29.5 C
Jember
Tuesday, 28 March 2023

Harga Minyak Lebih Dari Rp 20 Ribu/Liter, Pemerintah Pasrah Harga Pasar

Dampak HET Minyak Goreng Dicabut

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemerintah pusat sepertinya angkat tangan untuk urusan minyak goreng (minyak goreng). Bagaimana tidak, kebijakan mengenai harga eceran tertinggi (HET) telah dicabut dan diserahkan sesuai mekanisme pasar. Harga minyak goreng kemasan pun diprediksi akan melejit.

Baca Juga : Cabuli Gadis Belia, Pemuda Pengangguran di Jember Ini Meringkuk di Penjara

Secara bersamaan, pemerintah pusat juga menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter. Padahal, sebelumnya HET minyak goreng kemasan harganya sebesar itu. Lantas, berapakah harga minyak goreng kemasan di pasaran? Tentu ikut harga pasar.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kebijakan nasional itu berimbas pada pasokan minyak goreng kemasan di berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Bambang Saputro, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, menyebut, kebijakan itu langsung dari pemerintah pusat. “Pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter. Sedangkan minyak goreng kemasan (yang sederhana maupun premium), harganya diserahkan ke mekanisme pasar, dan mulai berlaku 16 Maret 2022 kemarin,” katanya, kemarin.

Kebijakan anyar itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium.

Menurut Bambang, kondisi yang terjadi di Jember sebelum adanya kebijakan baru tersebut, pasokan minyak goreng kemasan diakuinya ada. Dan sejak kemarin, mulai terpantau penerapan HET baru, rata-rata sudah di atas Rp 20 ribu per liter, dengan selisih harga bergantung pada merek.

Kondisi itu diakuinya terjadi di toko-toko modern maupun pasar-pasar tradisional di Jember. “Yang kita pantau tiap hari seperti itu, karena ada transisi kebijakan ini,” kata Bambang.

Di tengah kebutuhan akan minyak goreng yang kerap kali dikeluhkan, regulasi anyar justru mengatur soal harga. Bukan soal ketersediaan. Namun demikian, Bambang menyebut, sebenarnya pasokan minyak goreng kemasan untuk daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, termasuk di Jember, diakuinya sudah cukup.

Berdasarkan hasil pertemuan pemerintah kabupaten/kota yang dipimpin Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, di Surabaya, beberapa pekan lalu, dari keseluruhan pasokan minyak goreng secara nasional, sekitar 20 persen alokasinya sudah membanjiri Jawa Timur. “Sebenarnya dengan pasokan itu, menurut Pak Dirjen sudah bisa membanjiri masyarakat di Jatim. Ternyata sejak kemarin di Jember kondisinya seperti itu. Diduga salah satunya karena jalur distribusi minyak goreng kurang lancar,” imbuh mantan camat Kaliwates ini.

Karenanya, pascapertemuan itu, lanjut Bambang, ada perubahan dalam model pendistribusian. Dengan cara BUMN menyalurkan langsung minyak goreng kemasan maupun curah ke pasar-pasar dan distributor minyak. “Di Jember ada distributor seperti Perusahaan Perdagangan Indonesia dan distributor Rajawali, yang menyalurkan ke pasar, seperti ke Pasar Tanjung, Pasar Kreongan, dan Pasar Wirolegi,” bebernya.

Kendati begitu, adanya kebijakan baru itu justru semakin diragukan dapat mengurai permasalahan kelangkaan minyak goreng kemasan. Dengan pemerintah melepas HET minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar dan menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter, secara tidak langsung pemerintah ingin mengajak masyarakat beralih menggunakan minyak curah, karena alasan harganya yang lebih terjangkau. “Ini kebijakan nasional, dan pemerintah daerah perlu menyikapi ini. Bagaimana tidak dikeluhkan masyarakat,” kata Siswono, Ketua Komisi B DPRD Jember.

Menurut dia, perlunya pemerintah daerah menyikapi soal dicabutnya HET minyak goreng kemasan ini sebagai wujud hadirnya pemerintah di tengah kegelisahan masyarakat akan keberadaan minyak. Terlebih, tidak sedikit masyarakat yang juga mengandalkan usahanya dari ketersediaan minyak. “Beberapa pekan nanti kami akan bahas bersama dinas mitra kami, untuk mengetahui detail perkembangannya di lapangan,” harapnya.

Soal minyak goreng kemasan ini sempat pula diwanti-wanti oleh Bupati Jember Hendy Siswanto. Akhir Januari kemarin, Hendy sempat mengundang sejumlah kepala cabang toko swalayan yang beroperasi di Jember agar tidak ada permainan mengenai minyak goreng.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Nur Hariri

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemerintah pusat sepertinya angkat tangan untuk urusan minyak goreng (minyak goreng). Bagaimana tidak, kebijakan mengenai harga eceran tertinggi (HET) telah dicabut dan diserahkan sesuai mekanisme pasar. Harga minyak goreng kemasan pun diprediksi akan melejit.

Baca Juga : Cabuli Gadis Belia, Pemuda Pengangguran di Jember Ini Meringkuk di Penjara

Secara bersamaan, pemerintah pusat juga menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter. Padahal, sebelumnya HET minyak goreng kemasan harganya sebesar itu. Lantas, berapakah harga minyak goreng kemasan di pasaran? Tentu ikut harga pasar.

Kebijakan nasional itu berimbas pada pasokan minyak goreng kemasan di berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Bambang Saputro, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, menyebut, kebijakan itu langsung dari pemerintah pusat. “Pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter. Sedangkan minyak goreng kemasan (yang sederhana maupun premium), harganya diserahkan ke mekanisme pasar, dan mulai berlaku 16 Maret 2022 kemarin,” katanya, kemarin.

Kebijakan anyar itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium.

Menurut Bambang, kondisi yang terjadi di Jember sebelum adanya kebijakan baru tersebut, pasokan minyak goreng kemasan diakuinya ada. Dan sejak kemarin, mulai terpantau penerapan HET baru, rata-rata sudah di atas Rp 20 ribu per liter, dengan selisih harga bergantung pada merek.

Kondisi itu diakuinya terjadi di toko-toko modern maupun pasar-pasar tradisional di Jember. “Yang kita pantau tiap hari seperti itu, karena ada transisi kebijakan ini,” kata Bambang.

Di tengah kebutuhan akan minyak goreng yang kerap kali dikeluhkan, regulasi anyar justru mengatur soal harga. Bukan soal ketersediaan. Namun demikian, Bambang menyebut, sebenarnya pasokan minyak goreng kemasan untuk daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, termasuk di Jember, diakuinya sudah cukup.

Berdasarkan hasil pertemuan pemerintah kabupaten/kota yang dipimpin Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, di Surabaya, beberapa pekan lalu, dari keseluruhan pasokan minyak goreng secara nasional, sekitar 20 persen alokasinya sudah membanjiri Jawa Timur. “Sebenarnya dengan pasokan itu, menurut Pak Dirjen sudah bisa membanjiri masyarakat di Jatim. Ternyata sejak kemarin di Jember kondisinya seperti itu. Diduga salah satunya karena jalur distribusi minyak goreng kurang lancar,” imbuh mantan camat Kaliwates ini.

Karenanya, pascapertemuan itu, lanjut Bambang, ada perubahan dalam model pendistribusian. Dengan cara BUMN menyalurkan langsung minyak goreng kemasan maupun curah ke pasar-pasar dan distributor minyak. “Di Jember ada distributor seperti Perusahaan Perdagangan Indonesia dan distributor Rajawali, yang menyalurkan ke pasar, seperti ke Pasar Tanjung, Pasar Kreongan, dan Pasar Wirolegi,” bebernya.

Kendati begitu, adanya kebijakan baru itu justru semakin diragukan dapat mengurai permasalahan kelangkaan minyak goreng kemasan. Dengan pemerintah melepas HET minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar dan menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter, secara tidak langsung pemerintah ingin mengajak masyarakat beralih menggunakan minyak curah, karena alasan harganya yang lebih terjangkau. “Ini kebijakan nasional, dan pemerintah daerah perlu menyikapi ini. Bagaimana tidak dikeluhkan masyarakat,” kata Siswono, Ketua Komisi B DPRD Jember.

Menurut dia, perlunya pemerintah daerah menyikapi soal dicabutnya HET minyak goreng kemasan ini sebagai wujud hadirnya pemerintah di tengah kegelisahan masyarakat akan keberadaan minyak. Terlebih, tidak sedikit masyarakat yang juga mengandalkan usahanya dari ketersediaan minyak. “Beberapa pekan nanti kami akan bahas bersama dinas mitra kami, untuk mengetahui detail perkembangannya di lapangan,” harapnya.

Soal minyak goreng kemasan ini sempat pula diwanti-wanti oleh Bupati Jember Hendy Siswanto. Akhir Januari kemarin, Hendy sempat mengundang sejumlah kepala cabang toko swalayan yang beroperasi di Jember agar tidak ada permainan mengenai minyak goreng.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Nur Hariri

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Pemerintah pusat sepertinya angkat tangan untuk urusan minyak goreng (minyak goreng). Bagaimana tidak, kebijakan mengenai harga eceran tertinggi (HET) telah dicabut dan diserahkan sesuai mekanisme pasar. Harga minyak goreng kemasan pun diprediksi akan melejit.

Baca Juga : Cabuli Gadis Belia, Pemuda Pengangguran di Jember Ini Meringkuk di Penjara

Secara bersamaan, pemerintah pusat juga menetapkan HET minyak goreng curah sebesar Rp 14 ribu per liter. Padahal, sebelumnya HET minyak goreng kemasan harganya sebesar itu. Lantas, berapakah harga minyak goreng kemasan di pasaran? Tentu ikut harga pasar.

Kebijakan nasional itu berimbas pada pasokan minyak goreng kemasan di berbagai daerah. Tak terkecuali di Jember. Bambang Saputro, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jember, menyebut, kebijakan itu langsung dari pemerintah pusat. “Pemerintah telah menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter. Sedangkan minyak goreng kemasan (yang sederhana maupun premium), harganya diserahkan ke mekanisme pasar, dan mulai berlaku 16 Maret 2022 kemarin,” katanya, kemarin.

Kebijakan anyar itu tertuang dalam Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Relaksasi Penerapan Harga Minyak Goreng Sawit Kemasan Sederhana dan Kemasan Premium.

Menurut Bambang, kondisi yang terjadi di Jember sebelum adanya kebijakan baru tersebut, pasokan minyak goreng kemasan diakuinya ada. Dan sejak kemarin, mulai terpantau penerapan HET baru, rata-rata sudah di atas Rp 20 ribu per liter, dengan selisih harga bergantung pada merek.

Kondisi itu diakuinya terjadi di toko-toko modern maupun pasar-pasar tradisional di Jember. “Yang kita pantau tiap hari seperti itu, karena ada transisi kebijakan ini,” kata Bambang.

Di tengah kebutuhan akan minyak goreng yang kerap kali dikeluhkan, regulasi anyar justru mengatur soal harga. Bukan soal ketersediaan. Namun demikian, Bambang menyebut, sebenarnya pasokan minyak goreng kemasan untuk daerah kabupaten/kota di Jawa Timur, termasuk di Jember, diakuinya sudah cukup.

Berdasarkan hasil pertemuan pemerintah kabupaten/kota yang dipimpin Dirjen Perdagangan Dalam Negeri, di Surabaya, beberapa pekan lalu, dari keseluruhan pasokan minyak goreng secara nasional, sekitar 20 persen alokasinya sudah membanjiri Jawa Timur. “Sebenarnya dengan pasokan itu, menurut Pak Dirjen sudah bisa membanjiri masyarakat di Jatim. Ternyata sejak kemarin di Jember kondisinya seperti itu. Diduga salah satunya karena jalur distribusi minyak goreng kurang lancar,” imbuh mantan camat Kaliwates ini.

Karenanya, pascapertemuan itu, lanjut Bambang, ada perubahan dalam model pendistribusian. Dengan cara BUMN menyalurkan langsung minyak goreng kemasan maupun curah ke pasar-pasar dan distributor minyak. “Di Jember ada distributor seperti Perusahaan Perdagangan Indonesia dan distributor Rajawali, yang menyalurkan ke pasar, seperti ke Pasar Tanjung, Pasar Kreongan, dan Pasar Wirolegi,” bebernya.

Kendati begitu, adanya kebijakan baru itu justru semakin diragukan dapat mengurai permasalahan kelangkaan minyak goreng kemasan. Dengan pemerintah melepas HET minyak goreng kemasan sesuai mekanisme pasar dan menetapkan HET minyak goreng curah Rp 14 ribu per liter, secara tidak langsung pemerintah ingin mengajak masyarakat beralih menggunakan minyak curah, karena alasan harganya yang lebih terjangkau. “Ini kebijakan nasional, dan pemerintah daerah perlu menyikapi ini. Bagaimana tidak dikeluhkan masyarakat,” kata Siswono, Ketua Komisi B DPRD Jember.

Menurut dia, perlunya pemerintah daerah menyikapi soal dicabutnya HET minyak goreng kemasan ini sebagai wujud hadirnya pemerintah di tengah kegelisahan masyarakat akan keberadaan minyak. Terlebih, tidak sedikit masyarakat yang juga mengandalkan usahanya dari ketersediaan minyak. “Beberapa pekan nanti kami akan bahas bersama dinas mitra kami, untuk mengetahui detail perkembangannya di lapangan,” harapnya.

Soal minyak goreng kemasan ini sempat pula diwanti-wanti oleh Bupati Jember Hendy Siswanto. Akhir Januari kemarin, Hendy sempat mengundang sejumlah kepala cabang toko swalayan yang beroperasi di Jember agar tidak ada permainan mengenai minyak goreng.

 

Jurnalis : Maulana
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Nur Hariri

BERITA TERKINI

Menjamurnya Program Tahfiz

Awal April Rapat Pansus LKPJ Dimulai

Tingkatkan Retribusi Parkir

Wajib Dibaca