31.1 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Kaget karena Karantina Tidak Ketat

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Lumajang diwarnai sejumlah cerita menarik. Ada yang kaget dengan penanganan karantina dan penerapan protokol kesehatan. Ada juga yang senang bisa kembali ke kampung halaman. Bahkan, petugas penjemput dari Dinas Perhubungan Lumajang sempat kebingungan. Sebab, ada PMI berulah nakal dan ada sepasang suami istri dengan identitas berbeda.

Harni Yulianti, salah seorang PMI asal Desa/Kecamatan Tempursari, mengatakan, proses penanganan karantina di Indonesia berbeda dengan luar negeri. “Setelah turun dari pesawat, kami dijemput dan diantar ke asrama karantina. Tetapi, sampai di sana, penanganannya kurang ketat. Kalau di luar negeri, satu kamar hanya untuk satu orang. Sedangkan di Surabaya, sekamar untuk tiga orang,” kata PMI yang bekerja di Hongkong tersebut.

Hal tersebut membuatnya takut dan waspada terpapar. Sebab, PMI lain yang tinggal dengannya menunjukkan hasil positif setelah dilakukan tes swab. “Penanganan karantina terlalu bebas (tidak ketat, Red). Oleh karena itu, saya takut terpapar. Apalagi, saya sempat kontak dengan PMI lain yang positif korona. Tetapi, setelah saya ikut tes swab, hasilnya negatif. Sehingga bisa pulang ke Lumajang,” jelas Harni.

Mobile_AP_Rectangle 2

Berbeda dengan Harni, Suriyani, PMI lain asal Kalipepe, Yosowilangun, justru senang bisa pulang ke Lumajang. Sebab, dia sudah tidak betah tinggal di luar negeri. “Senang, akhirnya bisa pulang. Lima tahun tinggal di Malaysia tidak selalu mudah. Meski masa kontrak masih panjang, saya memutuskan untuk pulang karena tidak betah,” ujarnya.

Sementara itu, Nugraha Yudha M, Kepala Dishub Lumajang, mengungkapkan, ada sejumlah PMI yang nakal saat dilakukan penjemputan. “Memang ada yang nakal. Petugas sudah memanggilnya, tapi tidak kunjung datang. Bahkan, sudah dicari hingga ke kamar-kamar. Kami tunggu selama dua jam. Karena tidak segera datang, akhirnya kami tinggal dan diikutkan ke rombongan besoknya,” ungkapnya.

Selain itu, ada sepasang suami istri yang berbeda identitas. Khawatir bukan suami istri yang sah, petugas memeriksa identitas buku nikah mereka. “Identitas kartu tanda penduduk (KTP) suami asal Lumajang. Sedangkan istri dari Banyuwangi. Karena berbeda, kami koordinasikan dengan Pemprov dan Pemkab Banyuwangi. Kami juga pastikan mereka pasangan yang sah melalui buku nikah. Hasilnya, keduanya ikut pulang ke Lumajang,” jelasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer:
Editor:

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Lumajang diwarnai sejumlah cerita menarik. Ada yang kaget dengan penanganan karantina dan penerapan protokol kesehatan. Ada juga yang senang bisa kembali ke kampung halaman. Bahkan, petugas penjemput dari Dinas Perhubungan Lumajang sempat kebingungan. Sebab, ada PMI berulah nakal dan ada sepasang suami istri dengan identitas berbeda.

Harni Yulianti, salah seorang PMI asal Desa/Kecamatan Tempursari, mengatakan, proses penanganan karantina di Indonesia berbeda dengan luar negeri. “Setelah turun dari pesawat, kami dijemput dan diantar ke asrama karantina. Tetapi, sampai di sana, penanganannya kurang ketat. Kalau di luar negeri, satu kamar hanya untuk satu orang. Sedangkan di Surabaya, sekamar untuk tiga orang,” kata PMI yang bekerja di Hongkong tersebut.

Hal tersebut membuatnya takut dan waspada terpapar. Sebab, PMI lain yang tinggal dengannya menunjukkan hasil positif setelah dilakukan tes swab. “Penanganan karantina terlalu bebas (tidak ketat, Red). Oleh karena itu, saya takut terpapar. Apalagi, saya sempat kontak dengan PMI lain yang positif korona. Tetapi, setelah saya ikut tes swab, hasilnya negatif. Sehingga bisa pulang ke Lumajang,” jelas Harni.

Berbeda dengan Harni, Suriyani, PMI lain asal Kalipepe, Yosowilangun, justru senang bisa pulang ke Lumajang. Sebab, dia sudah tidak betah tinggal di luar negeri. “Senang, akhirnya bisa pulang. Lima tahun tinggal di Malaysia tidak selalu mudah. Meski masa kontrak masih panjang, saya memutuskan untuk pulang karena tidak betah,” ujarnya.

Sementara itu, Nugraha Yudha M, Kepala Dishub Lumajang, mengungkapkan, ada sejumlah PMI yang nakal saat dilakukan penjemputan. “Memang ada yang nakal. Petugas sudah memanggilnya, tapi tidak kunjung datang. Bahkan, sudah dicari hingga ke kamar-kamar. Kami tunggu selama dua jam. Karena tidak segera datang, akhirnya kami tinggal dan diikutkan ke rombongan besoknya,” ungkapnya.

Selain itu, ada sepasang suami istri yang berbeda identitas. Khawatir bukan suami istri yang sah, petugas memeriksa identitas buku nikah mereka. “Identitas kartu tanda penduduk (KTP) suami asal Lumajang. Sedangkan istri dari Banyuwangi. Karena berbeda, kami koordinasikan dengan Pemprov dan Pemkab Banyuwangi. Kami juga pastikan mereka pasangan yang sah melalui buku nikah. Hasilnya, keduanya ikut pulang ke Lumajang,” jelasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer:
Editor:

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kepulangan pekerja migran Indonesia (PMI) ke Lumajang diwarnai sejumlah cerita menarik. Ada yang kaget dengan penanganan karantina dan penerapan protokol kesehatan. Ada juga yang senang bisa kembali ke kampung halaman. Bahkan, petugas penjemput dari Dinas Perhubungan Lumajang sempat kebingungan. Sebab, ada PMI berulah nakal dan ada sepasang suami istri dengan identitas berbeda.

Harni Yulianti, salah seorang PMI asal Desa/Kecamatan Tempursari, mengatakan, proses penanganan karantina di Indonesia berbeda dengan luar negeri. “Setelah turun dari pesawat, kami dijemput dan diantar ke asrama karantina. Tetapi, sampai di sana, penanganannya kurang ketat. Kalau di luar negeri, satu kamar hanya untuk satu orang. Sedangkan di Surabaya, sekamar untuk tiga orang,” kata PMI yang bekerja di Hongkong tersebut.

Hal tersebut membuatnya takut dan waspada terpapar. Sebab, PMI lain yang tinggal dengannya menunjukkan hasil positif setelah dilakukan tes swab. “Penanganan karantina terlalu bebas (tidak ketat, Red). Oleh karena itu, saya takut terpapar. Apalagi, saya sempat kontak dengan PMI lain yang positif korona. Tetapi, setelah saya ikut tes swab, hasilnya negatif. Sehingga bisa pulang ke Lumajang,” jelas Harni.

Berbeda dengan Harni, Suriyani, PMI lain asal Kalipepe, Yosowilangun, justru senang bisa pulang ke Lumajang. Sebab, dia sudah tidak betah tinggal di luar negeri. “Senang, akhirnya bisa pulang. Lima tahun tinggal di Malaysia tidak selalu mudah. Meski masa kontrak masih panjang, saya memutuskan untuk pulang karena tidak betah,” ujarnya.

Sementara itu, Nugraha Yudha M, Kepala Dishub Lumajang, mengungkapkan, ada sejumlah PMI yang nakal saat dilakukan penjemputan. “Memang ada yang nakal. Petugas sudah memanggilnya, tapi tidak kunjung datang. Bahkan, sudah dicari hingga ke kamar-kamar. Kami tunggu selama dua jam. Karena tidak segera datang, akhirnya kami tinggal dan diikutkan ke rombongan besoknya,” ungkapnya.

Selain itu, ada sepasang suami istri yang berbeda identitas. Khawatir bukan suami istri yang sah, petugas memeriksa identitas buku nikah mereka. “Identitas kartu tanda penduduk (KTP) suami asal Lumajang. Sedangkan istri dari Banyuwangi. Karena berbeda, kami koordinasikan dengan Pemprov dan Pemkab Banyuwangi. Kami juga pastikan mereka pasangan yang sah melalui buku nikah. Hasilnya, keduanya ikut pulang ke Lumajang,” jelasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer:
Editor:

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca