PANDEMI Covid-19 tak menyurutkan semangat pelaku UMKM untuk terus menjual produk unggulannya. Seperti yang dilakukan Siti Istiana, pemilik usaha warung mi mocaf atau mi berbahan tepung singkong yang terletak di Dusun Krajan, Desa Ampel, Kecamatan Wuluhan.
Memanfaatkan teras rumahnya, wanita yang akrab disapa Nana ini memulai usahanya sejak setahun lalu. Tepatnya November 2020. Sebelumnya, dia tak pernah memiliki rencana untuk berjualan mi mocaf. Namun, karena ajakan bapaknya untuk ikut pelatihan pembuatan mi, ia pun mencoba dan mulai mengetahui cara membuat mi mocaf. “Gara-gara diajak bapakku pelatihan pembuatan mi. Aku belum tahu pelatihannya mi apa, ternyata mi mocaf. Ternyata di Jember itu mi mocaf hanya ada beberapa. Itu pun di wilayah kota,” tuturnya.
Seusai mengikuti pelatihan, tiba-tiba perempuan 25 tahun ini dibelikan mesin pembuat mi, serta perlengkapan dagang seperti mangkuk dan sendok, lengkap dengan bahan untuk membuat mi. “Belinya tidak tanggung-tanggung. Kalau tidak salah 70 atau 80 mangkuk. Jadi, semuanya langsung disediakan sama bapak. Soalnya aku habis gulung tikar dari usahaku sebelumnya,” tutur Nana, yang dulunya sempat berjualan buket bunga di area kampusnya itu.
Mi mocaf merupakan mi yang terbuat dari tepung singkong yang diproses fermentasi. Bentuknya sama persis dengan mi pada umumnya. Namun, rasanya lebih sedap dan teksturnya lebih keras. Sebab, mi ini rendah gluten, kaya kalsium juga serat.
Selain manfaatnya, mi sehat ini juga agak sulit pembuatannya, karena teksturnya yang agak keras. “Ciri khas rasanya hampir sama seperti mi biasanya. Cuma yang tidak sama dengan mi lainnya, itu rendah gluten, tidak ada MSG. Karena aku juga tidak pakai garam sama sekali. Hanya pakai kaldu jamur,” ungkapnya.
Sejak awal buka, warung mi milik Nana itu langsung ramai didatangi pembeli dari berbagai kecamatan. Sebab, rasa dan manfaatnya yang tak bisa didapatkan dalam mi pada umumnya. “Banyak orang datang karena penasaran. Mi singkong itu kayak apa sih. Jadi, alhamdulillah orang yang ngerasain manfaatnya itu pasti balik lagi. Karena mi yang aku jual beda dengan mi yang lain,” imbuhnya.
Meski banyak mendapat pelanggan, namun prinsip yang ia gunakan saat berjualan ialah untuk mengubah cara pandang masyarakat. Terutama agar masyarakat lebih memperhatikan kesehatan dengan tetap mengonsumsi makanan yang lezat. “Untuk sekarang aku bukan berbisnis dulu. Soalnya itu yang diajarkan sama bapakku, karena mocaf ini masih baru di tengah masyarakat. Jadi, bagaimana masyarakat itu berubah pola pikirnya kalau mocaf itu bisa menggantikan mi lainnya,” katanya.
Satu porsi mi mocaf harganya hanya Rp 5.000, lengkap dengan berbagai topping. Seperti ayam suwir, sawi, bawang goreng, acar, dan seledri. Dalam sehari, Nana mampu menghabiskan mi mocaf 100 hingga 200 mangkuk. Atau menghasilkan omzet antara Rp 2 juta hingga Rp 3 juta.
Namun, sejak diberlakukannya PPKM, omzetnya turun drastis menjadi Rp 500 ribu hingga Rp 600 ribu. “Kalau dibilang provit, ya, provit. Tapi, tidak sesuai dengan provit yang aku inginkan. Jadi, niatnya menyadarkan masyarakat untuk beralih ke mocaf karena lebih sehat,” pungkasnya.
Reporter : Delfi Nihayah
Fotografer : Siti Istiana For Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih