23.2 C
Jember
Tuesday, 28 March 2023

Kreasi Wayang Berbahan Talang Air

Membuat karya seni wayang bukanlah hal yang mudah, butuh keterampilan dan ketelatenan dalam membuatnya. Mulai dari menggambar hingga memotong bagian pinggir sehingga membentuk tokoh berkarakter dalam pewayangan. Lantas, bagaimana membuat wayang kulit dari limbah bangunan seperti karet bekas talang air? Inilah yang dilakukan Lasiono, warga Umbulsari.

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID  – Mengenakan sarung, baju muslim, dan peci warna hitam, Lasiono tampak tidak banyak bicara saat ada masyarakat datang untuk melihat-melihat wayang kulit di Pasar Santri, April lalu. Berbagai karakter wayang kulit ada. Mulai dari Gatotkaca, Arjuna, hingga Semar pun ada.

BACA JUGA : Andika Raju, Penyiar Muslim Radio Komunitas Kristiani

Banyak orang tidak menyangka bahwa wayang buatan Lasiono tersebut tidak berbahan kulit sapi yang biasanya dipakai untuk membuat wayang kulit. “Ini bukan berbahan dasar dari kulit sapi. Tapi talang air,” ucapnya. Talang air yang dimaksud bukan talang PVC, melainkan karpet atau karet talang air. Bahan bakunya juga mudah ditemukan di toko bangunan.

Mobile_AP_Rectangle 2

Lasiono, pembuat wayang asal Umbulsari itu, mengatakan, membuat wayang membutuhkan penjiwaan dan ketelatenan. Menurutnya, tidak semua pelukis bisa membuatnya. Dia harus memahami karakter tokoh wayang yang mau dibuat terlebih dahulu.

Seorang pembuat wayang harus mencintai wayang, harus mengerti cerita wayang, harus mengerti anatomi wayang. “Kalau hanya asal membuat wayang, hasilnya kurang simetris, harus suka total lahir batin,” terang Lasiono kepada Jawa Pos Radar Jember.

Dia mengaku sudah mencintai dunia wayang sejak masih SD. Dari kecil Lasiono sudah belajar autodidak membuat wayang sendiri. Saat ini dia sudah membuat puluhan karakter wayang, mulai dari Gatotkaca hingga Rama. Dia mengaku, dalam membuat wayang dia membutuhkan waktu paling lama satu minggu. Paling cepat bisa lima hari. Tergantung tokohnya. “Kalau seperti Gatot Kaca paling lama menghabiskan waktu satu minggu. paling cepat lima hari. Untuk bahannya dibuat dari talang air. Namun, kita buat semirip mungkin dengan wayang kulit,” jelas pria paruh baya asal Dusun Sukomakmur, Desa Mundurejo, Kecamatan Umbulsari, itu.

Dia mengaku, awalnya membuat wayang kulit berbahan dasar kulit sapi. Seiring bertambahnya waktu dan kondisi masyarakat, ternyata penggemar wayang kulit mulai bervariasi. Tidak sekadar untuk pertunjukan, koleksi, atau hanya pajangan di rumah. Sebab, harga kulit terus menanjak. Membuat harga wayang kulit juga mengikuti bahan baku. Oleh karena itu, Lasiono mulai mencoba beralih membuat wayang kulit dari karet talang air.

Harga wayang kulit dari talang air cukup bervariasi. Mulai dari Rp 150 ribu sampai Rp 180  ribu. “Karena tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatannya juga,” ungkapnya.

Umumnya, kata dia, tokoh wayang hitam dibuat perang. Sedangkan tokoh yang kuning biasa dibuat jagongan atau lakon. Dia menceritakan, sampai saat ini dia mampu bertahan dalam pembuatan wayang karena sudah menjiwai. “Laku tidak laku, tetap membuat,” ungkapnya.

Dia menuturkan, wayang merupakan budaya asli Indonesia yang sudah diakui dunia internasional. Lasiono berharap kepada generasi muda untuk bisa mengembangkan budaya itu. “Budaya Indonesia jangan dilupakan. Setelah diakui orang lain, baru protes. Kalau bisa generasi muda ayo pelajari dan kita kembangkan bersama untuk wayang,” pungkasnya. (mg6/c2/dwi)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID  – Mengenakan sarung, baju muslim, dan peci warna hitam, Lasiono tampak tidak banyak bicara saat ada masyarakat datang untuk melihat-melihat wayang kulit di Pasar Santri, April lalu. Berbagai karakter wayang kulit ada. Mulai dari Gatotkaca, Arjuna, hingga Semar pun ada.

BACA JUGA : Andika Raju, Penyiar Muslim Radio Komunitas Kristiani

Banyak orang tidak menyangka bahwa wayang buatan Lasiono tersebut tidak berbahan kulit sapi yang biasanya dipakai untuk membuat wayang kulit. “Ini bukan berbahan dasar dari kulit sapi. Tapi talang air,” ucapnya. Talang air yang dimaksud bukan talang PVC, melainkan karpet atau karet talang air. Bahan bakunya juga mudah ditemukan di toko bangunan.

Lasiono, pembuat wayang asal Umbulsari itu, mengatakan, membuat wayang membutuhkan penjiwaan dan ketelatenan. Menurutnya, tidak semua pelukis bisa membuatnya. Dia harus memahami karakter tokoh wayang yang mau dibuat terlebih dahulu.

Seorang pembuat wayang harus mencintai wayang, harus mengerti cerita wayang, harus mengerti anatomi wayang. “Kalau hanya asal membuat wayang, hasilnya kurang simetris, harus suka total lahir batin,” terang Lasiono kepada Jawa Pos Radar Jember.

Dia mengaku sudah mencintai dunia wayang sejak masih SD. Dari kecil Lasiono sudah belajar autodidak membuat wayang sendiri. Saat ini dia sudah membuat puluhan karakter wayang, mulai dari Gatotkaca hingga Rama. Dia mengaku, dalam membuat wayang dia membutuhkan waktu paling lama satu minggu. Paling cepat bisa lima hari. Tergantung tokohnya. “Kalau seperti Gatot Kaca paling lama menghabiskan waktu satu minggu. paling cepat lima hari. Untuk bahannya dibuat dari talang air. Namun, kita buat semirip mungkin dengan wayang kulit,” jelas pria paruh baya asal Dusun Sukomakmur, Desa Mundurejo, Kecamatan Umbulsari, itu.

Dia mengaku, awalnya membuat wayang kulit berbahan dasar kulit sapi. Seiring bertambahnya waktu dan kondisi masyarakat, ternyata penggemar wayang kulit mulai bervariasi. Tidak sekadar untuk pertunjukan, koleksi, atau hanya pajangan di rumah. Sebab, harga kulit terus menanjak. Membuat harga wayang kulit juga mengikuti bahan baku. Oleh karena itu, Lasiono mulai mencoba beralih membuat wayang kulit dari karet talang air.

Harga wayang kulit dari talang air cukup bervariasi. Mulai dari Rp 150 ribu sampai Rp 180  ribu. “Karena tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatannya juga,” ungkapnya.

Umumnya, kata dia, tokoh wayang hitam dibuat perang. Sedangkan tokoh yang kuning biasa dibuat jagongan atau lakon. Dia menceritakan, sampai saat ini dia mampu bertahan dalam pembuatan wayang karena sudah menjiwai. “Laku tidak laku, tetap membuat,” ungkapnya.

Dia menuturkan, wayang merupakan budaya asli Indonesia yang sudah diakui dunia internasional. Lasiono berharap kepada generasi muda untuk bisa mengembangkan budaya itu. “Budaya Indonesia jangan dilupakan. Setelah diakui orang lain, baru protes. Kalau bisa generasi muda ayo pelajari dan kita kembangkan bersama untuk wayang,” pungkasnya. (mg6/c2/dwi)

JEMBER, RADARJEMBER.ID  – Mengenakan sarung, baju muslim, dan peci warna hitam, Lasiono tampak tidak banyak bicara saat ada masyarakat datang untuk melihat-melihat wayang kulit di Pasar Santri, April lalu. Berbagai karakter wayang kulit ada. Mulai dari Gatotkaca, Arjuna, hingga Semar pun ada.

BACA JUGA : Andika Raju, Penyiar Muslim Radio Komunitas Kristiani

Banyak orang tidak menyangka bahwa wayang buatan Lasiono tersebut tidak berbahan kulit sapi yang biasanya dipakai untuk membuat wayang kulit. “Ini bukan berbahan dasar dari kulit sapi. Tapi talang air,” ucapnya. Talang air yang dimaksud bukan talang PVC, melainkan karpet atau karet talang air. Bahan bakunya juga mudah ditemukan di toko bangunan.

Lasiono, pembuat wayang asal Umbulsari itu, mengatakan, membuat wayang membutuhkan penjiwaan dan ketelatenan. Menurutnya, tidak semua pelukis bisa membuatnya. Dia harus memahami karakter tokoh wayang yang mau dibuat terlebih dahulu.

Seorang pembuat wayang harus mencintai wayang, harus mengerti cerita wayang, harus mengerti anatomi wayang. “Kalau hanya asal membuat wayang, hasilnya kurang simetris, harus suka total lahir batin,” terang Lasiono kepada Jawa Pos Radar Jember.

Dia mengaku sudah mencintai dunia wayang sejak masih SD. Dari kecil Lasiono sudah belajar autodidak membuat wayang sendiri. Saat ini dia sudah membuat puluhan karakter wayang, mulai dari Gatotkaca hingga Rama. Dia mengaku, dalam membuat wayang dia membutuhkan waktu paling lama satu minggu. Paling cepat bisa lima hari. Tergantung tokohnya. “Kalau seperti Gatot Kaca paling lama menghabiskan waktu satu minggu. paling cepat lima hari. Untuk bahannya dibuat dari talang air. Namun, kita buat semirip mungkin dengan wayang kulit,” jelas pria paruh baya asal Dusun Sukomakmur, Desa Mundurejo, Kecamatan Umbulsari, itu.

Dia mengaku, awalnya membuat wayang kulit berbahan dasar kulit sapi. Seiring bertambahnya waktu dan kondisi masyarakat, ternyata penggemar wayang kulit mulai bervariasi. Tidak sekadar untuk pertunjukan, koleksi, atau hanya pajangan di rumah. Sebab, harga kulit terus menanjak. Membuat harga wayang kulit juga mengikuti bahan baku. Oleh karena itu, Lasiono mulai mencoba beralih membuat wayang kulit dari karet talang air.

Harga wayang kulit dari talang air cukup bervariasi. Mulai dari Rp 150 ribu sampai Rp 180  ribu. “Karena tergantung ukuran dan tingkat kesulitan pembuatannya juga,” ungkapnya.

Umumnya, kata dia, tokoh wayang hitam dibuat perang. Sedangkan tokoh yang kuning biasa dibuat jagongan atau lakon. Dia menceritakan, sampai saat ini dia mampu bertahan dalam pembuatan wayang karena sudah menjiwai. “Laku tidak laku, tetap membuat,” ungkapnya.

Dia menuturkan, wayang merupakan budaya asli Indonesia yang sudah diakui dunia internasional. Lasiono berharap kepada generasi muda untuk bisa mengembangkan budaya itu. “Budaya Indonesia jangan dilupakan. Setelah diakui orang lain, baru protes. Kalau bisa generasi muda ayo pelajari dan kita kembangkan bersama untuk wayang,” pungkasnya. (mg6/c2/dwi)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca