24.9 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Pencipta Lagu Campursari di Jember Banting Setir jadi Kekinian

Konsisten Gubah Lagu, Usung Kearifan Lokal Jember

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – HIASAN wayang kulit menghiasi dinding ruang tamu kediaman Supartu. Kecintaannya terhadap budaya Jawa tidak sekadar dilampiaskan dalam bentuk dekorasi rumah. Pria yang lebih akrab disapa Kang Partu tersebut juga turut menghiasi dunianya lewat gubahan lagu Jawa dengan genre campursari.

Di depan layar komputer, Supartu layaknya anak muda saja. Pria 60 tahun yang telah memiliki empat cucu itu juga mengenakan headphonet. Jari Supartu begitu akrab dengan mouse dan keyboard. Lewat komputer tersebut, Supartu tidak sekadar menikmati lagu atau kegiatan mengetik semata. Tapi, dirinya juga mulai melakukan editing video dan siap untuk diunggah di media sosial. “Wah, karena pandemi, bisa belajar semua hal. Termasuk editing video, ada enam video selama pandemi ini,” katanya.

Lewat kanal YouTube Partu Channel tersebut, karya campursarinya bisa dinikmati khalayak di seluruh dunia. Bahkan, pada 2020 lalu, karya campursari ciptaan Kang Partu menjadi juara satu dalam ajang cipta lagu daerah yang digelar Dewan Kesenian Jatim.

Mobile_AP_Rectangle 2

Supartu sejatinya mulai menciptakan lagu saat duduk di bangku perguruan tinggi. “Kalau dulu sarananya tidak memungkinkan,” imbuhnya. Pria asal Banyuwangi itu juga sempat menciptakan lagu Banyuwangian tahun 2000 juga 2006.

Sempat menjadi penyiar radio dan beken karena memandu segmen campursari membawa wawasan Supartu tentang lagu campursari. Karenanya, tahun 2012 menjadi awal dirinya untuk terus produktif produksi lagu daerah.

Salah satu tembang karya Partu yang mengingatkan tentang Jember yaitu berjudul Gumuk. Gumuke padha ambruk, lemahe digawe uruq, dikrawuki cakar wesi, wis jugruk raisa bali. Gumuke dadi rata, wit-witan wisa ora ana, didusiri dadi pasir, yen udan dadine banjir. Begitulah syair pembuka bahasa Jawa dari lagu tersebut.

Dalam Bahasa Indonesia, sepenggal syair lagu tersebut menggambarkan kondisi gumuk di Jember yang telah runtuh, tanah telah dibuat uruk, telah dihancurkan oleh cakar besi, telah runtuh dan tidak bisa kembali. Gumuknya menjadi datar, pohon-pohon menghilang dan berubah menjadi pasir, jika hujan berubah menjadi banjir.

Menurutnya, gumuk adalah suatu hal yang unik dan sejatinya menjadi potensi di Jember. Bahkan, Jember pernah dijuluki Kota Seribu Gumuk. Kehadiran gumuk juga membawa peningkatan kondisi pertanian Jember yang luar biasa, termasuk tembakaunya. “Di kota saja ada gumuk,” katanya. Gundukan tanah yang menjulang seperti bukit tersebut bisa dinikmati di pusat kota sekalipun.

Namun, seiring berjalannya waktu, keunikan dan potensi gumuk tersebut hilang. Hilang akibat dikeruk dan diambil pasir serta bebatuannya. Kondisi ini dia tuangkan dalam setiap syair dan bait lagu Gumuk ciptaan Partu.

Tidak hanya Gumuk yang menggugah tentang kondisi lingkungan di Jember. Ada pula lagu berjudul Meru Betiri, yang merupakan kawasan taman nasional di selatan Jember dan Banyuwangi. “Meru Betiri itu berbicara tentang kelestarian alam. Ada satu tempat yang masih dipelihara kelestariannya, yaitu Meru Betiri,” ucapnya.

Lagu tersebut juga pernah masuk 10 besar dalam lomba cipta karya lagu daerah yang digelar Dinas Pariwisata Jatim, tahun 2012 silam. Tak berhenti di sana, kreasi Partu berjudul Londo Jepang dan Angkoro juga kembali masuk 20 besar pada 2013 dan 2014.

Reporter : Dwi Siswanto

Fotografer : Dwi Siswanto

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

- Advertisement -

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – HIASAN wayang kulit menghiasi dinding ruang tamu kediaman Supartu. Kecintaannya terhadap budaya Jawa tidak sekadar dilampiaskan dalam bentuk dekorasi rumah. Pria yang lebih akrab disapa Kang Partu tersebut juga turut menghiasi dunianya lewat gubahan lagu Jawa dengan genre campursari.

Di depan layar komputer, Supartu layaknya anak muda saja. Pria 60 tahun yang telah memiliki empat cucu itu juga mengenakan headphonet. Jari Supartu begitu akrab dengan mouse dan keyboard. Lewat komputer tersebut, Supartu tidak sekadar menikmati lagu atau kegiatan mengetik semata. Tapi, dirinya juga mulai melakukan editing video dan siap untuk diunggah di media sosial. “Wah, karena pandemi, bisa belajar semua hal. Termasuk editing video, ada enam video selama pandemi ini,” katanya.

Lewat kanal YouTube Partu Channel tersebut, karya campursarinya bisa dinikmati khalayak di seluruh dunia. Bahkan, pada 2020 lalu, karya campursari ciptaan Kang Partu menjadi juara satu dalam ajang cipta lagu daerah yang digelar Dewan Kesenian Jatim.

Supartu sejatinya mulai menciptakan lagu saat duduk di bangku perguruan tinggi. “Kalau dulu sarananya tidak memungkinkan,” imbuhnya. Pria asal Banyuwangi itu juga sempat menciptakan lagu Banyuwangian tahun 2000 juga 2006.

Sempat menjadi penyiar radio dan beken karena memandu segmen campursari membawa wawasan Supartu tentang lagu campursari. Karenanya, tahun 2012 menjadi awal dirinya untuk terus produktif produksi lagu daerah.

Salah satu tembang karya Partu yang mengingatkan tentang Jember yaitu berjudul Gumuk. Gumuke padha ambruk, lemahe digawe uruq, dikrawuki cakar wesi, wis jugruk raisa bali. Gumuke dadi rata, wit-witan wisa ora ana, didusiri dadi pasir, yen udan dadine banjir. Begitulah syair pembuka bahasa Jawa dari lagu tersebut.

Dalam Bahasa Indonesia, sepenggal syair lagu tersebut menggambarkan kondisi gumuk di Jember yang telah runtuh, tanah telah dibuat uruk, telah dihancurkan oleh cakar besi, telah runtuh dan tidak bisa kembali. Gumuknya menjadi datar, pohon-pohon menghilang dan berubah menjadi pasir, jika hujan berubah menjadi banjir.

Menurutnya, gumuk adalah suatu hal yang unik dan sejatinya menjadi potensi di Jember. Bahkan, Jember pernah dijuluki Kota Seribu Gumuk. Kehadiran gumuk juga membawa peningkatan kondisi pertanian Jember yang luar biasa, termasuk tembakaunya. “Di kota saja ada gumuk,” katanya. Gundukan tanah yang menjulang seperti bukit tersebut bisa dinikmati di pusat kota sekalipun.

Namun, seiring berjalannya waktu, keunikan dan potensi gumuk tersebut hilang. Hilang akibat dikeruk dan diambil pasir serta bebatuannya. Kondisi ini dia tuangkan dalam setiap syair dan bait lagu Gumuk ciptaan Partu.

Tidak hanya Gumuk yang menggugah tentang kondisi lingkungan di Jember. Ada pula lagu berjudul Meru Betiri, yang merupakan kawasan taman nasional di selatan Jember dan Banyuwangi. “Meru Betiri itu berbicara tentang kelestarian alam. Ada satu tempat yang masih dipelihara kelestariannya, yaitu Meru Betiri,” ucapnya.

Lagu tersebut juga pernah masuk 10 besar dalam lomba cipta karya lagu daerah yang digelar Dinas Pariwisata Jatim, tahun 2012 silam. Tak berhenti di sana, kreasi Partu berjudul Londo Jepang dan Angkoro juga kembali masuk 20 besar pada 2013 dan 2014.

Reporter : Dwi Siswanto

Fotografer : Dwi Siswanto

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

SUMBERSARI, RADARJEMBER.ID – HIASAN wayang kulit menghiasi dinding ruang tamu kediaman Supartu. Kecintaannya terhadap budaya Jawa tidak sekadar dilampiaskan dalam bentuk dekorasi rumah. Pria yang lebih akrab disapa Kang Partu tersebut juga turut menghiasi dunianya lewat gubahan lagu Jawa dengan genre campursari.

Di depan layar komputer, Supartu layaknya anak muda saja. Pria 60 tahun yang telah memiliki empat cucu itu juga mengenakan headphonet. Jari Supartu begitu akrab dengan mouse dan keyboard. Lewat komputer tersebut, Supartu tidak sekadar menikmati lagu atau kegiatan mengetik semata. Tapi, dirinya juga mulai melakukan editing video dan siap untuk diunggah di media sosial. “Wah, karena pandemi, bisa belajar semua hal. Termasuk editing video, ada enam video selama pandemi ini,” katanya.

Lewat kanal YouTube Partu Channel tersebut, karya campursarinya bisa dinikmati khalayak di seluruh dunia. Bahkan, pada 2020 lalu, karya campursari ciptaan Kang Partu menjadi juara satu dalam ajang cipta lagu daerah yang digelar Dewan Kesenian Jatim.

Supartu sejatinya mulai menciptakan lagu saat duduk di bangku perguruan tinggi. “Kalau dulu sarananya tidak memungkinkan,” imbuhnya. Pria asal Banyuwangi itu juga sempat menciptakan lagu Banyuwangian tahun 2000 juga 2006.

Sempat menjadi penyiar radio dan beken karena memandu segmen campursari membawa wawasan Supartu tentang lagu campursari. Karenanya, tahun 2012 menjadi awal dirinya untuk terus produktif produksi lagu daerah.

Salah satu tembang karya Partu yang mengingatkan tentang Jember yaitu berjudul Gumuk. Gumuke padha ambruk, lemahe digawe uruq, dikrawuki cakar wesi, wis jugruk raisa bali. Gumuke dadi rata, wit-witan wisa ora ana, didusiri dadi pasir, yen udan dadine banjir. Begitulah syair pembuka bahasa Jawa dari lagu tersebut.

Dalam Bahasa Indonesia, sepenggal syair lagu tersebut menggambarkan kondisi gumuk di Jember yang telah runtuh, tanah telah dibuat uruk, telah dihancurkan oleh cakar besi, telah runtuh dan tidak bisa kembali. Gumuknya menjadi datar, pohon-pohon menghilang dan berubah menjadi pasir, jika hujan berubah menjadi banjir.

Menurutnya, gumuk adalah suatu hal yang unik dan sejatinya menjadi potensi di Jember. Bahkan, Jember pernah dijuluki Kota Seribu Gumuk. Kehadiran gumuk juga membawa peningkatan kondisi pertanian Jember yang luar biasa, termasuk tembakaunya. “Di kota saja ada gumuk,” katanya. Gundukan tanah yang menjulang seperti bukit tersebut bisa dinikmati di pusat kota sekalipun.

Namun, seiring berjalannya waktu, keunikan dan potensi gumuk tersebut hilang. Hilang akibat dikeruk dan diambil pasir serta bebatuannya. Kondisi ini dia tuangkan dalam setiap syair dan bait lagu Gumuk ciptaan Partu.

Tidak hanya Gumuk yang menggugah tentang kondisi lingkungan di Jember. Ada pula lagu berjudul Meru Betiri, yang merupakan kawasan taman nasional di selatan Jember dan Banyuwangi. “Meru Betiri itu berbicara tentang kelestarian alam. Ada satu tempat yang masih dipelihara kelestariannya, yaitu Meru Betiri,” ucapnya.

Lagu tersebut juga pernah masuk 10 besar dalam lomba cipta karya lagu daerah yang digelar Dinas Pariwisata Jatim, tahun 2012 silam. Tak berhenti di sana, kreasi Partu berjudul Londo Jepang dan Angkoro juga kembali masuk 20 besar pada 2013 dan 2014.

Reporter : Dwi Siswanto

Fotografer : Dwi Siswanto

Editor : Lintang Anis Bena Kinanti

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca