JEMBER, RADARJEMBER.ID – Imaji Sociopreneur bekerja sama dengan pemerintah desa me-launching program ALP Village. Program itu fokus pada empat sektor. Di antaranya mencegah munculnya pekerja anak di sektor pertanian tembakau melalui pendidikan minat dan bakat, mendukung dan mengembangkan kelompok UMKM desa, pendirian sistem pengelolaan sampah dari hulu melalui bank sampah dan TPST, hingga penyerahan 719 paket alat pelindung diri (APD) yang terdiri atas baju hazmat, masker KN 95, medical gloves, nurse cap, kacamata pelindung, dan cover sepatu ke Rumah Sakit Bina Sehat, Puskesmas Pakusari, dan RSD Kalisat.
Baca Juga : Pedagang yang Memainkan Harga Minyak Goreng Curah Bisa Dipidana
Herdian Rama, Sustainability and CSR Manager Universal PT Tempu Rejo, menuturkan, selain sebagai upaya menanggulangi dampak Covid-19, program ini bertujuan mendorong terwujudnya kemandirian masyarakat di desa. Untuk itulah, pihaknya mengedepankan prinsip kolaborasi dengan lembaga dan kelompok sosial, pemerintah desa, petani tembakau, dan masyarakat.
“Di sektor pendidikan, misalnya, kami membangun taman bermain anak dan menyediakan akses pendidikan alternatif agar mereka memiliki aktivitas bermain dan belajar setelah pulang sekolah,” ujarnya. Menurut dia, selama ini ketiadaan fasilitas dan aktivitas selepas sekolah membuat anak-anak rentan melakukan pekerjaan yang melanggar hak dan mengganggu tumbuh kembangnya, utamanya di sektor pertanian tembakau.

Undang-Undang (UU) Perlindungan Anak, Konvensi ILO Nomor 132 tentang Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak, dan Konvensi ILO Nomor 138 tentang Usia Minimum untuk Diperbolehkan Bekerja memang telah mengatur secara ketat terkait keterlibatan anak dalam suatu pekerjaan.
Anak-anak yang terlibat dalam suatu pekerjaan dikategorikan dengan istilah “pekerja anak positif” dan “pekerja anak negatif”. Istilah pekerja anak positif merujuk pada aktivitas pekerjaan tanpa melanggar hak, batas usia, jam kerja, dan kategori pekerjaan yang dilakukan tidak bersifat eksploitatif. Sebaliknya, istilah pekerja anak negatif merujuk pada pekerjaan yang melanggar dan berbahaya bagi perkembangan mental dan fisik anak.
Lebih lanjut, Rama menambahkan, pusat taman bermain anak ini juga bisa memberikan cakupan dampak yang lebih luas. Masing-masing sektor yang dikembangkan dapat mendukung keberlangsungan sektor lainnya hingga terbentuk ekosistem yang mendorong kemandirian masyarakat desa.
“Pembentukan UMKM yang menargetkan komunitas di sekitar taman bermain bisa menjadi alternatif tambahan pendapatan bagi komunitas. Selain itu, anak-anak pun dapat belajar bagaimana mengelola sampah dan berwirausaha lewat kunjungan ke bank sampah dan UMKM,” tuturnya.
Dia pun mengaku tak keberatan jika konsep program ini direplikasi di daerah lain. Pasalnya, sejak awal pihaknya memang mengedepankan transparansi dan kolaborasi. “Justru bersyukur jika konsep program ALP Village bisa direplikasi di daerah lain. Dengan begitu, makin banyak tantangan masyarakat yang bisa diatasi bersama-sama,” ujarnya. Ia pun berharap program ALP Village dapat menjadi alternatif menanggulangi berbagai dampak pandemi Covid-19 di masyarakat.
Hal senada juga disampaikan Direktur Imaji Sociopreneur Moch. Musta’Anul Khusni. Menurut dia, mengatasi tantangan di masyarakat memang harus dilakukan secara bersama-sama. Ia pun berharap, ke depan gerakan kolaboratif ini dapat menginspirasi pihak swasta untuk bersama-sama membangun desa. “Semoga kerja sama antara Universal PT Tempu Rejo, Imaji Sociopreneur, dan pemerintah desa ini bisa menjadi inspirasi, bahwa berbagai tantangan yang dihasilkan perubahan zaman memang harus dihadapi dengan kolaborasi,” pungkasnya. (c2/nur)