JEMBER, RADARJEMBER.ID – Memakai helm dan jaket hijau, M Sofi tengah sibuk menjemput penumpangnya di daerah kampus. Pria yang baru saja lulus dari Institut Teknologi Sains Mandala (ITSM) itu tidak merasa malu menjadi driver ojek online (ojol) walau bergelar sarjana.
BACA JUGA : Korsleting Listrik Diduga Penyebab Kebakaran Puluhan Rumah di Cakung
Memilih pekerjaan ojol, kata dia, sejatinya bukan penghasilan utama. M Sofi adalah pelaku usaha jamur tiram. Walau memiliki penghasilan lebih besar daripada ojol, tapi baginya setiap pekerjaan akan bisa saling berhubungan. “Jadi ojol ini mengisi waktu luang kuliah saja,” paparnya.
Langkah menjadi ojol, kata dia, juga sekaligus memberikan ruang relasi dalam pengembangan usaha jamur tiram. “Setiap hari menjadi ojol itu selalu bertemu dengan orang baru. Maka, juga sekaligus memasarkan produk jamur tiram saya,” terangnya.
Niat tersebut juga selaras dengan respons penumpangnya. “Ada yang penasaran dengan krispi jamur tiram, mau membeli, sampai mau ke tempat budi daya jamur tiram saya di Ledokombo,” paparnya.
Di tempat asalnya, Desa/Kecamatan Ledokombo, dirinya mengolah usaha budi daya jamur tiram mulai dari pembuatan baglog hingga produk siap makan, yaitu jamur krispi. Dia mengaku, tercetus usaha jamur tiram karena faktor kebingungan untuk memulai usaha apa yang bisa menghasilkan uang lumayan dan tingkat risiko kerugiannya kecil. Sebab, pada saat itu dirinya membutuhkan penghasilan uang untuk biaya kuliah. “Saya ingat betul waktu itu banyak yang bilang memulai usaha itu tidak semudah membalikkan tangan. Tapi usaha juga perlu nekat,” paparnya.
Namun, menurutnya, antara teori dan praktik dalam usaha perlu seimbang. “Kalau praktik saja tanpa teori, maka tidak ada analisis keberhasilan dan kegagalan. Tapi, jika teori saja, tanpa ada praktik, maka tidak usaha tidak akan berjalan,” terangnya.
M Sofi yang waktu itu kuliah jurusan manajemen bisnis juga mengaplikasikan ilmunya dalam berusaha jamur tiram. Dirinya juga memetakan kebutuhan konsumen dan kompetitor. “Ternyata ada peluang untuk bisnis jamur tiram, karena jumlah produksi tidak bisa mencukupi kebutuhan jamur tiram di wilayah Ledokombo dan sekitarnya,” terangnya.
Belajar ilmu budi daya jamur tiram mulai dari internet hingga datang ke pembudi daya jamur tiram dilakukan M Sofi. Analisis oke dan ilmu budi daya telah didapat, faktor lainnya yang jadi kendala baginya adalah modal. “Waktu itu bingung modal. Cari modal di bank, tidak mungkin didapat. Karena belum memulai usaha,” terangnya.
Akhirnya, modalnya masih patungan dengan sepupunya. “Berawal dari baglog atau bibit jamur tiram membeli, kini bisa memproduksi sendiri,” ucapnya.
Bahkan baglog bikinannya sekarang sudah dipasarkan di kawasan Jember kota. Harganya per baglog Rp 2.500, sedangkan jamur tiramnya dijual Rp 14 ribu. Memulai usaha sejak tahun 2019 tersebut, M Sofi terus mengembangkan usahanya. “Jadi, sekarang tidak hanya jual baglog dan jamur tiram saja. Tapi, juga siap makan, dengan jamur krispi,” paparnya.
Menurutnya, setiap sektor usaha akan kuat bila mulai dari hilir dan hulu dimengerti. Oleh karena itu, dia juga mencoba memasarkan langsung jamur krispi dengan menjadi driver ojol. “Kalau memasarkan langsung, akhirnya bisa paham. Bagaimana selera konsumen serta kekurangan dan kelebihan produk,” tuturnya.
Menurutnya, menjalankan usaha itu perlu bermimpi. Agar lebih bersemangat dan memiliki motivasi lebih. Namun, kata M Sofi, bila bermimpi terus tidak akan sukses. “Sukses itu harus bangun dari mimpi. Langsung lakukan usaha itu,” pungkasnya. (c2/dwi)