23.9 C
Jember
Thursday, 23 March 2023

Hanya Satu Usaha Laundry di Jember Ajukan Izin Lingkungan

Industri laundry tersebut seharusnya memiliki IPAL, karena memiliki karakteristik limbah sehingga memerlukan pengolahan yang baik sebelum dibuang

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Air bersih yang merupakan salah satu sumber daya alam (SDA) kian lama kondisinya semakin menipis. Penyebabnya karena terjadi pencemaran pada tanah dari limbah pembuangan. Mulai dari limbah domestik rumah tangga hingga maraknya laundry. Sayangnya, dari sekian banyak usaha laundry, hanya satu saja yang mengajukan verifikasi izin lingkungan.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Jember (Unej), Audiananti Meganandi Kartini, mengatakan, saat ini kondisi air sumur sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Berbeda dengan dulu. Sebab, makin banyak pencemaran dari limbah mandi, cuci, dan kakus (MCK) yang langsung masuk ke selokan dan mencemari tanah.

Ditambah saat ini, kata dia, semakin maraknya usaha jasa laundry yang sebagian besar tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). “Padahal industri seperti laundry tersebut sudah seharusnya memiliki IPAL, karena memiliki karakteristik limbah memerlukan pengolahan yang baik sebelum dibuang,” terangnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Jumlah mahasiswanya yang tiap tahun bertambah, maka usaha laundry juga ikut meningkat.  Karena ada pangsa pasar dari mahasiswa yang tidak mencuci. “Coba bayangkan ada berapa kilogram pakaian mahasiswa yang dicuci per hari. Sedangkan, laundry menggunakan detergen dan pewangi yang saluran selokannya rusak, sehingga mencemari air tanah,” jelas perempuan lulusan Magister Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, itu.

IPAL, kata dia, yang seharusnya dimiliki diawali dengan mengetahui karakteristik limbahnya. Sebab, setiap limbah memiliki ambang batas atau baku mutu yang telah diatur dalam undang-undang. Di antaranya limbah laundry terdapat parameter yang harus dicapai dengan melakukan pengujian. Agar nantinya diketahui yang perlu di-treatment. “Biasanya kalau laundry rata-rata berkaitan dengan kandungan chemical oxygen demand dan kadar pH sebelum limbah dibuang. Treatment-nya akan berbeda. supaya limbah ini bisa aman untuk lingkungan,” paparnya.

Perlu diketahui, chemical oxygen demand atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan limbah yang terkandung dalam air. Agar nantinya, berdasarkan pengujian, apabila makin rendah COD, maka kualitas air semakin baik atau air semakin bersih.

Dari hasil penelitian dan pemantauan Audiananti, saat ini di Jember belum ada IPAL untuk industri laundry. Dirinya menyarankan untuk bisa dibuatkan IPAL terpadu. Seperti halnya satu kawasan dengan berbagai industri laundry maupun rumah tangga, yang dapat dibuatkan satu IPAL. “Idealnya seperti itu. Karena kalau satu rumah maupun satu usaha laundry satu IPAL itu tidak memungkinkan. Sehingga sudah harus dipikirkan juga oleh pemerintah,” jelasnya.

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, Eka Agustina, menuturkan, berkaitan dengan perizinan pendirian laundry, berdasarkan aturan, perlu memiliki nomor induk berusaha (NIB). Pada NIB tersebut terdapat salah satu aspek yang berkaitan dengan perizinan lingkungan hidup. “Jadi, tidak semua yang mengajukan NIB akan kami verifikasi izin lingkungannya. Tapi perlu ada arahan dari Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP, Red),” terangnya.

Sejauh ini, kata dia, hanya terdapat satu usaha laundry yang mengajukan verifikasi izin lingkungan. Yakni, laundry di salah satu fasilitas kesehatan. Dia mengakui, perizinan dalam berusaha perlu diperbarui. Sebab, banyak usaha yang awalnya berdiri toko, namun beralih menjadi usaha laundry. Tanpa ada pengajuan pembaharuan izin. “Jadi, di keterangan izin lingkungan SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan, Red) itu bunyinya masih toko. Seharusnya perlu dilaporkan ke kami untuk diperbarui surat izinnya dan kami verifikasi. Apakah telah memenuhi syarat lingkungan untuk mendirikan laundry atau tidak,” pungkasnya. (ben/c2/dwi)

- Advertisement -

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Air bersih yang merupakan salah satu sumber daya alam (SDA) kian lama kondisinya semakin menipis. Penyebabnya karena terjadi pencemaran pada tanah dari limbah pembuangan. Mulai dari limbah domestik rumah tangga hingga maraknya laundry. Sayangnya, dari sekian banyak usaha laundry, hanya satu saja yang mengajukan verifikasi izin lingkungan.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Jember (Unej), Audiananti Meganandi Kartini, mengatakan, saat ini kondisi air sumur sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Berbeda dengan dulu. Sebab, makin banyak pencemaran dari limbah mandi, cuci, dan kakus (MCK) yang langsung masuk ke selokan dan mencemari tanah.

Ditambah saat ini, kata dia, semakin maraknya usaha jasa laundry yang sebagian besar tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). “Padahal industri seperti laundry tersebut sudah seharusnya memiliki IPAL, karena memiliki karakteristik limbah memerlukan pengolahan yang baik sebelum dibuang,” terangnya.

Jumlah mahasiswanya yang tiap tahun bertambah, maka usaha laundry juga ikut meningkat.  Karena ada pangsa pasar dari mahasiswa yang tidak mencuci. “Coba bayangkan ada berapa kilogram pakaian mahasiswa yang dicuci per hari. Sedangkan, laundry menggunakan detergen dan pewangi yang saluran selokannya rusak, sehingga mencemari air tanah,” jelas perempuan lulusan Magister Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, itu.

IPAL, kata dia, yang seharusnya dimiliki diawali dengan mengetahui karakteristik limbahnya. Sebab, setiap limbah memiliki ambang batas atau baku mutu yang telah diatur dalam undang-undang. Di antaranya limbah laundry terdapat parameter yang harus dicapai dengan melakukan pengujian. Agar nantinya diketahui yang perlu di-treatment. “Biasanya kalau laundry rata-rata berkaitan dengan kandungan chemical oxygen demand dan kadar pH sebelum limbah dibuang. Treatment-nya akan berbeda. supaya limbah ini bisa aman untuk lingkungan,” paparnya.

Perlu diketahui, chemical oxygen demand atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan limbah yang terkandung dalam air. Agar nantinya, berdasarkan pengujian, apabila makin rendah COD, maka kualitas air semakin baik atau air semakin bersih.

Dari hasil penelitian dan pemantauan Audiananti, saat ini di Jember belum ada IPAL untuk industri laundry. Dirinya menyarankan untuk bisa dibuatkan IPAL terpadu. Seperti halnya satu kawasan dengan berbagai industri laundry maupun rumah tangga, yang dapat dibuatkan satu IPAL. “Idealnya seperti itu. Karena kalau satu rumah maupun satu usaha laundry satu IPAL itu tidak memungkinkan. Sehingga sudah harus dipikirkan juga oleh pemerintah,” jelasnya.

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, Eka Agustina, menuturkan, berkaitan dengan perizinan pendirian laundry, berdasarkan aturan, perlu memiliki nomor induk berusaha (NIB). Pada NIB tersebut terdapat salah satu aspek yang berkaitan dengan perizinan lingkungan hidup. “Jadi, tidak semua yang mengajukan NIB akan kami verifikasi izin lingkungannya. Tapi perlu ada arahan dari Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP, Red),” terangnya.

Sejauh ini, kata dia, hanya terdapat satu usaha laundry yang mengajukan verifikasi izin lingkungan. Yakni, laundry di salah satu fasilitas kesehatan. Dia mengakui, perizinan dalam berusaha perlu diperbarui. Sebab, banyak usaha yang awalnya berdiri toko, namun beralih menjadi usaha laundry. Tanpa ada pengajuan pembaharuan izin. “Jadi, di keterangan izin lingkungan SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan, Red) itu bunyinya masih toko. Seharusnya perlu dilaporkan ke kami untuk diperbarui surat izinnya dan kami verifikasi. Apakah telah memenuhi syarat lingkungan untuk mendirikan laundry atau tidak,” pungkasnya. (ben/c2/dwi)

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – Air bersih yang merupakan salah satu sumber daya alam (SDA) kian lama kondisinya semakin menipis. Penyebabnya karena terjadi pencemaran pada tanah dari limbah pembuangan. Mulai dari limbah domestik rumah tangga hingga maraknya laundry. Sayangnya, dari sekian banyak usaha laundry, hanya satu saja yang mengajukan verifikasi izin lingkungan.

Dosen Teknik Lingkungan Universitas Jember (Unej), Audiananti Meganandi Kartini, mengatakan, saat ini kondisi air sumur sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Berbeda dengan dulu. Sebab, makin banyak pencemaran dari limbah mandi, cuci, dan kakus (MCK) yang langsung masuk ke selokan dan mencemari tanah.

Ditambah saat ini, kata dia, semakin maraknya usaha jasa laundry yang sebagian besar tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). “Padahal industri seperti laundry tersebut sudah seharusnya memiliki IPAL, karena memiliki karakteristik limbah memerlukan pengolahan yang baik sebelum dibuang,” terangnya.

Jumlah mahasiswanya yang tiap tahun bertambah, maka usaha laundry juga ikut meningkat.  Karena ada pangsa pasar dari mahasiswa yang tidak mencuci. “Coba bayangkan ada berapa kilogram pakaian mahasiswa yang dicuci per hari. Sedangkan, laundry menggunakan detergen dan pewangi yang saluran selokannya rusak, sehingga mencemari air tanah,” jelas perempuan lulusan Magister Teknik Lingkungan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, itu.

IPAL, kata dia, yang seharusnya dimiliki diawali dengan mengetahui karakteristik limbahnya. Sebab, setiap limbah memiliki ambang batas atau baku mutu yang telah diatur dalam undang-undang. Di antaranya limbah laundry terdapat parameter yang harus dicapai dengan melakukan pengujian. Agar nantinya diketahui yang perlu di-treatment. “Biasanya kalau laundry rata-rata berkaitan dengan kandungan chemical oxygen demand dan kadar pH sebelum limbah dibuang. Treatment-nya akan berbeda. supaya limbah ini bisa aman untuk lingkungan,” paparnya.

Perlu diketahui, chemical oxygen demand atau COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan limbah yang terkandung dalam air. Agar nantinya, berdasarkan pengujian, apabila makin rendah COD, maka kualitas air semakin baik atau air semakin bersih.

Dari hasil penelitian dan pemantauan Audiananti, saat ini di Jember belum ada IPAL untuk industri laundry. Dirinya menyarankan untuk bisa dibuatkan IPAL terpadu. Seperti halnya satu kawasan dengan berbagai industri laundry maupun rumah tangga, yang dapat dibuatkan satu IPAL. “Idealnya seperti itu. Karena kalau satu rumah maupun satu usaha laundry satu IPAL itu tidak memungkinkan. Sehingga sudah harus dipikirkan juga oleh pemerintah,” jelasnya.

Fungsional Pengendali Dampak Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jember, Eka Agustina, menuturkan, berkaitan dengan perizinan pendirian laundry, berdasarkan aturan, perlu memiliki nomor induk berusaha (NIB). Pada NIB tersebut terdapat salah satu aspek yang berkaitan dengan perizinan lingkungan hidup. “Jadi, tidak semua yang mengajukan NIB akan kami verifikasi izin lingkungannya. Tapi perlu ada arahan dari Dinas Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP, Red),” terangnya.

Sejauh ini, kata dia, hanya terdapat satu usaha laundry yang mengajukan verifikasi izin lingkungan. Yakni, laundry di salah satu fasilitas kesehatan. Dia mengakui, perizinan dalam berusaha perlu diperbarui. Sebab, banyak usaha yang awalnya berdiri toko, namun beralih menjadi usaha laundry. Tanpa ada pengajuan pembaharuan izin. “Jadi, di keterangan izin lingkungan SPPL (surat pernyataan pengelolaan lingkungan, Red) itu bunyinya masih toko. Seharusnya perlu dilaporkan ke kami untuk diperbarui surat izinnya dan kami verifikasi. Apakah telah memenuhi syarat lingkungan untuk mendirikan laundry atau tidak,” pungkasnya. (ben/c2/dwi)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca

/