23.5 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Kalah Jumlah dan Terkendala Ongkos Kirim

Peningkatan Ekspor Edamame Miliki Peluang Besar

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor edamame ke Jepang. Dan itu berasal dari Jember. Namun, kuantitas ekspor kedelai muda dalam polong itu masih kalah jumlah dengan negara-negara lain di Asia. Seperti Taiwan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam. Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara penyuplai edamame. Tak hanya itu, kurangnya lahan dan adanya penambahan biaya pengiriman juga menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan ekspor produk hortikultura tersebut.

Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel ketika berkunjung ke PT Mitratani Dua Tujuh memberi beberapa catatan penting yang perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah. Mulai dari peningkatan produktivitas pengolahan edamame hingga penyerapan tenaga kerja. Sebab, Gobel menyebut, produksi edamame di Jember sangat berpotensi menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara melalui kegiatan ekspor.

“Pihak Mitratani Dua Tujuh juga perlu bertindak kreatif dengan mencoba program lain yang lebih menarik untuk diekspor ke Jepang,” paparnya. Misalnya, dengan memberi penamaan yang unik terhadap salah satu produk minuman berbahan dasar edamame yang bisa dipasarkan ke Jepang. Ini untuk meningkatkan permintaan pasar.

Mobile_AP_Rectangle 2

Strategi itu, kata Gobel, akan memberi efek domino secara ekonomi. Semisal permintaan dari Jepang, negara pengimpor edamame terbesar di pasar internasional itu meningkat, maka efek ikutannya kegiatan produksi juga terkerek naik. “Otomatis, perusahaan juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja di Jember,” terang mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Permintaan edamame di pasar dunia sangatlah besar. Mencapai sekitar 75 ribu ton setiap tahunnya. Total permintaan itu dipenuhi dari lima negara. Taiwan, Thailand, Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam. “Jika dibandingkan dengan negara pengekspor edamame yang lain, Jember yang mewakili Indonesia, hanya bisa mengekspor edamame sekitar 10 ribu ton per tahun,” ungkap Untung Mulyono, Direktur PT Mitratani Dua Tujuh.

Artinya, pihaknya hanya mampu memenuhi kebutuhan edamame sebanyak 13 persen dari total kebutuhan pasar edamame dunia. “Kami masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Taiwan yang mampu menghasilkan 30 ribu ton edamame per tahun,” lanjutnya.

Untung menyebut, untuk meningkatkan produksi, pihaknya masih kekurangan lahan garapan. Sejauh ini, hanya ada 1.500 hektare lahan inti dan 380 hektare kemitraan. Itu pun tidak bisa ditanam di wilayah Jember karena secara geografis tidak pas. Jadi, berada di Bondowoso lantaran harus ditanam pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh karena itu, pihaknya berharap, ada campur tangan dari pemerintah daerah. “Jember hanya menjadi tempat produksi saja,” terangnya.

Selain itu, perlu ada pengembangan pasar jika target peningkatan produksi itu benar-benar dijalankan. Yakni dengan mencari negara pengimpor selain Jepang. “Dan jelas kami butuh bantuan. Karena saat ini, Vietnam yang menjadi negara pengekspor edamame kelima sudah hampir menyalip. Padahal, jika berbicara kualitas, edamame Indonesia masih peringkat satu,” bebernya.

Tantangan lain yang perlu dipecahkan, Untung mengungkapkan, adalah kendala terkait mahalnya biaya ekspor. Sebab, selama ini ada penambahan biaya hingga 50 persen. Dia menegaskan, penambahan ongkos kirim itu bukanlah regulasi pemerintah, melainkan murni permainan pasar. “Kalau tidak nambah, barangnya tidak bisa dikirim. Ini yang juga butuh solusi,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor edamame ke Jepang. Dan itu berasal dari Jember. Namun, kuantitas ekspor kedelai muda dalam polong itu masih kalah jumlah dengan negara-negara lain di Asia. Seperti Taiwan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam. Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara penyuplai edamame. Tak hanya itu, kurangnya lahan dan adanya penambahan biaya pengiriman juga menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan ekspor produk hortikultura tersebut.

Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel ketika berkunjung ke PT Mitratani Dua Tujuh memberi beberapa catatan penting yang perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah. Mulai dari peningkatan produktivitas pengolahan edamame hingga penyerapan tenaga kerja. Sebab, Gobel menyebut, produksi edamame di Jember sangat berpotensi menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara melalui kegiatan ekspor.

“Pihak Mitratani Dua Tujuh juga perlu bertindak kreatif dengan mencoba program lain yang lebih menarik untuk diekspor ke Jepang,” paparnya. Misalnya, dengan memberi penamaan yang unik terhadap salah satu produk minuman berbahan dasar edamame yang bisa dipasarkan ke Jepang. Ini untuk meningkatkan permintaan pasar.

Strategi itu, kata Gobel, akan memberi efek domino secara ekonomi. Semisal permintaan dari Jepang, negara pengimpor edamame terbesar di pasar internasional itu meningkat, maka efek ikutannya kegiatan produksi juga terkerek naik. “Otomatis, perusahaan juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja di Jember,” terang mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Permintaan edamame di pasar dunia sangatlah besar. Mencapai sekitar 75 ribu ton setiap tahunnya. Total permintaan itu dipenuhi dari lima negara. Taiwan, Thailand, Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam. “Jika dibandingkan dengan negara pengekspor edamame yang lain, Jember yang mewakili Indonesia, hanya bisa mengekspor edamame sekitar 10 ribu ton per tahun,” ungkap Untung Mulyono, Direktur PT Mitratani Dua Tujuh.

Artinya, pihaknya hanya mampu memenuhi kebutuhan edamame sebanyak 13 persen dari total kebutuhan pasar edamame dunia. “Kami masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Taiwan yang mampu menghasilkan 30 ribu ton edamame per tahun,” lanjutnya.

Untung menyebut, untuk meningkatkan produksi, pihaknya masih kekurangan lahan garapan. Sejauh ini, hanya ada 1.500 hektare lahan inti dan 380 hektare kemitraan. Itu pun tidak bisa ditanam di wilayah Jember karena secara geografis tidak pas. Jadi, berada di Bondowoso lantaran harus ditanam pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh karena itu, pihaknya berharap, ada campur tangan dari pemerintah daerah. “Jember hanya menjadi tempat produksi saja,” terangnya.

Selain itu, perlu ada pengembangan pasar jika target peningkatan produksi itu benar-benar dijalankan. Yakni dengan mencari negara pengimpor selain Jepang. “Dan jelas kami butuh bantuan. Karena saat ini, Vietnam yang menjadi negara pengekspor edamame kelima sudah hampir menyalip. Padahal, jika berbicara kualitas, edamame Indonesia masih peringkat satu,” bebernya.

Tantangan lain yang perlu dipecahkan, Untung mengungkapkan, adalah kendala terkait mahalnya biaya ekspor. Sebab, selama ini ada penambahan biaya hingga 50 persen. Dia menegaskan, penambahan ongkos kirim itu bukanlah regulasi pemerintah, melainkan murni permainan pasar. “Kalau tidak nambah, barangnya tidak bisa dikirim. Ini yang juga butuh solusi,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Indonesia menjadi salah satu negara pengekspor edamame ke Jepang. Dan itu berasal dari Jember. Namun, kuantitas ekspor kedelai muda dalam polong itu masih kalah jumlah dengan negara-negara lain di Asia. Seperti Taiwan, Thailand, Tiongkok, dan Vietnam. Indonesia menempati urutan keempat sebagai negara penyuplai edamame. Tak hanya itu, kurangnya lahan dan adanya penambahan biaya pengiriman juga menjadi tantangan tersendiri untuk meningkatkan ekspor produk hortikultura tersebut.

Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel ketika berkunjung ke PT Mitratani Dua Tujuh memberi beberapa catatan penting yang perlu ditindaklanjuti pemerintah daerah. Mulai dari peningkatan produktivitas pengolahan edamame hingga penyerapan tenaga kerja. Sebab, Gobel menyebut, produksi edamame di Jember sangat berpotensi menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara melalui kegiatan ekspor.

“Pihak Mitratani Dua Tujuh juga perlu bertindak kreatif dengan mencoba program lain yang lebih menarik untuk diekspor ke Jepang,” paparnya. Misalnya, dengan memberi penamaan yang unik terhadap salah satu produk minuman berbahan dasar edamame yang bisa dipasarkan ke Jepang. Ini untuk meningkatkan permintaan pasar.

Strategi itu, kata Gobel, akan memberi efek domino secara ekonomi. Semisal permintaan dari Jepang, negara pengimpor edamame terbesar di pasar internasional itu meningkat, maka efek ikutannya kegiatan produksi juga terkerek naik. “Otomatis, perusahaan juga bisa menyerap lebih banyak tenaga kerja di Jember,” terang mantan Menteri Perdagangan tersebut.

Permintaan edamame di pasar dunia sangatlah besar. Mencapai sekitar 75 ribu ton setiap tahunnya. Total permintaan itu dipenuhi dari lima negara. Taiwan, Thailand, Tiongkok, Indonesia, dan Vietnam. “Jika dibandingkan dengan negara pengekspor edamame yang lain, Jember yang mewakili Indonesia, hanya bisa mengekspor edamame sekitar 10 ribu ton per tahun,” ungkap Untung Mulyono, Direktur PT Mitratani Dua Tujuh.

Artinya, pihaknya hanya mampu memenuhi kebutuhan edamame sebanyak 13 persen dari total kebutuhan pasar edamame dunia. “Kami masih kalah jauh jika dibandingkan dengan Taiwan yang mampu menghasilkan 30 ribu ton edamame per tahun,” lanjutnya.

Untung menyebut, untuk meningkatkan produksi, pihaknya masih kekurangan lahan garapan. Sejauh ini, hanya ada 1.500 hektare lahan inti dan 380 hektare kemitraan. Itu pun tidak bisa ditanam di wilayah Jember karena secara geografis tidak pas. Jadi, berada di Bondowoso lantaran harus ditanam pada ketinggian lebih dari 400 meter di atas permukaan laut (mdpl). Oleh karena itu, pihaknya berharap, ada campur tangan dari pemerintah daerah. “Jember hanya menjadi tempat produksi saja,” terangnya.

Selain itu, perlu ada pengembangan pasar jika target peningkatan produksi itu benar-benar dijalankan. Yakni dengan mencari negara pengimpor selain Jepang. “Dan jelas kami butuh bantuan. Karena saat ini, Vietnam yang menjadi negara pengekspor edamame kelima sudah hampir menyalip. Padahal, jika berbicara kualitas, edamame Indonesia masih peringkat satu,” bebernya.

Tantangan lain yang perlu dipecahkan, Untung mengungkapkan, adalah kendala terkait mahalnya biaya ekspor. Sebab, selama ini ada penambahan biaya hingga 50 persen. Dia menegaskan, penambahan ongkos kirim itu bukanlah regulasi pemerintah, melainkan murni permainan pasar. “Kalau tidak nambah, barangnya tidak bisa dikirim. Ini yang juga butuh solusi,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Isnein Purnomo
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca