Mobile_AP_Rectangle 1
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Wulan Wulandari nama panjangnya. Dia akrab disapa Wulan. Perempuan yang saat ini tinggal di Kecamatan Mayang itu tengah fokus mengembangkan usaha rumahannya, yakni Batik Barata. Sambil menggoreskan tinta di atas kain yang terbentang lebar, dia bercerita sejak awal menjadi pembatik.
BACA JUGA : Dinding Rumah Warga Semboro Jember Jebol Akibat Longsor
Saat itu, tahun 2014, Wulan mulai mengikuti sekolah membatik yang diselenggarakan di desanya. “Saat itu saya mengikuti kelas batik, kebetulan di rumah saya,” ucapnya. Meski sudah mengikuti kelas batik, rupanya wanita lulusan FKIP Unej itu tidak lulus dalam sekolah membatik tersebut. Sambil tertawa malu, Wulan menyampaikan bahwa dirinya dulu sering tidak masuk kelas membatik. “Saya dulu sering membolos, karena mengajar juga sih sebenarnya,” tuturnya sambil tertawa.
Mobile_AP_Rectangle 2
Pada suatu hari, Wulan menawarkan selembar hasil batiknya kepada sebuah instansi pemerintah di Jember. Saat itu batiknya ditolak mentah-mentah. Kata Wulan, orang itu berkata kepada dirinya bahwa batiknya sangat jelek dan berantakan. Tidak layak dijual. “Kata-kata itulah yang sampai detik ini saya ingat dan menjadi acuan saya untuk bisa maju,” jelas Wulan.
Saat menerima hinaan tersebut, sesampainya di rumah Wulan menangis di hadapan suami, Hendik Freadianto. Dia bercerita sambil menahan rasa sakit hati. Dia mengaku dihina seseorang. Namun, suami menasihati, jika masih sama-sama makan nasi, maka tidak perlu takut dan harus membuktikan kepada orang itu. Dia pun bertekad untuk membuat batik sampai tembus pasar nasional. “Dari situlah saya bertekad untuk belajar lebih dan menciptakan batik yang bagus,” tegas Wulan.
- Advertisement -
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Wulan Wulandari nama panjangnya. Dia akrab disapa Wulan. Perempuan yang saat ini tinggal di Kecamatan Mayang itu tengah fokus mengembangkan usaha rumahannya, yakni Batik Barata. Sambil menggoreskan tinta di atas kain yang terbentang lebar, dia bercerita sejak awal menjadi pembatik.
BACA JUGA : Dinding Rumah Warga Semboro Jember Jebol Akibat Longsor
Saat itu, tahun 2014, Wulan mulai mengikuti sekolah membatik yang diselenggarakan di desanya. “Saat itu saya mengikuti kelas batik, kebetulan di rumah saya,” ucapnya. Meski sudah mengikuti kelas batik, rupanya wanita lulusan FKIP Unej itu tidak lulus dalam sekolah membatik tersebut. Sambil tertawa malu, Wulan menyampaikan bahwa dirinya dulu sering tidak masuk kelas membatik. “Saya dulu sering membolos, karena mengajar juga sih sebenarnya,” tuturnya sambil tertawa.
Pada suatu hari, Wulan menawarkan selembar hasil batiknya kepada sebuah instansi pemerintah di Jember. Saat itu batiknya ditolak mentah-mentah. Kata Wulan, orang itu berkata kepada dirinya bahwa batiknya sangat jelek dan berantakan. Tidak layak dijual. “Kata-kata itulah yang sampai detik ini saya ingat dan menjadi acuan saya untuk bisa maju,” jelas Wulan.
Saat menerima hinaan tersebut, sesampainya di rumah Wulan menangis di hadapan suami, Hendik Freadianto. Dia bercerita sambil menahan rasa sakit hati. Dia mengaku dihina seseorang. Namun, suami menasihati, jika masih sama-sama makan nasi, maka tidak perlu takut dan harus membuktikan kepada orang itu. Dia pun bertekad untuk membuat batik sampai tembus pasar nasional. “Dari situlah saya bertekad untuk belajar lebih dan menciptakan batik yang bagus,” tegas Wulan.
JEMBER, RADARJEMBER.ID – Wulan Wulandari nama panjangnya. Dia akrab disapa Wulan. Perempuan yang saat ini tinggal di Kecamatan Mayang itu tengah fokus mengembangkan usaha rumahannya, yakni Batik Barata. Sambil menggoreskan tinta di atas kain yang terbentang lebar, dia bercerita sejak awal menjadi pembatik.
BACA JUGA : Dinding Rumah Warga Semboro Jember Jebol Akibat Longsor
Saat itu, tahun 2014, Wulan mulai mengikuti sekolah membatik yang diselenggarakan di desanya. “Saat itu saya mengikuti kelas batik, kebetulan di rumah saya,” ucapnya. Meski sudah mengikuti kelas batik, rupanya wanita lulusan FKIP Unej itu tidak lulus dalam sekolah membatik tersebut. Sambil tertawa malu, Wulan menyampaikan bahwa dirinya dulu sering tidak masuk kelas membatik. “Saya dulu sering membolos, karena mengajar juga sih sebenarnya,” tuturnya sambil tertawa.
Pada suatu hari, Wulan menawarkan selembar hasil batiknya kepada sebuah instansi pemerintah di Jember. Saat itu batiknya ditolak mentah-mentah. Kata Wulan, orang itu berkata kepada dirinya bahwa batiknya sangat jelek dan berantakan. Tidak layak dijual. “Kata-kata itulah yang sampai detik ini saya ingat dan menjadi acuan saya untuk bisa maju,” jelas Wulan.
Saat menerima hinaan tersebut, sesampainya di rumah Wulan menangis di hadapan suami, Hendik Freadianto. Dia bercerita sambil menahan rasa sakit hati. Dia mengaku dihina seseorang. Namun, suami menasihati, jika masih sama-sama makan nasi, maka tidak perlu takut dan harus membuktikan kepada orang itu. Dia pun bertekad untuk membuat batik sampai tembus pasar nasional. “Dari situlah saya bertekad untuk belajar lebih dan menciptakan batik yang bagus,” tegas Wulan.