JEMBER, RADARJEMBER.ID- Kamis, di tengah suasana gerimis, beberapa pemuda tampak asyik berkumpul di suatu bangunan bekas Kantor Dinas Sosial Jember. Di tempat yang kini menjadi gedung Jember Kreatif Lab itu, pria paruh baya bertopi koboi abu-abu terlihat nimbrung di tengah-tengah kawula muda. Mereka sepertinya sama-sama tengah menanti sebuah pergelaran kebudayaan.
Sore berganti petang. Yang dinanti akhirnya datang. Pergelaran dimulai. Ucapan salam terdengar dari pemandu acara. Suara lelaki yang mengenakan pakaian khas Jember itu terganggu oleh suara mesin dari kendaraan yang menderu. Maklum, gedung yang menjadi tempat acara mepet dengan jalan raya.
Kembali pada sosok lelaki paruh baya tadi. Ia dikenal dengan sebutan Ayah Oong. Seorang budayawan nasional asal Mumbulsari, Jember. Ia dikenal dengan berbagai karya sastra puisi dan renungannya yang mampu membawa orang-orang hanyut di dalamnya. Ia duduk di panggung dan berbicara tentang perempuan dan ibu. Sosok dalam agama yang begitu dijunjung tinggi dan dihormati. Tiga derajat dari pasangannya, ayah.
“Tidak ada satupun agama atau adat kesukuan yang mengajarkan perlakuan tidak baik kepada seorang ibu,” ucapnya. Seluruh penonton menyimak seksama.
Dia berkata, ibu adalah sosok manusia. Perempuan. Dan fakta tentang kesenjangan perlakuan kepada perempuan selalu mendapat perhatian lebih dari publik. Seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pelecehan seksual dan lain sebagainya. Ini bukti, bahwa perempuan memiliki pengaruh penting terhadap peradaban.
Kasus pelecehan seksual terhadap perempuan tambah hari makin marak. Kian lama makin banyak. Padahal, perempuan seharusnya memiliki keistimewaan tersendiri dalam berjalannya kehidupan. Ayah Oong kemudian membahas fenomena itu. Membandingkannya dengan hewan.
“Jika pelecehan seksual terhadap perempuan karena si perempuannya tidak bisa menjaga auratnya dengan berpakaian minim, maka seharusnya sapi jantan akan lebih ganas pada sapi betina. Anda semua pasti tahu kalau sapi betina tidak pernah memakai pakaian, kan?” ujarnya.
Ayah Oong kembali menegaskan, penyebab maraknya kasus itu adalah karena tidak ada keberkahan dalam akalnya. Seorang manusia akan meningkat derajatnya karena memiliki ilmu, asupan untuk akalnya. Tetapi jika cara yang dilalui untuk menempuh ilmu itu tidak berkah, maka sia-sialah. Akalnya ada, tapi tak berguna.