30.4 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Iklan Ada atau Tidak, Tetap Bayar Pajak

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Reklame menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan, dalam setahun ini, nilai pendapatan yang dipatok pemerintah kabupaten dari sektor advertensi itu mencapai lebih Rp 6 miliar. Pemerintah optimistis target itu bisa tercapai. Sebab, kebijakan yang berlaku di Jember, bagi pengusaha advertising besar, mereka harus tetap bayar pajak setiap bulan. Walau tidak ada iklan yang menempel di papan reklamenya.

Lewat telepon genggam, Erfan Friambodo melakukan monitoring pekerjaan. Lewat percakapan WhatsApp, pengusaha advertising itu juga menunjukkan tata cara pembayaran pajak reklame di kota lain, yaitu Malang. “Lha ini contohnya di Malang. Ada nomor resi yang dikirim WA. Nanti, saya bayar lewat transfer. Kalau resi belum keluar, tidak bisa transfer,” terangnya.

Pembayaran itu mirip dengan saat melakukan pembayaran transaksi di pasar digital. Pengusaha reklame yang usahanya tersebar di 10 kota tersebut, mengaku dari pengalamannya di Malang yang menjadi daerah paling efektif dalam pembayaran dan perizinan. Bahkan, bisa dikatakan minim kemungkinan ada kebocoran. “Kalau di Malang itu, izin sampai pajak semua online. Bukti pembayarannya ada bukti fisik dan data digitalnya,” tuturnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

BACA JUGA : Pesan Ganja Melalui Daring

Lantas, bagaimana dengan Jember? Menurut dia, bila untuk urusan izin, Jember relatif standar. Untuk izin mendirikan papan reklame, kata dia, memakan waktu sekitar satu bulan. Namun, kondisi itu baru-baru saja terjadi di Jember, sejak pergantian pemimpin atau bupati. “Wah, kalau dulu, enam bulan baru selesai. Bahkan, bisa sampai satu tahun,” ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa sejatinya untuk proses pengurusan izin, tidak ada bedanya dengan sekarang. Hal yang paling beda adalah, bila sebelumnya untuk persetujuan menerbitkan izin adalah bupati dan ada proses serah terima, sekarang cukup di tingkat dinas. “Jadi, dulu izin seperti bukan satu pintu, tapi banyak pintu,” terangnya.

Erfan juga menjelaskan, dari pengalaman izinnya saat mengajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Setelah itu, ada survei kelayakan. “Survei kelayakan lolos, keluar pajak yang direalisasikan di Dispenda dan membayar ke Bank Jatim. Semua itu selesai, baru menunggu izin keluar,” jelasnya.

Berbicara izin, kata dia, yang kurang adalah kepastian jadwal atau waktu selesai. “Sebenarnya cepat, tapi tidak ada kepastian jadwal selesai. Semisal, survei akan diselesaikan maksimal berapa hari dari pengajuan. Itu belum ada,” tuturnya. Dia mengaku, dalam mengurusi izin tidak ada fee tambahan alias gratis.

Erfan juga menjelaskan, walau semua daerah ada pajak reklame, tetapi semua daerah tetap memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Dia mengambil contoh adalah di Situbondo. Bila pengusaha mendirikan papan reklame di atas tanah pemerintah, ada biaya sewa. Namun, tidak ada biaya pajak bila papan reklame tersebut tidak ada iklan. “Kalau ada iklan produk A, berarti membayar pajak. Jadi, membayar pajaknya itu disesuaikan dengan materi yang ada,” tuturnya.

Namun, berbeda dengan Jember. Menurut dia, kalau Jember bayar pajaknya tidak disesuaikan dengan materi yang ada. Artinya, ada atau tidak materi iklan yang menempel di papan reklame, pengusaha tetap membayar pajak.

Hal itulah yang menurut dia memberatkan pengusaha reklame. Erfan menjelaskan bahwa pernah dalam setahun penuh, papan reklame di daerah Kencong tidak memiliki materi iklan. Namun, saat mau pasang materi iklan sebuah produk tidak diperbolehkan. Sebab, tahun sebelumnya dia belum membayar pajak.

Erfan pun mengusulkan, bila ada penyesuaian pajak. Apakah dengan konsep membayar pajak disesuaikan materi yang terpasang atau yang lain. Dengan begitu, lebih baik ada peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut. Dengan demikian, memiliki kekuatan hukum. “Bila tidak bayar pajak, ya dibongkar papan reklamenya,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Reklame menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan, dalam setahun ini, nilai pendapatan yang dipatok pemerintah kabupaten dari sektor advertensi itu mencapai lebih Rp 6 miliar. Pemerintah optimistis target itu bisa tercapai. Sebab, kebijakan yang berlaku di Jember, bagi pengusaha advertising besar, mereka harus tetap bayar pajak setiap bulan. Walau tidak ada iklan yang menempel di papan reklamenya.

Lewat telepon genggam, Erfan Friambodo melakukan monitoring pekerjaan. Lewat percakapan WhatsApp, pengusaha advertising itu juga menunjukkan tata cara pembayaran pajak reklame di kota lain, yaitu Malang. “Lha ini contohnya di Malang. Ada nomor resi yang dikirim WA. Nanti, saya bayar lewat transfer. Kalau resi belum keluar, tidak bisa transfer,” terangnya.

Pembayaran itu mirip dengan saat melakukan pembayaran transaksi di pasar digital. Pengusaha reklame yang usahanya tersebar di 10 kota tersebut, mengaku dari pengalamannya di Malang yang menjadi daerah paling efektif dalam pembayaran dan perizinan. Bahkan, bisa dikatakan minim kemungkinan ada kebocoran. “Kalau di Malang itu, izin sampai pajak semua online. Bukti pembayarannya ada bukti fisik dan data digitalnya,” tuturnya.

BACA JUGA : Pesan Ganja Melalui Daring

Lantas, bagaimana dengan Jember? Menurut dia, bila untuk urusan izin, Jember relatif standar. Untuk izin mendirikan papan reklame, kata dia, memakan waktu sekitar satu bulan. Namun, kondisi itu baru-baru saja terjadi di Jember, sejak pergantian pemimpin atau bupati. “Wah, kalau dulu, enam bulan baru selesai. Bahkan, bisa sampai satu tahun,” ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa sejatinya untuk proses pengurusan izin, tidak ada bedanya dengan sekarang. Hal yang paling beda adalah, bila sebelumnya untuk persetujuan menerbitkan izin adalah bupati dan ada proses serah terima, sekarang cukup di tingkat dinas. “Jadi, dulu izin seperti bukan satu pintu, tapi banyak pintu,” terangnya.

Erfan juga menjelaskan, dari pengalaman izinnya saat mengajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Setelah itu, ada survei kelayakan. “Survei kelayakan lolos, keluar pajak yang direalisasikan di Dispenda dan membayar ke Bank Jatim. Semua itu selesai, baru menunggu izin keluar,” jelasnya.

Berbicara izin, kata dia, yang kurang adalah kepastian jadwal atau waktu selesai. “Sebenarnya cepat, tapi tidak ada kepastian jadwal selesai. Semisal, survei akan diselesaikan maksimal berapa hari dari pengajuan. Itu belum ada,” tuturnya. Dia mengaku, dalam mengurusi izin tidak ada fee tambahan alias gratis.

Erfan juga menjelaskan, walau semua daerah ada pajak reklame, tetapi semua daerah tetap memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Dia mengambil contoh adalah di Situbondo. Bila pengusaha mendirikan papan reklame di atas tanah pemerintah, ada biaya sewa. Namun, tidak ada biaya pajak bila papan reklame tersebut tidak ada iklan. “Kalau ada iklan produk A, berarti membayar pajak. Jadi, membayar pajaknya itu disesuaikan dengan materi yang ada,” tuturnya.

Namun, berbeda dengan Jember. Menurut dia, kalau Jember bayar pajaknya tidak disesuaikan dengan materi yang ada. Artinya, ada atau tidak materi iklan yang menempel di papan reklame, pengusaha tetap membayar pajak.

Hal itulah yang menurut dia memberatkan pengusaha reklame. Erfan menjelaskan bahwa pernah dalam setahun penuh, papan reklame di daerah Kencong tidak memiliki materi iklan. Namun, saat mau pasang materi iklan sebuah produk tidak diperbolehkan. Sebab, tahun sebelumnya dia belum membayar pajak.

Erfan pun mengusulkan, bila ada penyesuaian pajak. Apakah dengan konsep membayar pajak disesuaikan materi yang terpasang atau yang lain. Dengan begitu, lebih baik ada peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut. Dengan demikian, memiliki kekuatan hukum. “Bila tidak bayar pajak, ya dibongkar papan reklamenya,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Reklame menjadi salah satu sumber pendapatan asli daerah (PAD). Bahkan, dalam setahun ini, nilai pendapatan yang dipatok pemerintah kabupaten dari sektor advertensi itu mencapai lebih Rp 6 miliar. Pemerintah optimistis target itu bisa tercapai. Sebab, kebijakan yang berlaku di Jember, bagi pengusaha advertising besar, mereka harus tetap bayar pajak setiap bulan. Walau tidak ada iklan yang menempel di papan reklamenya.

Lewat telepon genggam, Erfan Friambodo melakukan monitoring pekerjaan. Lewat percakapan WhatsApp, pengusaha advertising itu juga menunjukkan tata cara pembayaran pajak reklame di kota lain, yaitu Malang. “Lha ini contohnya di Malang. Ada nomor resi yang dikirim WA. Nanti, saya bayar lewat transfer. Kalau resi belum keluar, tidak bisa transfer,” terangnya.

Pembayaran itu mirip dengan saat melakukan pembayaran transaksi di pasar digital. Pengusaha reklame yang usahanya tersebar di 10 kota tersebut, mengaku dari pengalamannya di Malang yang menjadi daerah paling efektif dalam pembayaran dan perizinan. Bahkan, bisa dikatakan minim kemungkinan ada kebocoran. “Kalau di Malang itu, izin sampai pajak semua online. Bukti pembayarannya ada bukti fisik dan data digitalnya,” tuturnya.

BACA JUGA : Pesan Ganja Melalui Daring

Lantas, bagaimana dengan Jember? Menurut dia, bila untuk urusan izin, Jember relatif standar. Untuk izin mendirikan papan reklame, kata dia, memakan waktu sekitar satu bulan. Namun, kondisi itu baru-baru saja terjadi di Jember, sejak pergantian pemimpin atau bupati. “Wah, kalau dulu, enam bulan baru selesai. Bahkan, bisa sampai satu tahun,” ungkapnya.

Dia menjelaskan bahwa sejatinya untuk proses pengurusan izin, tidak ada bedanya dengan sekarang. Hal yang paling beda adalah, bila sebelumnya untuk persetujuan menerbitkan izin adalah bupati dan ada proses serah terima, sekarang cukup di tingkat dinas. “Jadi, dulu izin seperti bukan satu pintu, tapi banyak pintu,” terangnya.

Erfan juga menjelaskan, dari pengalaman izinnya saat mengajukan ke Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP). Setelah itu, ada survei kelayakan. “Survei kelayakan lolos, keluar pajak yang direalisasikan di Dispenda dan membayar ke Bank Jatim. Semua itu selesai, baru menunggu izin keluar,” jelasnya.

Berbicara izin, kata dia, yang kurang adalah kepastian jadwal atau waktu selesai. “Sebenarnya cepat, tapi tidak ada kepastian jadwal selesai. Semisal, survei akan diselesaikan maksimal berapa hari dari pengajuan. Itu belum ada,” tuturnya. Dia mengaku, dalam mengurusi izin tidak ada fee tambahan alias gratis.

Erfan juga menjelaskan, walau semua daerah ada pajak reklame, tetapi semua daerah tetap memiliki kebijakan yang berbeda-beda. Dia mengambil contoh adalah di Situbondo. Bila pengusaha mendirikan papan reklame di atas tanah pemerintah, ada biaya sewa. Namun, tidak ada biaya pajak bila papan reklame tersebut tidak ada iklan. “Kalau ada iklan produk A, berarti membayar pajak. Jadi, membayar pajaknya itu disesuaikan dengan materi yang ada,” tuturnya.

Namun, berbeda dengan Jember. Menurut dia, kalau Jember bayar pajaknya tidak disesuaikan dengan materi yang ada. Artinya, ada atau tidak materi iklan yang menempel di papan reklame, pengusaha tetap membayar pajak.

Hal itulah yang menurut dia memberatkan pengusaha reklame. Erfan menjelaskan bahwa pernah dalam setahun penuh, papan reklame di daerah Kencong tidak memiliki materi iklan. Namun, saat mau pasang materi iklan sebuah produk tidak diperbolehkan. Sebab, tahun sebelumnya dia belum membayar pajak.

Erfan pun mengusulkan, bila ada penyesuaian pajak. Apakah dengan konsep membayar pajak disesuaikan materi yang terpasang atau yang lain. Dengan begitu, lebih baik ada peraturan daerah (perda) yang mengatur hal tersebut. Dengan demikian, memiliki kekuatan hukum. “Bila tidak bayar pajak, ya dibongkar papan reklamenya,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Grafis reza
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca