayuk, kader posyandu peraih juara di kelas memasak MP-ASI tersebut.

Yayuk mencontohkan, selama ini cara memasak orang tua cenderung mengikuti selera orang tua. Seperti memberi penambah rasa agar masakan terasa sedap atau bumbu-bumbu komplit pada umumnya. Padahal, kata dia, balita tidak membutuhkan hal itu. Mereka justru lebih memerlukan kecukupan gizi seimbang, serta higienitas dalam proses memasak.

“Memang kalau dirasakan versi orang tua ya hambar. Tapi manfaatnya kepada balita cukup banyak. Selain kebutuhan gizi tercukupi dan lebih sehat, cara masak seperti itu juga bermanfaat membuat anak tidak memilih-milih makanan,” paparnya.

Kini, berbekal pemahaman baru tersebut, Yayuk bersama Kader Posyandu Aster 76 yang lain, Dwi Wiwik, Sumijati, Nanik Hariyani dan Dewi Fitriani, akan menyosialisasikan cara memasak tersebut ke lingkungannya. Baik kepada orang tua balita maupun pengasuhnya. Karena di kawasan kota, tak semua balita diasuh oleh ibu atau orang tuanya. Terkadang juga diasuh oleh nenek atau kerabat yang lain.

“Kami ingin mengubah kebiasaan itu agar para orang tua maupun pengasuh balita memiliki perspektif baru tentang cara memasak yang lebih sehat,” ucapnya.

Bidan Wilayah Kelurahan Jember Kidul Mustika Wahyu Setyorini mengakui, peran kader posyandu dalam pencegahan dan penanganan stunting di wilayah sangat penting. Karena mereka lebih dekat dengan warga, serta bersosialisasi setiap hari. Sehingga ketika ada ibu hamil atau balita baru, kader posyandu tahu lebih dulu.

“Termasuk ketika ada balita yang terindikasi stunting, mereka tahu lebih awal. Sebab kader posyandu yang memang melakukan penimbangan dan pengukuran,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Plato Foundation Dita Amelia menyatakan, pihaknya sengaja melibatkan kader-kader posyandu dan komunitas masyarakat untuk mengikuti pelatihan. Selanjutnya, mereka difokuskan pada komunikasi interpersonal dalam menyebarkan informasi yang didapatkan.

Sebab, Dita menambahkan, informasi kesehatan yang disampaikan ke masyarakat harus dikemas dalam penyampaian yang mudah dimengerti. Sehingga dapat menghapus miskonsepsi yang tersebar di masyarakat. “Jadi masyarakat dapat memahami bagaimana pentingnya imunisasi, pencegahan stunting dan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jember, Dwi Handarisasi mengatakan, Kabupaten Jember per tahun 2021 angka stunting mencapai 23,5 persen. Angka ini menurun ketimbang 2019 yang saat itu Jember menduduki peringkat tertinggi kedua di Jatim untuk kasus stunting.

“Angka yang berangsur turun ini harus terus dijaga serta ditekan. Karena, penurunan stunting tidak bisa dilakukan sendiri oleh dinkes atau pemerintah, perlu sinergi dan dukungan dari berbagai pihak,” ungkapnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Foto      : Mahrus Sholih

Editor    : Dwi Siswanto

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Angka stunting di Jember masih tergolong tinggi. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember versi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E PPGBM), hingga Agustus 2022 sebanyak 12.754 anak mengalami stunting. Jumlah itu setara dengan 7,37 persen dari jumlah anak di kabupaten setempat.

Pemerintah daerah tak bisa sendiri menuntaskan kasus stunting ini dan perlu melibatkan semua pihak. Termasuk peran aktif kader posyandu. Karena merekalah yang selama ini menjadi garda depan pelayanan kesehatan anak di masyarakat. Apalagi, kasus tersebut tak hanya terjadi di kawasan perdesaan, tapi juga perkotaan.

Salah satu kawasan kota yang ada kasus stunting adalah Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates. Per Agustus 2022, di kelurahan ini ada 33 kasus anak dengan stunting. Jumlah itu tersebar di 15 posyandu dari total 22 posyandu yang ada. “Sebanyak 33 kasus itu terbagi dua kategori. Pendek dan sangat pendek,” kata Yayuk Dwi R, Ketua Posyandu Aster 76 Lingkungan Kulon Pasar, Kelurahan Jember Kidul, Kelurahan Kaliwates, belum lama ini.

Menurutnya, di Kecamatan Kaliwates ada tiga puskesmas yang membawahi tujuh kelurahan. Puskesmas Mangli, Puskesmas Tegalbesar dan Puskesmas Jember Kidul. Khusus untuk Puskesmas Jember Kidul, hanya membawahi dua kelurahan. Yakni Jember Kidul dan Kepatihan. Puskesmas ini yang menjadi rujukan sekaligus leading sector penanganan stunting di dua kelurahan tersebut. “Untuk Kepatihan jumlahnya lebih banyak ketimbang Jember Kidul. Totalnya ada 66 kasus,” ungkap Yayuk.

Sebenarnya, Yayuk menuturkan, di posyandu yang dia ampu, tidak ada kasus stunting. Karena jumlah balitanya cukup sedikit. Dari total 62 kepala keluarga (KK) yang menjadi cakupan wilayah posyandu, hanya ada tujuh balita yang terdata. Meski demikian, selama ini dia terlibat aktif dalam pencegahan, termasuk penanganan stunting di wilayah posyandu lain di Jember Kidul.

“Misalnya sosialisasi PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat, pemberian makanan tambahan (PMT), hingga kampanye tentang pemenuhan gizi anak,” ujar perempuan yang juga menjadi Ketua RW 9 Jember Kidul tersebut.

Yayuk menilai, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Jember. Selain persoalan PHBS, asupan gizi dan pemenuhan imunisasi anak, hal-hal teknis juga bisa menjadi penyebab. Misalnya, salah cara pengukuran tinggi dan berat badan, serta alat ukur yang digunakan.

Dia mencontohkan, kesalahan saat pengukuran tinggi badan biasanya penempatan tubuh kurang tepat, sehingga hasilnya keliru. Seperti kaki tidak lurus, rapat dan mepet dinding, serta dinding tidak rata. Alat ukur juga pengaruh. Semisal memakai meteran jahitan. “Di sini pemahaman kader posyandu cukup mempengaruhi. Makanya, kader juga harus ada upgrading untuk menambah wawasan dan pemahaman mereka,” paparnya.

Selain problem teknis, keaktifan orang tua mengikutsertakan anak mereka menjalani imunisasi, juga turut menjadi penyumbang. Termasuk kedisiplinan calon pengantin mengikuti imunisasi TT, hingga keaktifan ibu hamil meminum tablet penambah darah. Makanya, ketika di lingkungan posyandunya ada calon pengantin atau ibu hamil, kader posyandu langsung mendekati mereka untuk memberi pemahaman tentang hal tersebut.

“Bagi ibu hamil, bulan pertama hingga sembilan bulan kami dampingi hingga setelah melahirkan sampai selesai masa nifas. Pendampingan itu dilakukan dengan mengukur berat badan dan lingkar lengan,” terangnya.

Tak selesai di situ, setelah bayi lahir, proses pendampingan juga terus dilakukan. Meski dengan pendekatan yang berbeda. Misalnya, dengan memberikan pemahaman kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Juga tahapan imunisasi yang harus diikuti, hingga pemberian makanan pendamping (MP) setelah bayi berusia lebih enam bulan.

Tentang pemberian MP-ASI bagi balita inilah, Yayuk mengungkapkan pengalamannya setelah mengikuti kelas memasak yang diselenggarakan Yayasan Plato di Puskesmas Jember Kidul, medio Oktober lalu. Melalui Program Risk Communication and Community Engagement (RCCE), bersama Unicef dan Dinkes Jember, Plato menyelenggarakan kelas memasak yang juga berisi edukasi pemberian MP-ASI.

Strategi RCCE dirancang untuk mempromosikan perilaku pencegahan, membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat dalam mengakses layanan pencegahan, termasuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan lainnya, gizi dan Water Sanitation and Hygiene (WASH) yang bersifat esensial.

Oleh karena itu, untuk mempromosikan masyarakat yang lebih sehat, program RCCE difokuskan pada penyampaian pesan imunisasi, ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil, pemberian MP-ASI, gizi seimbang, serta PHBS, dengan selalu cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Upaya ini untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencegah stunting sedini mungkin.

Strategi tersebut juga difokuskan dalam penguatan respons komunikasi risiko dan keterlibatan komunitas dalam penyebaran informasi kesehatan, termasuk keterlibatan kader posyandu. RCCE ini hadir terkait dengan banyaknya hambatan dalam akses layanan maupun informasi tentang kesehatan.

“Setelah mengikuti kelas memasak itu, kami jadi tahu ternyata selama ini cara, bahan, serta bumbu yang kami gunakan kurang tepat. Kami merasa dapat ilmu baru dengan kegiatan itu,” ucap Yayuk, kader posyandu peraih juara di kelas memasak MP-ASI tersebut.

Yayuk mencontohkan, selama ini cara memasak orang tua cenderung mengikuti selera orang tua. Seperti memberi penambah rasa agar masakan terasa sedap atau bumbu-bumbu komplit pada umumnya. Padahal, kata dia, balita tidak membutuhkan hal itu. Mereka justru lebih memerlukan kecukupan gizi seimbang, serta higienitas dalam proses memasak.

“Memang kalau dirasakan versi orang tua ya hambar. Tapi manfaatnya kepada balita cukup banyak. Selain kebutuhan gizi tercukupi dan lebih sehat, cara masak seperti itu juga bermanfaat membuat anak tidak memilih-milih makanan,” paparnya.

Kini, berbekal pemahaman baru tersebut, Yayuk bersama Kader Posyandu Aster 76 yang lain, Dwi Wiwik, Sumijati, Nanik Hariyani dan Dewi Fitriani, akan menyosialisasikan cara memasak tersebut ke lingkungannya. Baik kepada orang tua balita maupun pengasuhnya. Karena di kawasan kota, tak semua balita diasuh oleh ibu atau orang tuanya. Terkadang juga diasuh oleh nenek atau kerabat yang lain.

“Kami ingin mengubah kebiasaan itu agar para orang tua maupun pengasuh balita memiliki perspektif baru tentang cara memasak yang lebih sehat,” ucapnya.

Bidan Wilayah Kelurahan Jember Kidul Mustika Wahyu Setyorini mengakui, peran kader posyandu dalam pencegahan dan penanganan stunting di wilayah sangat penting. Karena mereka lebih dekat dengan warga, serta bersosialisasi setiap hari. Sehingga ketika ada ibu hamil atau balita baru, kader posyandu tahu lebih dulu.

“Termasuk ketika ada balita yang terindikasi stunting, mereka tahu lebih awal. Sebab kader posyandu yang memang melakukan penimbangan dan pengukuran,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Plato Foundation Dita Amelia menyatakan, pihaknya sengaja melibatkan kader-kader posyandu dan komunitas masyarakat untuk mengikuti pelatihan. Selanjutnya, mereka difokuskan pada komunikasi interpersonal dalam menyebarkan informasi yang didapatkan.

Sebab, Dita menambahkan, informasi kesehatan yang disampaikan ke masyarakat harus dikemas dalam penyampaian yang mudah dimengerti. Sehingga dapat menghapus miskonsepsi yang tersebar di masyarakat. “Jadi masyarakat dapat memahami bagaimana pentingnya imunisasi, pencegahan stunting dan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jember, Dwi Handarisasi mengatakan, Kabupaten Jember per tahun 2021 angka stunting mencapai 23,5 persen. Angka ini menurun ketimbang 2019 yang saat itu Jember menduduki peringkat tertinggi kedua di Jatim untuk kasus stunting.

“Angka yang berangsur turun ini harus terus dijaga serta ditekan. Karena, penurunan stunting tidak bisa dilakukan sendiri oleh dinkes atau pemerintah, perlu sinergi dan dukungan dari berbagai pihak,” ungkapnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Foto      : Mahrus Sholih

Editor    : Dwi Siswanto

JEMBER, RADARJEMBER.ID- Angka stunting di Jember masih tergolong tinggi. Berdasarkan catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Jember versi Elektronik Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (E PPGBM), hingga Agustus 2022 sebanyak 12.754 anak mengalami stunting. Jumlah itu setara dengan 7,37 persen dari jumlah anak di kabupaten setempat.

Pemerintah daerah tak bisa sendiri menuntaskan kasus stunting ini dan perlu melibatkan semua pihak. Termasuk peran aktif kader posyandu. Karena merekalah yang selama ini menjadi garda depan pelayanan kesehatan anak di masyarakat. Apalagi, kasus tersebut tak hanya terjadi di kawasan perdesaan, tapi juga perkotaan.

Salah satu kawasan kota yang ada kasus stunting adalah Kelurahan Jember Kidul, Kecamatan Kaliwates. Per Agustus 2022, di kelurahan ini ada 33 kasus anak dengan stunting. Jumlah itu tersebar di 15 posyandu dari total 22 posyandu yang ada. “Sebanyak 33 kasus itu terbagi dua kategori. Pendek dan sangat pendek,” kata Yayuk Dwi R, Ketua Posyandu Aster 76 Lingkungan Kulon Pasar, Kelurahan Jember Kidul, Kelurahan Kaliwates, belum lama ini.

Menurutnya, di Kecamatan Kaliwates ada tiga puskesmas yang membawahi tujuh kelurahan. Puskesmas Mangli, Puskesmas Tegalbesar dan Puskesmas Jember Kidul. Khusus untuk Puskesmas Jember Kidul, hanya membawahi dua kelurahan. Yakni Jember Kidul dan Kepatihan. Puskesmas ini yang menjadi rujukan sekaligus leading sector penanganan stunting di dua kelurahan tersebut. “Untuk Kepatihan jumlahnya lebih banyak ketimbang Jember Kidul. Totalnya ada 66 kasus,” ungkap Yayuk.

Sebenarnya, Yayuk menuturkan, di posyandu yang dia ampu, tidak ada kasus stunting. Karena jumlah balitanya cukup sedikit. Dari total 62 kepala keluarga (KK) yang menjadi cakupan wilayah posyandu, hanya ada tujuh balita yang terdata. Meski demikian, selama ini dia terlibat aktif dalam pencegahan, termasuk penanganan stunting di wilayah posyandu lain di Jember Kidul.

“Misalnya sosialisasi PHBS atau perilaku hidup bersih dan sehat, pemberian makanan tambahan (PMT), hingga kampanye tentang pemenuhan gizi anak,” ujar perempuan yang juga menjadi Ketua RW 9 Jember Kidul tersebut.

Yayuk menilai, sebenarnya banyak faktor yang mempengaruhi tingginya angka stunting di Jember. Selain persoalan PHBS, asupan gizi dan pemenuhan imunisasi anak, hal-hal teknis juga bisa menjadi penyebab. Misalnya, salah cara pengukuran tinggi dan berat badan, serta alat ukur yang digunakan.

Dia mencontohkan, kesalahan saat pengukuran tinggi badan biasanya penempatan tubuh kurang tepat, sehingga hasilnya keliru. Seperti kaki tidak lurus, rapat dan mepet dinding, serta dinding tidak rata. Alat ukur juga pengaruh. Semisal memakai meteran jahitan. “Di sini pemahaman kader posyandu cukup mempengaruhi. Makanya, kader juga harus ada upgrading untuk menambah wawasan dan pemahaman mereka,” paparnya.

Selain problem teknis, keaktifan orang tua mengikutsertakan anak mereka menjalani imunisasi, juga turut menjadi penyumbang. Termasuk kedisiplinan calon pengantin mengikuti imunisasi TT, hingga keaktifan ibu hamil meminum tablet penambah darah. Makanya, ketika di lingkungan posyandunya ada calon pengantin atau ibu hamil, kader posyandu langsung mendekati mereka untuk memberi pemahaman tentang hal tersebut.

“Bagi ibu hamil, bulan pertama hingga sembilan bulan kami dampingi hingga setelah melahirkan sampai selesai masa nifas. Pendampingan itu dilakukan dengan mengukur berat badan dan lingkar lengan,” terangnya.

Tak selesai di situ, setelah bayi lahir, proses pendampingan juga terus dilakukan. Meski dengan pendekatan yang berbeda. Misalnya, dengan memberikan pemahaman kepada ibu tentang pemberian ASI eksklusif selama enam bulan. Juga tahapan imunisasi yang harus diikuti, hingga pemberian makanan pendamping (MP) setelah bayi berusia lebih enam bulan.

Tentang pemberian MP-ASI bagi balita inilah, Yayuk mengungkapkan pengalamannya setelah mengikuti kelas memasak yang diselenggarakan Yayasan Plato di Puskesmas Jember Kidul, medio Oktober lalu. Melalui Program Risk Communication and Community Engagement (RCCE), bersama Unicef dan Dinkes Jember, Plato menyelenggarakan kelas memasak yang juga berisi edukasi pemberian MP-ASI.

Strategi RCCE dirancang untuk mempromosikan perilaku pencegahan, membangun kepercayaan dan keyakinan masyarakat dalam mengakses layanan pencegahan, termasuk meningkatkan akses pelayanan kesehatan lainnya, gizi dan Water Sanitation and Hygiene (WASH) yang bersifat esensial.

Oleh karena itu, untuk mempromosikan masyarakat yang lebih sehat, program RCCE difokuskan pada penyampaian pesan imunisasi, ASI eksklusif, konsumsi Tablet Tambah Darah (TTD) pada ibu hamil, pemberian MP-ASI, gizi seimbang, serta PHBS, dengan selalu cuci tangan pakai sabun dan air mengalir. Upaya ini untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencegah stunting sedini mungkin.

Strategi tersebut juga difokuskan dalam penguatan respons komunikasi risiko dan keterlibatan komunitas dalam penyebaran informasi kesehatan, termasuk keterlibatan kader posyandu. RCCE ini hadir terkait dengan banyaknya hambatan dalam akses layanan maupun informasi tentang kesehatan.

“Setelah mengikuti kelas memasak itu, kami jadi tahu ternyata selama ini cara, bahan, serta bumbu yang kami gunakan kurang tepat. Kami merasa dapat ilmu baru dengan kegiatan itu,” ucap Yayuk, kader posyandu peraih juara di kelas memasak MP-ASI tersebut.

Yayuk mencontohkan, selama ini cara memasak orang tua cenderung mengikuti selera orang tua. Seperti memberi penambah rasa agar masakan terasa sedap atau bumbu-bumbu komplit pada umumnya. Padahal, kata dia, balita tidak membutuhkan hal itu. Mereka justru lebih memerlukan kecukupan gizi seimbang, serta higienitas dalam proses memasak.

“Memang kalau dirasakan versi orang tua ya hambar. Tapi manfaatnya kepada balita cukup banyak. Selain kebutuhan gizi tercukupi dan lebih sehat, cara masak seperti itu juga bermanfaat membuat anak tidak memilih-milih makanan,” paparnya.

Kini, berbekal pemahaman baru tersebut, Yayuk bersama Kader Posyandu Aster 76 yang lain, Dwi Wiwik, Sumijati, Nanik Hariyani dan Dewi Fitriani, akan menyosialisasikan cara memasak tersebut ke lingkungannya. Baik kepada orang tua balita maupun pengasuhnya. Karena di kawasan kota, tak semua balita diasuh oleh ibu atau orang tuanya. Terkadang juga diasuh oleh nenek atau kerabat yang lain.

“Kami ingin mengubah kebiasaan itu agar para orang tua maupun pengasuh balita memiliki perspektif baru tentang cara memasak yang lebih sehat,” ucapnya.

Bidan Wilayah Kelurahan Jember Kidul Mustika Wahyu Setyorini mengakui, peran kader posyandu dalam pencegahan dan penanganan stunting di wilayah sangat penting. Karena mereka lebih dekat dengan warga, serta bersosialisasi setiap hari. Sehingga ketika ada ibu hamil atau balita baru, kader posyandu tahu lebih dulu.

“Termasuk ketika ada balita yang terindikasi stunting, mereka tahu lebih awal. Sebab kader posyandu yang memang melakukan penimbangan dan pengukuran,” tuturnya.

Sebelumnya, Direktur Plato Foundation Dita Amelia menyatakan, pihaknya sengaja melibatkan kader-kader posyandu dan komunitas masyarakat untuk mengikuti pelatihan. Selanjutnya, mereka difokuskan pada komunikasi interpersonal dalam menyebarkan informasi yang didapatkan.

Sebab, Dita menambahkan, informasi kesehatan yang disampaikan ke masyarakat harus dikemas dalam penyampaian yang mudah dimengerti. Sehingga dapat menghapus miskonsepsi yang tersebar di masyarakat. “Jadi masyarakat dapat memahami bagaimana pentingnya imunisasi, pencegahan stunting dan lainnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Jember, Dwi Handarisasi mengatakan, Kabupaten Jember per tahun 2021 angka stunting mencapai 23,5 persen. Angka ini menurun ketimbang 2019 yang saat itu Jember menduduki peringkat tertinggi kedua di Jatim untuk kasus stunting.

“Angka yang berangsur turun ini harus terus dijaga serta ditekan. Karena, penurunan stunting tidak bisa dilakukan sendiri oleh dinkes atau pemerintah, perlu sinergi dan dukungan dari berbagai pihak,” ungkapnya. (*)

Reporter: Mahrus Sholih

Foto      : Mahrus Sholih

Editor    : Dwi Siswanto

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca