Mobile_AP_Rectangle 1
JEMBER KIDUL, Radar Jember – Pengaruh kenaikan harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe cukup dirasakan warga yang memproduksinya. Namun demikian, peredaran bahan itu tetap dihargai standard di pasaran.
Seperti yang disampaikan pedagang di pasar Tanjung. Mereka tidak menaikkan harga tempe dan tahu karena dari tempat produksi juga tidak menaikkan. Alasannya dikhawatirkan akan membuat konsumen beralih ke bahan yang lain. Untuk tempe ukuran paling kecil yaitu dijual Rp 2 ribu, ukuran sedang Rp 5 ribu, dan besar Rp 7 ribu.
“Disaat seperti ini tidak mungkin menaikkan harga tempe. Sehingga terpaksa tampilan tempe dan tahu diperkecil, namun harganya tetap,” kata pedagang tempe di Pasar tanjung yang biasa dipanggil Ibu Kusno.
Mobile_AP_Rectangle 2
Kendati harga tempe tidak bergerak naik mengikuti kenaikan harga kedelai, namun kondisinya diakui pedagang belum begitu ramai. Penjualan tempe tergolong sepi setidaknya dua tahun ini karena pandemi. “Sebelum ada korona, penjualan tempe gampang sekali dan sehari membutuhkan kedelai sekitar 60 kilogram, sekarang paling banyak bisa jual 35 kilogram,” ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan Ahmad Hadi, pedagang tempe yang keliling di sekitar kota Jember. “Jelas beda antara dulu dan sekarang, dulu tempe cepat habis. Tiga jam jualan dulu habis, sekarang satu hari belum tentu habis,” jelas Hadi. (sto/nur)
- Advertisement -
JEMBER KIDUL, Radar Jember – Pengaruh kenaikan harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe cukup dirasakan warga yang memproduksinya. Namun demikian, peredaran bahan itu tetap dihargai standard di pasaran.
Seperti yang disampaikan pedagang di pasar Tanjung. Mereka tidak menaikkan harga tempe dan tahu karena dari tempat produksi juga tidak menaikkan. Alasannya dikhawatirkan akan membuat konsumen beralih ke bahan yang lain. Untuk tempe ukuran paling kecil yaitu dijual Rp 2 ribu, ukuran sedang Rp 5 ribu, dan besar Rp 7 ribu.
“Disaat seperti ini tidak mungkin menaikkan harga tempe. Sehingga terpaksa tampilan tempe dan tahu diperkecil, namun harganya tetap,” kata pedagang tempe di Pasar tanjung yang biasa dipanggil Ibu Kusno.
Kendati harga tempe tidak bergerak naik mengikuti kenaikan harga kedelai, namun kondisinya diakui pedagang belum begitu ramai. Penjualan tempe tergolong sepi setidaknya dua tahun ini karena pandemi. “Sebelum ada korona, penjualan tempe gampang sekali dan sehari membutuhkan kedelai sekitar 60 kilogram, sekarang paling banyak bisa jual 35 kilogram,” ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan Ahmad Hadi, pedagang tempe yang keliling di sekitar kota Jember. “Jelas beda antara dulu dan sekarang, dulu tempe cepat habis. Tiga jam jualan dulu habis, sekarang satu hari belum tentu habis,” jelas Hadi. (sto/nur)
JEMBER KIDUL, Radar Jember – Pengaruh kenaikan harga kedelai impor sebagai bahan baku pembuatan tahu dan tempe cukup dirasakan warga yang memproduksinya. Namun demikian, peredaran bahan itu tetap dihargai standard di pasaran.
Seperti yang disampaikan pedagang di pasar Tanjung. Mereka tidak menaikkan harga tempe dan tahu karena dari tempat produksi juga tidak menaikkan. Alasannya dikhawatirkan akan membuat konsumen beralih ke bahan yang lain. Untuk tempe ukuran paling kecil yaitu dijual Rp 2 ribu, ukuran sedang Rp 5 ribu, dan besar Rp 7 ribu.
“Disaat seperti ini tidak mungkin menaikkan harga tempe. Sehingga terpaksa tampilan tempe dan tahu diperkecil, namun harganya tetap,” kata pedagang tempe di Pasar tanjung yang biasa dipanggil Ibu Kusno.
Kendati harga tempe tidak bergerak naik mengikuti kenaikan harga kedelai, namun kondisinya diakui pedagang belum begitu ramai. Penjualan tempe tergolong sepi setidaknya dua tahun ini karena pandemi. “Sebelum ada korona, penjualan tempe gampang sekali dan sehari membutuhkan kedelai sekitar 60 kilogram, sekarang paling banyak bisa jual 35 kilogram,” ucapnya.
Hal serupa juga diungkapkan Ahmad Hadi, pedagang tempe yang keliling di sekitar kota Jember. “Jelas beda antara dulu dan sekarang, dulu tempe cepat habis. Tiga jam jualan dulu habis, sekarang satu hari belum tentu habis,” jelas Hadi. (sto/nur)