26.8 C
Jember
Sunday, 2 April 2023

Hotel Bingung Tanggung Operasional Kalau PPKM Terus

Mobile_AP_Rectangle 1

KALIWATES, RADARJEMBER.ID – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berjilid-jilid sangat dirasakan oleh sektor jasa perhotelan. Bahkan, pihak hotel kelimpungan menutupi biaya operasional karena tingkat hunian kamar terus merosot. Kini, tingkat okupansi hotel tak sampai 20 persen dari total jumlah kamar yang tersedia.

“Di  Kabupaten Jember sendiri hotel dan restoran sekarang sepi. Bahkan ada restoran yang terpaksa tutup karena penerapan PPKM. Sebelum diberlakukan PPKM, okupansi hotel tidak separah ini dan bisa mencapai 30 sampai 40 persen,” kata Tegoeh Soeprajitno, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jember, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, PPKM serta pemberlakuan jam malam, kemudian disusul pemadaman lampu penerangan jalan umum (PJU), membuat orang mengurungkan niat untuk bermalam di hotel atau sekadar menikmati hidangan di restoran. Apalagi akses jalan ke arah kota ditutup, praktis mobilitas orang semakin berkurang. “Jam kerja pegawai hotel dan restoran pun disesuaikan keadaan karena tidak ada tamu. Pekerja tidak masuk full seminggu. Mereka setiap bulan tetap menerima gaji, namun dikurangi,” ungkapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pemilik hotel di Jalan Gajahmada, Kaliwates, itu menegaskan, kini beban hotel dan restoran sangat berat gara-gara PPKM. Beban operasional tetap tinggi, sementara perolehan pendapatan minim karena tidak ada tamu yang menggunakan jasa hotel. Selain menggaji pegawai, hotel juga harus mengeluarkan anggaran tiap bulan untuk air dan listrik.

General manager (GM) hotel di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Taufik, membenarkan hal itu. Di tempat dia bekerja, tamu hotel selama satu minggu bisa dihitung jari. Apalagi di situasi sulit seperti ini, hotel berbintang mulai menurunkan tarif untuk menggaet tamu sehingga nasib hotel melati semakin terancam. “Kami berharap situasi kembali normal. Dan, bila tetap seperti ini, industri pariwisata bisa mati. Karena tidak ada orang menginap di hotel dan makan di restoran,” tukasnya.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

KALIWATES, RADARJEMBER.ID – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berjilid-jilid sangat dirasakan oleh sektor jasa perhotelan. Bahkan, pihak hotel kelimpungan menutupi biaya operasional karena tingkat hunian kamar terus merosot. Kini, tingkat okupansi hotel tak sampai 20 persen dari total jumlah kamar yang tersedia.

“Di  Kabupaten Jember sendiri hotel dan restoran sekarang sepi. Bahkan ada restoran yang terpaksa tutup karena penerapan PPKM. Sebelum diberlakukan PPKM, okupansi hotel tidak separah ini dan bisa mencapai 30 sampai 40 persen,” kata Tegoeh Soeprajitno, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jember, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, PPKM serta pemberlakuan jam malam, kemudian disusul pemadaman lampu penerangan jalan umum (PJU), membuat orang mengurungkan niat untuk bermalam di hotel atau sekadar menikmati hidangan di restoran. Apalagi akses jalan ke arah kota ditutup, praktis mobilitas orang semakin berkurang. “Jam kerja pegawai hotel dan restoran pun disesuaikan keadaan karena tidak ada tamu. Pekerja tidak masuk full seminggu. Mereka setiap bulan tetap menerima gaji, namun dikurangi,” ungkapnya.

Pemilik hotel di Jalan Gajahmada, Kaliwates, itu menegaskan, kini beban hotel dan restoran sangat berat gara-gara PPKM. Beban operasional tetap tinggi, sementara perolehan pendapatan minim karena tidak ada tamu yang menggunakan jasa hotel. Selain menggaji pegawai, hotel juga harus mengeluarkan anggaran tiap bulan untuk air dan listrik.

General manager (GM) hotel di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Taufik, membenarkan hal itu. Di tempat dia bekerja, tamu hotel selama satu minggu bisa dihitung jari. Apalagi di situasi sulit seperti ini, hotel berbintang mulai menurunkan tarif untuk menggaet tamu sehingga nasib hotel melati semakin terancam. “Kami berharap situasi kembali normal. Dan, bila tetap seperti ini, industri pariwisata bisa mati. Karena tidak ada orang menginap di hotel dan makan di restoran,” tukasnya.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

KALIWATES, RADARJEMBER.ID – Kebijakan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berjilid-jilid sangat dirasakan oleh sektor jasa perhotelan. Bahkan, pihak hotel kelimpungan menutupi biaya operasional karena tingkat hunian kamar terus merosot. Kini, tingkat okupansi hotel tak sampai 20 persen dari total jumlah kamar yang tersedia.

“Di  Kabupaten Jember sendiri hotel dan restoran sekarang sepi. Bahkan ada restoran yang terpaksa tutup karena penerapan PPKM. Sebelum diberlakukan PPKM, okupansi hotel tidak separah ini dan bisa mencapai 30 sampai 40 persen,” kata Tegoeh Soeprajitno, Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jember, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, PPKM serta pemberlakuan jam malam, kemudian disusul pemadaman lampu penerangan jalan umum (PJU), membuat orang mengurungkan niat untuk bermalam di hotel atau sekadar menikmati hidangan di restoran. Apalagi akses jalan ke arah kota ditutup, praktis mobilitas orang semakin berkurang. “Jam kerja pegawai hotel dan restoran pun disesuaikan keadaan karena tidak ada tamu. Pekerja tidak masuk full seminggu. Mereka setiap bulan tetap menerima gaji, namun dikurangi,” ungkapnya.

Pemilik hotel di Jalan Gajahmada, Kaliwates, itu menegaskan, kini beban hotel dan restoran sangat berat gara-gara PPKM. Beban operasional tetap tinggi, sementara perolehan pendapatan minim karena tidak ada tamu yang menggunakan jasa hotel. Selain menggaji pegawai, hotel juga harus mengeluarkan anggaran tiap bulan untuk air dan listrik.

General manager (GM) hotel di Jalan Kalimantan, Kecamatan Sumbersari, Taufik, membenarkan hal itu. Di tempat dia bekerja, tamu hotel selama satu minggu bisa dihitung jari. Apalagi di situasi sulit seperti ini, hotel berbintang mulai menurunkan tarif untuk menggaet tamu sehingga nasib hotel melati semakin terancam. “Kami berharap situasi kembali normal. Dan, bila tetap seperti ini, industri pariwisata bisa mati. Karena tidak ada orang menginap di hotel dan makan di restoran,” tukasnya.

Reporter : Winardyasto

Fotografer : Winardyasto

Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca