Mobile_AP_Rectangle 1
KALIWATES, Radar Jember – Usaha thrifting, yaitu mengemas dan mencuci ulang baju bekas impor dengan baik, tengah digeluti anak muda. Imbasnya, baju bekas bos atau babebo mulai naik daun. Bahkan, membuat pedagang Pasar Babebo di Mangli lebih gaul karena mengetahui merek ternama hingga mematok harga cukup fantastis.
BACA JUGA : Tiga Siswa di Jember Tetap Semangat Sekolah meski Tak Punya Sepatu
Salah satu lokasinya ada di Mangli, yang jadi jujukan mencari baju bekas bermerek. Pasar babebo yang ada di Mangli itu sudah berdiri setidaknya dari 5 tahunan yang lalu. Diawali hanya ada pedagang pakaian bekas, kini setidaknya sudah ada lebih dari 30 pedagang. Salah satu pedagang babebo, Suwarno, mengatakan, harga termurah yaitu Rp 10 ribu. “Kalau yang Rp 10 ribu itu kaus,” paparnya.
Mobile_AP_Rectangle 2
Sementara, harga termahalnya tidak sekadar puluhan ribu atau seratus ribu rupiah saja. Tapi, sudah mendekati satu juta rupiah. “Harga termahal Rp 700 ribu. Kalau celana jins Rp 150 ribuan,” ucapnya.
Harga Rp 700 ribu itu rata-rata untuk jaket bermerek. Suwarno mengaku mengetahui merek baju ternama tersebut dari anak muda yang juga menjalankan bisnis penjualan baju bekas impor atau thrifting. “Anak-anak muda itu yang ilmu,” terangnya.
Dari awalnya anak-anak muda, ungkap dia, memesan khusus dengan merek tertentu. Dari sana Suwarno perlahan memahami berbagai merek yang digemari anak muda. Bahkan, lambat laun juga mengerti harga pasaran baju bermerek yang pantas untuk dijual.
- Advertisement -
KALIWATES, Radar Jember – Usaha thrifting, yaitu mengemas dan mencuci ulang baju bekas impor dengan baik, tengah digeluti anak muda. Imbasnya, baju bekas bos atau babebo mulai naik daun. Bahkan, membuat pedagang Pasar Babebo di Mangli lebih gaul karena mengetahui merek ternama hingga mematok harga cukup fantastis.
BACA JUGA : Tiga Siswa di Jember Tetap Semangat Sekolah meski Tak Punya Sepatu
Salah satu lokasinya ada di Mangli, yang jadi jujukan mencari baju bekas bermerek. Pasar babebo yang ada di Mangli itu sudah berdiri setidaknya dari 5 tahunan yang lalu. Diawali hanya ada pedagang pakaian bekas, kini setidaknya sudah ada lebih dari 30 pedagang. Salah satu pedagang babebo, Suwarno, mengatakan, harga termurah yaitu Rp 10 ribu. “Kalau yang Rp 10 ribu itu kaus,” paparnya.
Sementara, harga termahalnya tidak sekadar puluhan ribu atau seratus ribu rupiah saja. Tapi, sudah mendekati satu juta rupiah. “Harga termahal Rp 700 ribu. Kalau celana jins Rp 150 ribuan,” ucapnya.
Harga Rp 700 ribu itu rata-rata untuk jaket bermerek. Suwarno mengaku mengetahui merek baju ternama tersebut dari anak muda yang juga menjalankan bisnis penjualan baju bekas impor atau thrifting. “Anak-anak muda itu yang ilmu,” terangnya.
Dari awalnya anak-anak muda, ungkap dia, memesan khusus dengan merek tertentu. Dari sana Suwarno perlahan memahami berbagai merek yang digemari anak muda. Bahkan, lambat laun juga mengerti harga pasaran baju bermerek yang pantas untuk dijual.
KALIWATES, Radar Jember – Usaha thrifting, yaitu mengemas dan mencuci ulang baju bekas impor dengan baik, tengah digeluti anak muda. Imbasnya, baju bekas bos atau babebo mulai naik daun. Bahkan, membuat pedagang Pasar Babebo di Mangli lebih gaul karena mengetahui merek ternama hingga mematok harga cukup fantastis.
BACA JUGA : Tiga Siswa di Jember Tetap Semangat Sekolah meski Tak Punya Sepatu
Salah satu lokasinya ada di Mangli, yang jadi jujukan mencari baju bekas bermerek. Pasar babebo yang ada di Mangli itu sudah berdiri setidaknya dari 5 tahunan yang lalu. Diawali hanya ada pedagang pakaian bekas, kini setidaknya sudah ada lebih dari 30 pedagang. Salah satu pedagang babebo, Suwarno, mengatakan, harga termurah yaitu Rp 10 ribu. “Kalau yang Rp 10 ribu itu kaus,” paparnya.
Sementara, harga termahalnya tidak sekadar puluhan ribu atau seratus ribu rupiah saja. Tapi, sudah mendekati satu juta rupiah. “Harga termahal Rp 700 ribu. Kalau celana jins Rp 150 ribuan,” ucapnya.
Harga Rp 700 ribu itu rata-rata untuk jaket bermerek. Suwarno mengaku mengetahui merek baju ternama tersebut dari anak muda yang juga menjalankan bisnis penjualan baju bekas impor atau thrifting. “Anak-anak muda itu yang ilmu,” terangnya.
Dari awalnya anak-anak muda, ungkap dia, memesan khusus dengan merek tertentu. Dari sana Suwarno perlahan memahami berbagai merek yang digemari anak muda. Bahkan, lambat laun juga mengerti harga pasaran baju bermerek yang pantas untuk dijual.