23.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Sertifikat Halal UMKM Masih Minim

“Berdasarkan data selama tiga bulan terakhir ini hanya ada 33 UMKM yang melaporkan surat izin yang dikantonginya. Dari 33 UMKM tersebut, hanya empat UMKM yang telah mengantongi sertifikat halal.” Sartin - Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan UMKM

Mobile_AP_Rectangle 1

GUMUK KERANG, Radar Jember – Sudah beberapa bulan ini Syafira terpaksa menghentikan proses produksi masker wajah. Pasalnya, dia masih belum memiliki sertifikat halal akan produknya. Sebelum ini dirinya sempat mencoba mengurus sertifikat tersebut, namun terpaksa dihentikan lantaran perizinannya rumit.

Belum lagi, dia diwajibkan menanggung biaya yang dibebankan. Akhirnya, Syarifah tidak melanjutkan bisnisnya. Lalu, mencoba menekuni kesibukan lainnya.

Kondisi seperti ini tidak hanya dialami oleh Syafira, namun juga sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai tempat di Jember. Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan UMKM Sartini mengungkapkan, minat pelaku UMKM untuk melakukan sertifikasi halal masih minim.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Berdasarkan data selama tiga bulan terakhir ini hanya ada 33 UMKM yang melaporkan surat izin yang dikantonginya. Dari 33 UMKM tersebut, hanya empat UMKM yang telah mengantongi sertifikat halal,” ujarnya.

Dia menuturkan, ada banyak kendala yang menyebabkannya. Di antaranya karena dampak pandemi, pengurusan yang harus melalui banyak jalur, pembiayaan yang cukup tinggi dan masih kurangnya sosialisasi.

Sartini masih meyakini bahwa saat ini pelaku UMKM masih dalam kondisi terpuruk. Serta berupaya untuk menstabilkan pemasukan kembali, seusai dampak berkepanjangan dari Covid-19. “Kok mikir mau ikut sertifikasi, pasti yang diutamakan adalah bangkit dari pandemi dulu,” ungkapnya, Jumat (15/10) kemarin.

Kedua, untuk mendapatkan sertifikat halal, alurnya cukup panjang. Pelaku UMKM harus memiliki dokumen pendukung lainnya. Di antaranya nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor induk berusaha (NIB), izin usaha mikro dan kecil (IUMK), izin pangan industri rumah tangga (P-IRT) dan surat keterangan usaha (SKU). Barulah selanjutnya dapat mengajukan izin sertifikasi halal yang nantinya akan diproses oleh Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Dalam hal ini Dinas Koperasi dan UMKM hanya bertugas memberi surat pengantar atau rekomendasi,” lanjut Sartini.

Kendala berikutnya, lanjut dia, untuk memproses sertifikat halal biayanya tidak sedikit. Berkisar Rp 2-4 juta. Pembiayaan ini masih dirasa besar bagi para pelaku UMKM. Terlebih pemerintah daerah tidak memberikan bantuan subsidi pembiayaan.

Sosialisasi pun belum terselenggara maksimal. Sartini mengakui bahwa hal ini tak lain disebabkan pergantian pegawai dinas. Sehingga dapat memengaruhi jalannya program, optimalisasi pendataan para pelaku UMKM. “Tapi, sebenarnya itu tidak begitu berpengaruh. Umumnya para pelaku UMKM sudah tahu berbagai informasi yang seharusnya dilakukan melalui organisasi, asosiasi, dan lainnya,” paparnya.

Ke depan, pihaknya akan lebih mengoptimalkan sosialisasi dan program edukasi untuk pelaku UMKM guna dapat melakukan sertifikasi halal secepatnya. (ani/c2/lin)

- Advertisement -

GUMUK KERANG, Radar Jember – Sudah beberapa bulan ini Syafira terpaksa menghentikan proses produksi masker wajah. Pasalnya, dia masih belum memiliki sertifikat halal akan produknya. Sebelum ini dirinya sempat mencoba mengurus sertifikat tersebut, namun terpaksa dihentikan lantaran perizinannya rumit.

Belum lagi, dia diwajibkan menanggung biaya yang dibebankan. Akhirnya, Syarifah tidak melanjutkan bisnisnya. Lalu, mencoba menekuni kesibukan lainnya.

Kondisi seperti ini tidak hanya dialami oleh Syafira, namun juga sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai tempat di Jember. Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan UMKM Sartini mengungkapkan, minat pelaku UMKM untuk melakukan sertifikasi halal masih minim.

“Berdasarkan data selama tiga bulan terakhir ini hanya ada 33 UMKM yang melaporkan surat izin yang dikantonginya. Dari 33 UMKM tersebut, hanya empat UMKM yang telah mengantongi sertifikat halal,” ujarnya.

Dia menuturkan, ada banyak kendala yang menyebabkannya. Di antaranya karena dampak pandemi, pengurusan yang harus melalui banyak jalur, pembiayaan yang cukup tinggi dan masih kurangnya sosialisasi.

Sartini masih meyakini bahwa saat ini pelaku UMKM masih dalam kondisi terpuruk. Serta berupaya untuk menstabilkan pemasukan kembali, seusai dampak berkepanjangan dari Covid-19. “Kok mikir mau ikut sertifikasi, pasti yang diutamakan adalah bangkit dari pandemi dulu,” ungkapnya, Jumat (15/10) kemarin.

Kedua, untuk mendapatkan sertifikat halal, alurnya cukup panjang. Pelaku UMKM harus memiliki dokumen pendukung lainnya. Di antaranya nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor induk berusaha (NIB), izin usaha mikro dan kecil (IUMK), izin pangan industri rumah tangga (P-IRT) dan surat keterangan usaha (SKU). Barulah selanjutnya dapat mengajukan izin sertifikasi halal yang nantinya akan diproses oleh Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Dalam hal ini Dinas Koperasi dan UMKM hanya bertugas memberi surat pengantar atau rekomendasi,” lanjut Sartini.

Kendala berikutnya, lanjut dia, untuk memproses sertifikat halal biayanya tidak sedikit. Berkisar Rp 2-4 juta. Pembiayaan ini masih dirasa besar bagi para pelaku UMKM. Terlebih pemerintah daerah tidak memberikan bantuan subsidi pembiayaan.

Sosialisasi pun belum terselenggara maksimal. Sartini mengakui bahwa hal ini tak lain disebabkan pergantian pegawai dinas. Sehingga dapat memengaruhi jalannya program, optimalisasi pendataan para pelaku UMKM. “Tapi, sebenarnya itu tidak begitu berpengaruh. Umumnya para pelaku UMKM sudah tahu berbagai informasi yang seharusnya dilakukan melalui organisasi, asosiasi, dan lainnya,” paparnya.

Ke depan, pihaknya akan lebih mengoptimalkan sosialisasi dan program edukasi untuk pelaku UMKM guna dapat melakukan sertifikasi halal secepatnya. (ani/c2/lin)

GUMUK KERANG, Radar Jember – Sudah beberapa bulan ini Syafira terpaksa menghentikan proses produksi masker wajah. Pasalnya, dia masih belum memiliki sertifikat halal akan produknya. Sebelum ini dirinya sempat mencoba mengurus sertifikat tersebut, namun terpaksa dihentikan lantaran perizinannya rumit.

Belum lagi, dia diwajibkan menanggung biaya yang dibebankan. Akhirnya, Syarifah tidak melanjutkan bisnisnya. Lalu, mencoba menekuni kesibukan lainnya.

Kondisi seperti ini tidak hanya dialami oleh Syafira, namun juga sejumlah pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di berbagai tempat di Jember. Kepala Bidang Kelembagaan dan Pengawasan Dinas Koperasi dan UMKM Sartini mengungkapkan, minat pelaku UMKM untuk melakukan sertifikasi halal masih minim.

“Berdasarkan data selama tiga bulan terakhir ini hanya ada 33 UMKM yang melaporkan surat izin yang dikantonginya. Dari 33 UMKM tersebut, hanya empat UMKM yang telah mengantongi sertifikat halal,” ujarnya.

Dia menuturkan, ada banyak kendala yang menyebabkannya. Di antaranya karena dampak pandemi, pengurusan yang harus melalui banyak jalur, pembiayaan yang cukup tinggi dan masih kurangnya sosialisasi.

Sartini masih meyakini bahwa saat ini pelaku UMKM masih dalam kondisi terpuruk. Serta berupaya untuk menstabilkan pemasukan kembali, seusai dampak berkepanjangan dari Covid-19. “Kok mikir mau ikut sertifikasi, pasti yang diutamakan adalah bangkit dari pandemi dulu,” ungkapnya, Jumat (15/10) kemarin.

Kedua, untuk mendapatkan sertifikat halal, alurnya cukup panjang. Pelaku UMKM harus memiliki dokumen pendukung lainnya. Di antaranya nomor pokok wajib pajak (NPWP), nomor induk berusaha (NIB), izin usaha mikro dan kecil (IUMK), izin pangan industri rumah tangga (P-IRT) dan surat keterangan usaha (SKU). Barulah selanjutnya dapat mengajukan izin sertifikasi halal yang nantinya akan diproses oleh Kementerian Agama melalui Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Dalam hal ini Dinas Koperasi dan UMKM hanya bertugas memberi surat pengantar atau rekomendasi,” lanjut Sartini.

Kendala berikutnya, lanjut dia, untuk memproses sertifikat halal biayanya tidak sedikit. Berkisar Rp 2-4 juta. Pembiayaan ini masih dirasa besar bagi para pelaku UMKM. Terlebih pemerintah daerah tidak memberikan bantuan subsidi pembiayaan.

Sosialisasi pun belum terselenggara maksimal. Sartini mengakui bahwa hal ini tak lain disebabkan pergantian pegawai dinas. Sehingga dapat memengaruhi jalannya program, optimalisasi pendataan para pelaku UMKM. “Tapi, sebenarnya itu tidak begitu berpengaruh. Umumnya para pelaku UMKM sudah tahu berbagai informasi yang seharusnya dilakukan melalui organisasi, asosiasi, dan lainnya,” paparnya.

Ke depan, pihaknya akan lebih mengoptimalkan sosialisasi dan program edukasi untuk pelaku UMKM guna dapat melakukan sertifikasi halal secepatnya. (ani/c2/lin)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca