JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sejumlah anggota Komisi D DPRD Provinsi Jawa Timur melawat ke Jember, kemarin (15/6). Kedatangan wakil rakyat yang membidangi pembangunan itu membahas terkait dugaan pencemaran lingkungan dari adanya aktivitas tambak di kawasan pesisir selatan Jember.
Monitoring anggota dewan provinsi itu mirip seperti dilakukan anggota DPRD Jember yang sempat melakukan hal serupa. Beberapa pekan kemarin, mereka menggelar hearing bersama sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD) dan pengusaha tambak. Bahkan, pembahasannya juga sama, mempertanyakan legalitas perizinan tambak, dugaan pengikisan kawasan sempadan pantai, hingga dugaan tidak adanya instalasi pengelolaan air limbah-cair, atau IPAL-IPLC.
“Harapan kami, pengusaha tambak bisa mematuhi Perpres Nomor 51 Tahun 2016 tentang Kawasan Sempadan Pantai,” kata Mukhlas, Ketua BPD Kepanjen, Gumukmas, dalam rapat.
Menurut dia, selama ini banyak aktivitas tambak yang kerap dikeluhkan masyarakat sekitar pesisir. Termasuk salah satunya mempertanyakan lenturnya perizinan mengenai batas wilayah sempadan pantai. Karena dianggap terlalu mepet, dan tidak sampai 100 meter sebagaimana ketentuan dalam perpres tersebut.
Selain itu, sejumlah anggota rapat juga banyak yang mempersoalkan legalitas pengusaha tambak yang beroperasi di sekitar kawasan sempadan pantai. Padahal, jelas-jelas keberadaan mereka menabrak aturan, lalu kenapa masih tidak ada tindakan tegas dari pemerintah terkait.
Kecurigaan itu muncul dan mengarah ke OPD terkait. Bagaimana mereka melakukan monitoring dan penindakan. Seperti monitoring dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, perizinan tanah dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jember, termasuk Disperindag, sampai ke Dinas Perikanan. Di forum itu, banyak peserta rapat mempertanyakan legalitas dan perizinan tambak-tambak tersebut.
“Dari semua yang dikeluhkan itu, memang benar. Jadi, para pengusaha tambak, ayo patuhi ketentuan yang ada,” pinta Eko Heru Sunarso, Plt Kepala DLH Jember, yang baru menjabat beberapa bulan terakhir.
M Soleh, utusan dari pengelola tambak Pandawa Lima di Puger, mengaku, selama ini pihaknya dalam mengoperasikan tambak itu sudah mengantongi izin. Bahkan telah memiliki hak guna usaha (HGU). “Kami membangun atas HGU muncul. Kalau dirasa itu memakan sempadan pantai, silakan disikapi. Kami siap mengikuti aturan yang ada,” beber Soleh, saat menjawab pertanyaan sejumlah peserta rapat.
Tak hanya tambak Pandawa Lima Puger yang hadir dalam forum tersebut, dewan provinsi ini juga mengundang sekitar 12 pengusaha tambak yang semuanya beroperasi merata di sekitar kawasan jalur lintas selatan (JLS) Puger hingga Gumukmas. Rata-rata, berdasarkan hasil sidak gabungan komisi DPRD Jember, pekan kemarin, baru dua pengusaha tambak saja yang memiliki izin. Sementara sisanya, tidak berizin bahkan diduga memalsukan izin tersebut.
Wahyudi, perwakilan dari Kantor BPN Jember, menjelaskan, selama ini pihaknya memang mengeluarkan sertifikat tanah dan HGU ke sejumlah warga atau instansi di sekitar JLS. Dari Puger hingga Gumukmas. Namun, mengenai jumlah dan pemiliknya siapa saja, ia tidak menyebutkan karena alasan tidak membawa data.
Bahkan, anggota dewan saat itu juga mempertanyakan bagaimana perusahaan tambak itu bisa memiliki izin begitu mudah dan leluasa menabrak aturan. Namun, utusan BPN Jember kala itu berkelit dan berkata bahwa pihaknya hanya menyampaikan apa yang menjadi hak dari warga atau masyarakat. “Kami hanya memberikan hak saja atas tanahnya itu,” katanya.
Ketua Komisi B DPRD Jember Siswono menyampaikan, mestinya BPN Jember harus mengambil langkah tegas jika telah ditemukan adanya pengusaha tambak yang nakal itu. Bahkan, jika tidak ada tindakan sama sekali, pantas jika banyak yang meragukan perizinan yang dimiliki pengusaha tambak. Bisa jadi palsu, atau memang ada permainan di dalamnya. “Kalau tidak ada tindakan dari BPN, tidak salah kalau BPN juga terlibat di dalamnya,” sahutnya.
Tak cukup di situ. Munculnya kabar bahwa sempat ada upaya kriminalisasi dan intimidasi yang menimpa sejumlah warga di Gumukmas juga disoal oleh sejumlah wakil rakyat Jember ini. Mereka menilai, semestinya hal itu tidak perlu dilakukan. Sebab jelas, sebagai warga dan masyarakat kecil, akan menimbulkan keresahan dan kecemasan apabila polisi tiba-tiba datang dan menginterogasi mereka.
Sementara itu, Satib, salah satu anggota DPRD Jawa Timur yang memimpin jalannya rapat, menambahkan, permasalahan tambak dinilainya cukup kompleks karena melibatkan banyak pihak dan unsur.
Karenanya, semua informasi dan aduan peserta forum bakal dijadikan bahan dan pertimbangan untuk dibawanya dalam rapat lintas komisi di DPRD Jawa Timur dalam waktu dekat ini. “Juli mendatang bisa segera kami tentukan tindak lanjutnya. Dan nanti kami akan turun ke lapangan. Hal yang lebih lanjut dan konkret, nanti setelah kami turun dari lapangan,” pungkas Satib.
Jurnalis : Maulana
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Mahrus Sholih