31.1 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Bahasa Jemberan Jadi Lagu, Ini Penciptanya

Bagi seniman, cara mencintai tanah kelahiran adalah merawat budaya dengan berkarya. Seperti yang dilakukan Waldy Juristia, pencipta lagu Tergores Tresno. Dia menciptakan syair dengan lirik bahasa khas Jemberan. Melalui lagu perdananya ini, dirinya ingin memperkenalkan Bahasa Pandhalungan ke khalayak.

Mobile_AP_Rectangle 1

TEGALBESAR, RADARJEMBER.ID – PANDEMI Covid-19 juga memukul pelaku seni, termasuk di Jember. Bahkan, banyak seniman yang banting setir dan memilih kesibukan lain. Namun, Waldy Juristia tidak demikian. Musisi asal Jember yang menciptakan lagu berbahasa daerah dengan genre musik dangdut tersebut tetap setia di jalurnya.

Lagu berjudul “Tergores Tresno” yang dia ciptakan menggambarkan kisah seseorang yang baru saja kasmaran dengan sederhana. Kata-kata yang dipilih juga ringan dan menggunakan bahasa pergaulan khas Jemberan. Lagu inilah yang menjadi sarana baginya untuk memopulerkan bahasa Pandhalungan ke publik. “Alhamdulillah, meski baru satu bulan, lagu ini ditonton ribuan orang. Dan itu tidak hanya orang Jember, karena di YouTube,” katanya.

Waldy menciptakan lagu tersebut untuk kembali memperkenalkan bahasa asal tanah kelahirannya. Apalagi, sebagai penggiat musik sejak remaja, dia melihat sudah seharusnya ia memperkenalkan bahasa daerah yang biasa ia gunakan saat di rumah.

Mobile_AP_Rectangle 2

Lebih dari 20 tahun lamanya, Waldy meniti karir dunia musik di ibu kota. Selama di perantauan, ia bertemu dengan banyak pemusik dari kota yang sama, yakni Jember. Dari sinilah, Waldy menyadari, kabupaten yang dihuni oleh beragam suku berbeda itu memiliki potensi sumber daya manusia yang luar biasa, khususnya di dunia musik.

Akhirnya, saat kembali ke Jember pada 2020 lalu, ia mulai mencari kawan guna berkolaborasi menciptakan sebuah karya untuk kotanya. Salah satu penyanyi remaja berbakat di Jember, Salsabila Kanza Ilma, Waldy mengajaknya menjadi vokalis dalam lagu ciptaannya tersebut. “Saya lihat, di Jember ini banyak anak muda yang berbakat. Namun, kemampuan mereka belum begitu ditonjolkan di kotanya sendiri. Sehingga, tidak terlihat di publik. Maka, saya coba mulai mengajak salah satu dari mereka, akhirnya mengajak Salsa menjadi vokalis dan duet sama saya,” tuturnya.

Keinginan membawa nama baik dan memperkenalkan bahasa Jemberan membuatnya semakin giat menciptakan lagu-lagu ringan yang sesuai dengan kondisi di Jember. Sebagai langkah awal demi menarik perhatian publik, khususnya anak muda, Waldy memilih lagu percintaan agar bahasa yang ia gunakan mudah dipahami oleh pendengar.

Ia juga tak ingin anak-anak muda Jember yang berbakat merasa tidak terarah dalam mengembangkan kemampuannya bermusik. Ia menyayangkan jika ada anak muda Jember yang sukses bermusik tanpa memperkenalkan kota kebanggaannya. “Makanya, dengan menyanyikan lagu-lagu Jemberan, jika anak-anak muda ini nantinya sukses di luar, mereka ingat bahwa sempat melewati proses belajar dengan menyanyikan lagu khas dari kotanya. Itu akan membuat kita semakin bangga,” katanya.

Meski baru kali pertama membuat lagu, namun syair yang dia ciptakan pada Juli lalu itu diklaimnya sebagai yang pertama dan satu-satunya lagu dengan lirik bahasa Pandhalungan. Ke depan, tak hanya soal percintaan, Waldy juga akan merambah ke berbagai persoalan sosial yang terjadi di Jember. Bahkan, nantinya mengarah pada pengenalan potensi-potensi yang dimiliki kabupaten ini. Ia juga sedang berupaya mengumpulkan anak-anak muda yang memiliki bakat di dunia musik untuk berkolaborasi dengannya.

Setelah ini, dirinya akan mencoba mengajak anak-anak Jember lain untuk berproses dan memperkenalkan Jember ke dunia. Pesan yang ingin disampaikan bahwa kota ini punya generasi berbakat dan bahasa yang tidak dimiliki kota lain. “Kalau Banyuwangi ada lagu Osing, maka Jember ada lagu Pandhalungan,” pungkas lelaki yang tinggal di Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Reporter : Delfi Nihayah

Fotografer : Waldy For Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

- Advertisement -

TEGALBESAR, RADARJEMBER.ID – PANDEMI Covid-19 juga memukul pelaku seni, termasuk di Jember. Bahkan, banyak seniman yang banting setir dan memilih kesibukan lain. Namun, Waldy Juristia tidak demikian. Musisi asal Jember yang menciptakan lagu berbahasa daerah dengan genre musik dangdut tersebut tetap setia di jalurnya.

Lagu berjudul “Tergores Tresno” yang dia ciptakan menggambarkan kisah seseorang yang baru saja kasmaran dengan sederhana. Kata-kata yang dipilih juga ringan dan menggunakan bahasa pergaulan khas Jemberan. Lagu inilah yang menjadi sarana baginya untuk memopulerkan bahasa Pandhalungan ke publik. “Alhamdulillah, meski baru satu bulan, lagu ini ditonton ribuan orang. Dan itu tidak hanya orang Jember, karena di YouTube,” katanya.

Waldy menciptakan lagu tersebut untuk kembali memperkenalkan bahasa asal tanah kelahirannya. Apalagi, sebagai penggiat musik sejak remaja, dia melihat sudah seharusnya ia memperkenalkan bahasa daerah yang biasa ia gunakan saat di rumah.

Lebih dari 20 tahun lamanya, Waldy meniti karir dunia musik di ibu kota. Selama di perantauan, ia bertemu dengan banyak pemusik dari kota yang sama, yakni Jember. Dari sinilah, Waldy menyadari, kabupaten yang dihuni oleh beragam suku berbeda itu memiliki potensi sumber daya manusia yang luar biasa, khususnya di dunia musik.

Akhirnya, saat kembali ke Jember pada 2020 lalu, ia mulai mencari kawan guna berkolaborasi menciptakan sebuah karya untuk kotanya. Salah satu penyanyi remaja berbakat di Jember, Salsabila Kanza Ilma, Waldy mengajaknya menjadi vokalis dalam lagu ciptaannya tersebut. “Saya lihat, di Jember ini banyak anak muda yang berbakat. Namun, kemampuan mereka belum begitu ditonjolkan di kotanya sendiri. Sehingga, tidak terlihat di publik. Maka, saya coba mulai mengajak salah satu dari mereka, akhirnya mengajak Salsa menjadi vokalis dan duet sama saya,” tuturnya.

Keinginan membawa nama baik dan memperkenalkan bahasa Jemberan membuatnya semakin giat menciptakan lagu-lagu ringan yang sesuai dengan kondisi di Jember. Sebagai langkah awal demi menarik perhatian publik, khususnya anak muda, Waldy memilih lagu percintaan agar bahasa yang ia gunakan mudah dipahami oleh pendengar.

Ia juga tak ingin anak-anak muda Jember yang berbakat merasa tidak terarah dalam mengembangkan kemampuannya bermusik. Ia menyayangkan jika ada anak muda Jember yang sukses bermusik tanpa memperkenalkan kota kebanggaannya. “Makanya, dengan menyanyikan lagu-lagu Jemberan, jika anak-anak muda ini nantinya sukses di luar, mereka ingat bahwa sempat melewati proses belajar dengan menyanyikan lagu khas dari kotanya. Itu akan membuat kita semakin bangga,” katanya.

Meski baru kali pertama membuat lagu, namun syair yang dia ciptakan pada Juli lalu itu diklaimnya sebagai yang pertama dan satu-satunya lagu dengan lirik bahasa Pandhalungan. Ke depan, tak hanya soal percintaan, Waldy juga akan merambah ke berbagai persoalan sosial yang terjadi di Jember. Bahkan, nantinya mengarah pada pengenalan potensi-potensi yang dimiliki kabupaten ini. Ia juga sedang berupaya mengumpulkan anak-anak muda yang memiliki bakat di dunia musik untuk berkolaborasi dengannya.

Setelah ini, dirinya akan mencoba mengajak anak-anak Jember lain untuk berproses dan memperkenalkan Jember ke dunia. Pesan yang ingin disampaikan bahwa kota ini punya generasi berbakat dan bahasa yang tidak dimiliki kota lain. “Kalau Banyuwangi ada lagu Osing, maka Jember ada lagu Pandhalungan,” pungkas lelaki yang tinggal di Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Reporter : Delfi Nihayah

Fotografer : Waldy For Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

TEGALBESAR, RADARJEMBER.ID – PANDEMI Covid-19 juga memukul pelaku seni, termasuk di Jember. Bahkan, banyak seniman yang banting setir dan memilih kesibukan lain. Namun, Waldy Juristia tidak demikian. Musisi asal Jember yang menciptakan lagu berbahasa daerah dengan genre musik dangdut tersebut tetap setia di jalurnya.

Lagu berjudul “Tergores Tresno” yang dia ciptakan menggambarkan kisah seseorang yang baru saja kasmaran dengan sederhana. Kata-kata yang dipilih juga ringan dan menggunakan bahasa pergaulan khas Jemberan. Lagu inilah yang menjadi sarana baginya untuk memopulerkan bahasa Pandhalungan ke publik. “Alhamdulillah, meski baru satu bulan, lagu ini ditonton ribuan orang. Dan itu tidak hanya orang Jember, karena di YouTube,” katanya.

Waldy menciptakan lagu tersebut untuk kembali memperkenalkan bahasa asal tanah kelahirannya. Apalagi, sebagai penggiat musik sejak remaja, dia melihat sudah seharusnya ia memperkenalkan bahasa daerah yang biasa ia gunakan saat di rumah.

Lebih dari 20 tahun lamanya, Waldy meniti karir dunia musik di ibu kota. Selama di perantauan, ia bertemu dengan banyak pemusik dari kota yang sama, yakni Jember. Dari sinilah, Waldy menyadari, kabupaten yang dihuni oleh beragam suku berbeda itu memiliki potensi sumber daya manusia yang luar biasa, khususnya di dunia musik.

Akhirnya, saat kembali ke Jember pada 2020 lalu, ia mulai mencari kawan guna berkolaborasi menciptakan sebuah karya untuk kotanya. Salah satu penyanyi remaja berbakat di Jember, Salsabila Kanza Ilma, Waldy mengajaknya menjadi vokalis dalam lagu ciptaannya tersebut. “Saya lihat, di Jember ini banyak anak muda yang berbakat. Namun, kemampuan mereka belum begitu ditonjolkan di kotanya sendiri. Sehingga, tidak terlihat di publik. Maka, saya coba mulai mengajak salah satu dari mereka, akhirnya mengajak Salsa menjadi vokalis dan duet sama saya,” tuturnya.

Keinginan membawa nama baik dan memperkenalkan bahasa Jemberan membuatnya semakin giat menciptakan lagu-lagu ringan yang sesuai dengan kondisi di Jember. Sebagai langkah awal demi menarik perhatian publik, khususnya anak muda, Waldy memilih lagu percintaan agar bahasa yang ia gunakan mudah dipahami oleh pendengar.

Ia juga tak ingin anak-anak muda Jember yang berbakat merasa tidak terarah dalam mengembangkan kemampuannya bermusik. Ia menyayangkan jika ada anak muda Jember yang sukses bermusik tanpa memperkenalkan kota kebanggaannya. “Makanya, dengan menyanyikan lagu-lagu Jemberan, jika anak-anak muda ini nantinya sukses di luar, mereka ingat bahwa sempat melewati proses belajar dengan menyanyikan lagu khas dari kotanya. Itu akan membuat kita semakin bangga,” katanya.

Meski baru kali pertama membuat lagu, namun syair yang dia ciptakan pada Juli lalu itu diklaimnya sebagai yang pertama dan satu-satunya lagu dengan lirik bahasa Pandhalungan. Ke depan, tak hanya soal percintaan, Waldy juga akan merambah ke berbagai persoalan sosial yang terjadi di Jember. Bahkan, nantinya mengarah pada pengenalan potensi-potensi yang dimiliki kabupaten ini. Ia juga sedang berupaya mengumpulkan anak-anak muda yang memiliki bakat di dunia musik untuk berkolaborasi dengannya.

Setelah ini, dirinya akan mencoba mengajak anak-anak Jember lain untuk berproses dan memperkenalkan Jember ke dunia. Pesan yang ingin disampaikan bahwa kota ini punya generasi berbakat dan bahasa yang tidak dimiliki kota lain. “Kalau Banyuwangi ada lagu Osing, maka Jember ada lagu Pandhalungan,” pungkas lelaki yang tinggal di Kelurahan Tegalbesar, Kecamatan Kaliwates, tersebut.

Reporter : Delfi Nihayah

Fotografer : Waldy For Radar Jember

Editor : Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca