Mobile_AP_Rectangle 1
RADARJEMBER.ID -Terlahir memiliki keterbatasan tubuh, tidak membuat pria kelahiran 10 Juli 2001 itu merasa malu dan minder. Dia tidak mau menggantungkan hidup kepada orang lain.
Itulah prinsip hidup anak keempat dari pasangan Hadi Maryono dan Lutfiati.
“Saya jualan mie ayam ini sejak SD di depan RS DKT Jember. Saat itu sekadar membantu orangtua. Jualan mulai pukul 17.00 sampai pukul 23.00 WIB,” ungkap Wahyu.
Dari kebiasaan menemani orangtua berjualan, kini pemuda beralamatkan di Jalan Ciliwung, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, kini mencoba berjualan mie ayam di pusat kota Jember. Tepatnya di depan Pendapa Wahya Wibawa Graha.
Mobile_AP_Rectangle 2
“Sudah dua bulan ini saya berjualan di Alun-alun. Pindah dari depan RS DKT ternyata pembelinya lebih ramai. Apalagi di malam Minggu,”bjelasnya.
Sementara Hadi Maryono, ayah Wahyu mengatakan, saat berjualan di hari biasa, anaknya menghabiskan mie sebanyak 5 kilogram. Manakala di Jember ada keramaian seperti JFC, Tajemtra, dan malam pergantian tahun, jumlah mie yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Yakni mencapai 10 kilogram.
“Alhamdulilah Wahyu kini bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Walau dirinya difabel, namun memiliki semangat luar biasa dan tidak malu berjualan mie ayam,” tegas mantan sopir ambulans di RS DKT Jember tersebut.
Di hari biasa, dari jerih payahnya menjual mie ayam itu, setiap hari Wahyu mampu memperoleh pendapatan kotor Rp 300.000. Penghasilannya bisa bertambah menjadi Rp 500.000 di hari-hari tertentu.
- Advertisement -
RADARJEMBER.ID -Terlahir memiliki keterbatasan tubuh, tidak membuat pria kelahiran 10 Juli 2001 itu merasa malu dan minder. Dia tidak mau menggantungkan hidup kepada orang lain.
Itulah prinsip hidup anak keempat dari pasangan Hadi Maryono dan Lutfiati.
“Saya jualan mie ayam ini sejak SD di depan RS DKT Jember. Saat itu sekadar membantu orangtua. Jualan mulai pukul 17.00 sampai pukul 23.00 WIB,” ungkap Wahyu.
Dari kebiasaan menemani orangtua berjualan, kini pemuda beralamatkan di Jalan Ciliwung, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, kini mencoba berjualan mie ayam di pusat kota Jember. Tepatnya di depan Pendapa Wahya Wibawa Graha.
“Sudah dua bulan ini saya berjualan di Alun-alun. Pindah dari depan RS DKT ternyata pembelinya lebih ramai. Apalagi di malam Minggu,”bjelasnya.
Sementara Hadi Maryono, ayah Wahyu mengatakan, saat berjualan di hari biasa, anaknya menghabiskan mie sebanyak 5 kilogram. Manakala di Jember ada keramaian seperti JFC, Tajemtra, dan malam pergantian tahun, jumlah mie yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Yakni mencapai 10 kilogram.
“Alhamdulilah Wahyu kini bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Walau dirinya difabel, namun memiliki semangat luar biasa dan tidak malu berjualan mie ayam,” tegas mantan sopir ambulans di RS DKT Jember tersebut.
Di hari biasa, dari jerih payahnya menjual mie ayam itu, setiap hari Wahyu mampu memperoleh pendapatan kotor Rp 300.000. Penghasilannya bisa bertambah menjadi Rp 500.000 di hari-hari tertentu.
RADARJEMBER.ID -Terlahir memiliki keterbatasan tubuh, tidak membuat pria kelahiran 10 Juli 2001 itu merasa malu dan minder. Dia tidak mau menggantungkan hidup kepada orang lain.
Itulah prinsip hidup anak keempat dari pasangan Hadi Maryono dan Lutfiati.
“Saya jualan mie ayam ini sejak SD di depan RS DKT Jember. Saat itu sekadar membantu orangtua. Jualan mulai pukul 17.00 sampai pukul 23.00 WIB,” ungkap Wahyu.
Dari kebiasaan menemani orangtua berjualan, kini pemuda beralamatkan di Jalan Ciliwung, Kelurahan Jember Lor, Kecamatan Patrang, kini mencoba berjualan mie ayam di pusat kota Jember. Tepatnya di depan Pendapa Wahya Wibawa Graha.
“Sudah dua bulan ini saya berjualan di Alun-alun. Pindah dari depan RS DKT ternyata pembelinya lebih ramai. Apalagi di malam Minggu,”bjelasnya.
Sementara Hadi Maryono, ayah Wahyu mengatakan, saat berjualan di hari biasa, anaknya menghabiskan mie sebanyak 5 kilogram. Manakala di Jember ada keramaian seperti JFC, Tajemtra, dan malam pergantian tahun, jumlah mie yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Yakni mencapai 10 kilogram.
“Alhamdulilah Wahyu kini bisa mencari uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Walau dirinya difabel, namun memiliki semangat luar biasa dan tidak malu berjualan mie ayam,” tegas mantan sopir ambulans di RS DKT Jember tersebut.
Di hari biasa, dari jerih payahnya menjual mie ayam itu, setiap hari Wahyu mampu memperoleh pendapatan kotor Rp 300.000. Penghasilannya bisa bertambah menjadi Rp 500.000 di hari-hari tertentu.