JEMBER, RADARJEMBER.ID – Saat ini, pedagang bahan bakar minyak (BBM) eceran tidak lagi bisa memborong pertalite di stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU). Sebab, Pertamina sendiri mulai menerapkan kebijakan baru, yaitu pelarangan pembelian pertalite dengan drum.
Kebijakan ini sejatinya bukan hal yang baru lagi di SPBU milik Pertamina. Jauh sebelumnya, terdapat larangan membeli premium subsidi dengan drum. Selain itu, juga mulai diberlakukan pelarangan membeli pertalite ataupun pertamax dengan drum plastik dan harus dari logam. “Awalnya, semua BBM beli pakai segala jenis drum, termasuk plastik tidak masalah,” ucap Dwi Priawan, salah seorang pedagang BBM eceran.
Mulanya, pengetatan dengan pelarangan menggunakan drum khusus untuk pembelian premium saja. Sedangkan untuk pembelian pertalite atau pertamax masih diperbolehkan. Namun, sejak 2019 lalu, keluar kebijakan baru tentang pelarangan membeli pertalite dan pertamax dengan drum plastik. “Harus drum besi,” ungkapnya.
Dwi Priawan yang berdagang BBM eceran di Jl A Yani sejak sewindu lalu ini mengaku, kebijakan baru tersebut sejatinya menguntungkan dirinya sebagai pedagang BBM eceran botol. “Kalau pertalite dilarang beli pakai drum, itu enak ke kami pedagang bensin botol,” jelasnya.
Sebab, persaingan antara pedagang BBM eceran botol dengan pertamini itu sama. Kebijakan baru dilarang membeli pertalite dengan drum tersebut diberlakukan per 1 Februari. Dia mengaku, saat pertalite diperbolehkan memakai drum, yang paling banyak membeli di SPBU adalah para pengusaha pertamini. “Kalau pom mini itu belinya banyak. Pakai mobil. Kami pedagang bensin botol beli pakai motor saja,” jelasnya.
Dwi mengaku, pembeli BBM eceran paling banyak adalah pertalite daripada pertamax. Dalam sehari saja, setidaknya bisa menjual 26 liter. Cara dia untuk mendapatkan pertalite, biasanya membeli pakai motornya dengan mengisi penuh tangki kendaraan. Selanjutnya dikuras. “Saya pakai motor NMAX. Itu sehari empat sampai lima kali mengisi full,” terangnya.
Sementara itu, Sales Brand Manager (SBM) Pertamina area Jember, Lumajang, dan Bondowoso, Agung Surya Pranata mengatakan, kebijakan pelarangan pembelian pertalite pakai drum berasal dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Sebenarnya aturan dilarang beli BBM dengan drum itu sudah lama, sekitar 2017 lalu, dan penerapannya bertahap,” terangnya.
Dia menjelaskan, peraturan terbaru tentang pembelian pertalite di SPBU tersebut karena untuk mendekatkan pengecer bensin agar menjual BBM yang ramah lingkungan. Merujuk dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), pemerintah menerapkan penggunaan BBM tipe euro 4 atau setara BBM dengan oktan 91 ke atas. Sementara, untuk pertalite sendiri, oktannya masih di angka 90, sedangkan pertamax 91.
Karena itu, kata dia, pedagang BBM eceran yang mau beli dengan drum tetap diperbolehkan. “Tetap boleh, tapi khusus untuk pembelian pertamax, ataupun pertamax turbo saja. Sementara premium dan pertalite dilarang,” paparnya. Dia menegaskan, bila terdapat SPBU yang tetap melayani pembelian pertalite dengan drum, maka SPBU tersebut akan mendapatkan evaluasi.
Agung menambahkan, Pertashop mitra resmi dari Pertamina juga tidak menjual pertalite, tapi pertamax ataupun pertamax turbo saja. Setidaknya pada awal Februari kemarin, Pertashop sudah ada 113 unit di Indonesia. Sementara, di Jember masih ada dua, yaitu di Desa Klompangan, Kecamatan Ajung, dan Desa Kemiri, Kecamatan Panti. “Meski baru dua, tapi sudah ada yang telah mengajukan Pertashop,” jelasnya.
Sementara itu, Sekretaris Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas) Bambang Utoro, dalam acara BPH Migas Goes to Campus di Universitas Jember, beberapa waktu lalu, mengutarakan, pada tahun 2020 kuota BBM subsidi tidak semua terserap seratus persen.
Untuk solar subsidi tahun lalu kuotanya 15,31 juta kilo liter dan terserap sekitar 14 juta kilo liter atau hanya 91 persen. Sementara untuk premium ada 11 juta kiloliter dan terserap 8,44 juta kiloliter atau 77 persen. Sedangkan untuk minyak tanah juga hanya terserap 85 persen dari kuota 560 ribu kilo liter, yakni terserap 470 ribu liter. “Menurunnya serapan tersebut tidak lain karena pandemi korona, lantaran pergerakan manusia terbatas,” jelasnya.
Jember, kata dia, tidak jauh berbeda. BBM solar subsidi kuotanya sebanyak 79.561 liter, namun hanya 77.119 liter yang digunakan, atau terpakai sebanyak 97 persen. “Sementara, untuk premium di Jember tersalurkan sebanyak 40.184 liter dari 56.236 liter premium subsidi yang kami sediakan, atau terpakai 71 persen saja. Semua BBM subsidi tersebut telah disalurkan melalui enam belas SPBU,” pungkasnya.
Jurnalis : Dwi Siswanto
Fotografer : Dwi Siswanto
Redaktur : Mahrus Sholih