KARANGANYAR, RADARJEMBER.ID – MINGGU sore kemarin, sejumlah bocah terlihat di sekitar rumah Eddy Siswanto, di jalan arah Watu Ulo, Desa Karanganyar, Kecamatan Ambulu. Masing-masing dari mereka membawa tas berisikan raket. Tak berselang lama, Eddy keluar dari rumahnya dan meminta anak-anak untuk segera bersiap melakukan pemanasan. “Ayo, ayo, siap-siap pemanasan,” pinta Eddy ke anak-anak didiknya.
Tak jauh dari rumahnya, ada dua gedung khusus. Satu gedung ia gunakan untuk latihan anak-anak bermain alat musik tradisional dan berlatih mendalang, sementara satu gedung lainnya digunakan bermain dan latihan badminton atau bulu tangkis. Di tempat itulah Eddy menggodok kemampuan anak-anak didiknya.
Kepada Jawa Pos Radar Jember, pria 47 tahun ini mengisahkan dua kesibukan yang dijalankannya itu. Awalnya, pada era 1994 hingga 1996 silam, nama Eddy sudah mulai beken di kalangan masyarakat Jember berkat jam terbangnya sebagai dalang wayang kulit.
Secara bersamaan, ia sering kali lesu dan letih selepas aktivitas mendalang. “Dari situ saya terpikir menambah kesibukan untuk kesehatan saya, dan dipilihlah main bulu tangkis,” ucapnya.

Awalnya, bermain bulu tangkis sekadar ikut-ikutan teman. Namun, lambat laun, seiring jam manggung yang kian tinggi, Eddy semakin menikmati untuk mengimbangi dengan olahraga bulu tangkis. Hingga pada era 1999–2000 lalu, pengalamannya bermain bulu tangkis sedikit demi sedikit ia tularkan. Bahkan, saat mulai banyak yang ikut berlatih, ia mendatangkan dua pelatih khusus bulu tangkis untuk membantu dirinya. “Awalnya dari teman-teman, lalu dirasa bagus, anak-anak sekolah ada yang ikut-ikutan. Dari situ kemudian anak-anak mulai berlatih rutin di tempat saya,” kenangnya.
Eddy membeberkan, model permainan bulu tangkis yang diajarkan sebenarnya sangat sederhana. Namun, ia memberikan didikan fisik, lalu mental, dan berlanjut ke keterampilan. Pertama, pebulu tangkis dianggapnya harus memantapkan fisik dengan cara senam minimal dua jam. Lalu, soal mental, ia kerap mengadakan sparing dengan tim bulu tangkis asal daerah lain untuk menguji mental anak asuhnya itu. “Karena ada anak-anak yang terkonsentrasi jadi atlet, tiap lomba pasti saya targetkan juara satu. Dan yang saya latih sekarang ini ada dua anak yang akan ikut Porprov Jatim,” terangnya, kemarin (6/9).
Menurut dia, bulu tangkis itu butuh fisik dan mental yang tangguh. Sebab, model bermainnya zig-zag dan cepat. Karena itu, latihan fisik yang dijalani anak asuhnya sebenarnya lebih mengarah pada melenturkan tubuh, mengisi, dan untuk kekokohan. “Beda dengan latihan fitness yang harus membentuk. Kalau latihan fisik bulu tangkis ini hanya mengisi agar lentur, karena permainannya zig-zag dan itu sangat menguras tenaga,” terang ayah empat anak ini.
Tak hanya melatih, dia juga mencontohkan bagaimana latihan fisik tersebut. Biasanya, Eddy melakukan latihan fisik sendiri saat malam hari atau siang. Bahkan, berlari tujuh kali putaran keliling lapangan atau melompat dalam menepis bola bulu tangkis, dia mengaku masih mampu.
Kini, ada 25 anak asuhnya di bulu tangkis. Mulai dari siswa PAUD, SD, SMP, hingga SMA. Mereka setiap pekan berlatih tiga kali. Pada tiap Selasa, Jumat, dan Minggu. Di sela-sela waktu itu, lantas bagaimana dengan kesibukan dalang dan melatih anak-anak mendalang? “Latihan dalang pada malam harinya,” jawab Eddy.
Dipilihnya waktu malam itu bukan tanpa alasan. Sebab, ada beberapa anak asuhnya yang mengikuti jejak Eddy, menjadi dalang sekaligus pemain badminton. Bahkan, anak ketiga dan anak keempat Eddy juga mengikuti jejak ayahnya menjadi dalang. Juga beberapa muridnya dari luar daerah seperti Banyuwangi.
Dalam melatih anak-anak bermain wayang, baginya ada muatan penting yang diajarkan. Eddy sendiri mengaku sudah menaruh hati pada salah satu warisan budaya ini sedari dia duduk di bangku sekolah dasar.
Menurutnya, wayang tak sekadar seni yang harus dilestarikan. Namun, juga harus diajarkan ke anak-anak. Sebab, di dalamnya banyak cerita dan filosofi kehidupan orang Jawa yang sangat tinggi, dipercaya, dan dilakukan oleh generasi zaman dalu hingga sekarang. “Mendalang bagi anak-anak itu sebenarnya pembentukan kepribadian, kerohanian, keimanan, akhlak, moral. Dalam kebudayaan Jawa itu tatakrama, andap asor, unggah-ungguh,” jelasnya.
Semua nilai itu ia ajarkan melalui pembawaan atau lakon dalam wayang. Eddy tak hanya mengajarkan dalang dan menabuh alat musik tradisional. Namun, juga menuliskan cerita pewayangan yang penuh nilai filosofi Jawa itu ke anak asuhnya, mengajari anak-anak tirakat, dan menyediakan panggung setiap sebulan sekali untuk melatih kemampuan anak asuhnya.
“Dengan begitu, anak-anak bisa terus menyelami filosofi kehidupan orang Jawa, hidup mencari apa, untuk siapa, dan mau ke mana nanti. Semuanya tertuang dalam lakon wayang yang disajikan dengan sedih, senang, humor, tegang, perdamaian, konflik, dan suasana lainnya,” kata Eddy menjelaskan.
Pengalamannya dalam mendalang itu juga membuat penampilan Eddy saat di atas panggung cukup memukau. Itu bisa dilihat dari berbagai video yang dia unggah ke kanal YouTube miliknya. Sabetan wayangnya bak alap-alap. Sangat cepat dan terlatih. “Kata orang, saya itu pas dalang kaya alap-alap. Cepat. Lalu dijuluki dalang sabet alap-alap,” sambung Eddy, disusul tawa.
Dia menambahkan, kesibukan sebagai dalang dan coach badminton itu sebagai ikhtiar dirinya agar-agar anak-anak bisa fokus berprestasi dengan berolahraga, sekaligus mereka tidak meninggalkan salah satu warisan budaya tersebut. Terlebih saat pandemi ini, banyak jadwal manggung wayang yang mencapai 6–12 jadwal, harus ditunda. Ia berharap, anak-anak asuhnya itu tak berhenti dan bisa terus berkiprah, baik melalui olahraga maupun melalui budaya.
Reporter : Maulana
Fotografer : Eddy Siswanto For Radar Jember
Editor : Mahrus Sholih