23.5 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Suarakan Perlindungan Konsumen Nasabah Asuransi

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Nasabah merupakan bagian dari konsumen. Namun, masih banyak orang tidak mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajibannya. Bahkan, saat mendaftar sebagai nasabah asuransi, mereka tidak dijelaskan secara detail tentang keduanya. Saat ada masalah terhadap perusahaan, sebagian besar masyarakat bingung apa yang hendak dilakukan.

Begitulah ungkap Ratnaningsih saat ditemui. Dia mengikuti program asuransi di salah satu perusahaan. Padahal, sejak awal dia tidak ingin mengambil hal tersebut. Tetapi, melihat temannya yang bekerja di asuransi sedang ditimpa masalah, dia berniat membantu ikut program asuransi tersebut. Meskipun akhirnya temannya tersebut berhenti.

Setelah akhir masa kontrak, dia mencoba mengurus ke perusahaan asuransi. Namun, dana yang seharusnya menjadi haknya tidak bisa terbayarkan. Dia dijanjikan akan masuk daftar tunggu yang juga belum ada kejelasan kapan pembayaran klaim dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, dia ingin menyuarakan hak perlindungan konsumen.

Mobile_AP_Rectangle 2

Perlindungan konsumen, ungkapnya, sudah diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 4 huruf (C) UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan diatur pula melalui Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.  “Tujuannya agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa mampu melindungi kepentingan konsumen. Ini juga untuk menjamin adanya kepastian hukum dan memberi perlindungan ke konsumen,” ungkapnya.

Ratna, sapaan akrabnya, menjelaskan, selama ini konsumen dirasa selalu berada dalam posisi yang lemah saat berhadapan dengan para pelaku usaha. Oleh sebab itu, pelaku usaha (perusahaan asuransi) harus memperhatikan prinsip penting untuk ditaati.

“Pertama adalah transparansi. Seharusnya memberikan informasi yang akurat bagaimana hubungan asuransi yang dilaksanakan kepada nasabah sebelum terikat kontrak melalui polis. Sejauh ini, setelah ada permasalahan asuransi, mereka menyatakan perusahaannya menerapkan sistem mutual. Sehingga, jika perusahaan rugi, nasabah juga ikut rugi. Hal ini tentu tidak memenuhi prinsip keadilan bagi nasabah yang sudah mempercayakan keuangannya melalui premi. Harusnya dijelaskan dari awal posisi nasabah ini seperti apa,” jelasnya.

Lulusan terbaik Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Negeri Jember tersebut melanjutkan, perusahaan juga harus memberikan hak bagi nasabah. Di antaranya perlakuan adil. Sebab, lembaga asuransi dalam operasionalnya membutuhkan kepercayaan masyarakat. “Sehingga semestinya pembayaran klaim nasabah dapat terbayarkan di akhir masa kontrak. Selain itu, sistem yang bisa diakses, kerahasiaan, dan keamanan data serta tersedianya penanganan pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau,” tambah perempuan kelahiran Malang tersebut.

Situasi memprihatinkan tersebut tentu tidak dialaminya seorang diri. Banyak juga nasabah asuransi mengeluhkan hal yang sama. Padahal, dana tersebut sangat dibutuhkan untuk persiapan anaknya lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. “Oleh karena itu, saya dan nasabah lain rencananya akan mencoba melakukan mediasi kembali ke pihak asuransi. Jika tidak bisa terselesaikan, tentu kami akan mencoba ke OJK Jember untuk membicarakan persoalan ini. Semoga segera ada kejelasan untuk penyelesaiannya” tegasnya.

Pada awal mendengar perusahaan asuransi ada permasalahan, dia sempat ragu untuk meneruskan premi atau berhenti sebelum jatuh masa kontrak. Dia berusaha menemui pimpinan cabang saat itu. Beragam pandangan diberikan. Pada akhirnya, dia memutuskan tetap membayar premi hingga akhir masa kontrak. “Saya teruskan. Karena pembayaran preminya tinggal beberapa kali saja. Begitu pun nasabah yang lain. Ada yang sudah putus asa memilih putus kontrak. Tetapi, ada juga yang tetap berusaha bertahan dengan harapan jika sesuai prosedur di akhir masa kontrak akan lebih memperlancar proses pembayaran,” tuturnya.

Pakar hukum perdata tersebut masih menunggu hingga September mendatang. “Saya sendiri masih menunggu hingga September. Ini tepat setahun belum terbayarkan klaim saya setelah akhir masa kontrak. Selanjutnya, akan berusaha memperjuangkan hak para nasabah untuk mengurus kembali atau mengadukan permasalahan yang dihadapi ini ke OJK,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Nasabah merupakan bagian dari konsumen. Namun, masih banyak orang tidak mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajibannya. Bahkan, saat mendaftar sebagai nasabah asuransi, mereka tidak dijelaskan secara detail tentang keduanya. Saat ada masalah terhadap perusahaan, sebagian besar masyarakat bingung apa yang hendak dilakukan.

Begitulah ungkap Ratnaningsih saat ditemui. Dia mengikuti program asuransi di salah satu perusahaan. Padahal, sejak awal dia tidak ingin mengambil hal tersebut. Tetapi, melihat temannya yang bekerja di asuransi sedang ditimpa masalah, dia berniat membantu ikut program asuransi tersebut. Meskipun akhirnya temannya tersebut berhenti.

Setelah akhir masa kontrak, dia mencoba mengurus ke perusahaan asuransi. Namun, dana yang seharusnya menjadi haknya tidak bisa terbayarkan. Dia dijanjikan akan masuk daftar tunggu yang juga belum ada kejelasan kapan pembayaran klaim dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, dia ingin menyuarakan hak perlindungan konsumen.

Perlindungan konsumen, ungkapnya, sudah diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 4 huruf (C) UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan diatur pula melalui Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.  “Tujuannya agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa mampu melindungi kepentingan konsumen. Ini juga untuk menjamin adanya kepastian hukum dan memberi perlindungan ke konsumen,” ungkapnya.

Ratna, sapaan akrabnya, menjelaskan, selama ini konsumen dirasa selalu berada dalam posisi yang lemah saat berhadapan dengan para pelaku usaha. Oleh sebab itu, pelaku usaha (perusahaan asuransi) harus memperhatikan prinsip penting untuk ditaati.

“Pertama adalah transparansi. Seharusnya memberikan informasi yang akurat bagaimana hubungan asuransi yang dilaksanakan kepada nasabah sebelum terikat kontrak melalui polis. Sejauh ini, setelah ada permasalahan asuransi, mereka menyatakan perusahaannya menerapkan sistem mutual. Sehingga, jika perusahaan rugi, nasabah juga ikut rugi. Hal ini tentu tidak memenuhi prinsip keadilan bagi nasabah yang sudah mempercayakan keuangannya melalui premi. Harusnya dijelaskan dari awal posisi nasabah ini seperti apa,” jelasnya.

Lulusan terbaik Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Negeri Jember tersebut melanjutkan, perusahaan juga harus memberikan hak bagi nasabah. Di antaranya perlakuan adil. Sebab, lembaga asuransi dalam operasionalnya membutuhkan kepercayaan masyarakat. “Sehingga semestinya pembayaran klaim nasabah dapat terbayarkan di akhir masa kontrak. Selain itu, sistem yang bisa diakses, kerahasiaan, dan keamanan data serta tersedianya penanganan pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau,” tambah perempuan kelahiran Malang tersebut.

Situasi memprihatinkan tersebut tentu tidak dialaminya seorang diri. Banyak juga nasabah asuransi mengeluhkan hal yang sama. Padahal, dana tersebut sangat dibutuhkan untuk persiapan anaknya lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. “Oleh karena itu, saya dan nasabah lain rencananya akan mencoba melakukan mediasi kembali ke pihak asuransi. Jika tidak bisa terselesaikan, tentu kami akan mencoba ke OJK Jember untuk membicarakan persoalan ini. Semoga segera ada kejelasan untuk penyelesaiannya” tegasnya.

Pada awal mendengar perusahaan asuransi ada permasalahan, dia sempat ragu untuk meneruskan premi atau berhenti sebelum jatuh masa kontrak. Dia berusaha menemui pimpinan cabang saat itu. Beragam pandangan diberikan. Pada akhirnya, dia memutuskan tetap membayar premi hingga akhir masa kontrak. “Saya teruskan. Karena pembayaran preminya tinggal beberapa kali saja. Begitu pun nasabah yang lain. Ada yang sudah putus asa memilih putus kontrak. Tetapi, ada juga yang tetap berusaha bertahan dengan harapan jika sesuai prosedur di akhir masa kontrak akan lebih memperlancar proses pembayaran,” tuturnya.

Pakar hukum perdata tersebut masih menunggu hingga September mendatang. “Saya sendiri masih menunggu hingga September. Ini tepat setahun belum terbayarkan klaim saya setelah akhir masa kontrak. Selanjutnya, akan berusaha memperjuangkan hak para nasabah untuk mengurus kembali atau mengadukan permasalahan yang dihadapi ini ke OJK,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Nasabah merupakan bagian dari konsumen. Namun, masih banyak orang tidak mengetahui hal-hal yang menjadi hak dan kewajibannya. Bahkan, saat mendaftar sebagai nasabah asuransi, mereka tidak dijelaskan secara detail tentang keduanya. Saat ada masalah terhadap perusahaan, sebagian besar masyarakat bingung apa yang hendak dilakukan.

Begitulah ungkap Ratnaningsih saat ditemui. Dia mengikuti program asuransi di salah satu perusahaan. Padahal, sejak awal dia tidak ingin mengambil hal tersebut. Tetapi, melihat temannya yang bekerja di asuransi sedang ditimpa masalah, dia berniat membantu ikut program asuransi tersebut. Meskipun akhirnya temannya tersebut berhenti.

Setelah akhir masa kontrak, dia mencoba mengurus ke perusahaan asuransi. Namun, dana yang seharusnya menjadi haknya tidak bisa terbayarkan. Dia dijanjikan akan masuk daftar tunggu yang juga belum ada kejelasan kapan pembayaran klaim dapat diselesaikan. Oleh sebab itu, dia ingin menyuarakan hak perlindungan konsumen.

Perlindungan konsumen, ungkapnya, sudah diatur baik dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Untuk sektor jasa keuangan, perlindungan konsumen juga diatur dalam Pasal 4 huruf (C) UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan dan diatur pula melalui Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan.  “Tujuannya agar keseluruhan kegiatan di sektor jasa mampu melindungi kepentingan konsumen. Ini juga untuk menjamin adanya kepastian hukum dan memberi perlindungan ke konsumen,” ungkapnya.

Ratna, sapaan akrabnya, menjelaskan, selama ini konsumen dirasa selalu berada dalam posisi yang lemah saat berhadapan dengan para pelaku usaha. Oleh sebab itu, pelaku usaha (perusahaan asuransi) harus memperhatikan prinsip penting untuk ditaati.

“Pertama adalah transparansi. Seharusnya memberikan informasi yang akurat bagaimana hubungan asuransi yang dilaksanakan kepada nasabah sebelum terikat kontrak melalui polis. Sejauh ini, setelah ada permasalahan asuransi, mereka menyatakan perusahaannya menerapkan sistem mutual. Sehingga, jika perusahaan rugi, nasabah juga ikut rugi. Hal ini tentu tidak memenuhi prinsip keadilan bagi nasabah yang sudah mempercayakan keuangannya melalui premi. Harusnya dijelaskan dari awal posisi nasabah ini seperti apa,” jelasnya.

Lulusan terbaik Program Doktoral Ilmu Hukum Universitas Negeri Jember tersebut melanjutkan, perusahaan juga harus memberikan hak bagi nasabah. Di antaranya perlakuan adil. Sebab, lembaga asuransi dalam operasionalnya membutuhkan kepercayaan masyarakat. “Sehingga semestinya pembayaran klaim nasabah dapat terbayarkan di akhir masa kontrak. Selain itu, sistem yang bisa diakses, kerahasiaan, dan keamanan data serta tersedianya penanganan pengaduan nasabah dan penyelesaian sengketa dapat dilakukan secara sederhana, cepat, dan biaya terjangkau,” tambah perempuan kelahiran Malang tersebut.

Situasi memprihatinkan tersebut tentu tidak dialaminya seorang diri. Banyak juga nasabah asuransi mengeluhkan hal yang sama. Padahal, dana tersebut sangat dibutuhkan untuk persiapan anaknya lanjut ke jenjang yang lebih tinggi. “Oleh karena itu, saya dan nasabah lain rencananya akan mencoba melakukan mediasi kembali ke pihak asuransi. Jika tidak bisa terselesaikan, tentu kami akan mencoba ke OJK Jember untuk membicarakan persoalan ini. Semoga segera ada kejelasan untuk penyelesaiannya” tegasnya.

Pada awal mendengar perusahaan asuransi ada permasalahan, dia sempat ragu untuk meneruskan premi atau berhenti sebelum jatuh masa kontrak. Dia berusaha menemui pimpinan cabang saat itu. Beragam pandangan diberikan. Pada akhirnya, dia memutuskan tetap membayar premi hingga akhir masa kontrak. “Saya teruskan. Karena pembayaran preminya tinggal beberapa kali saja. Begitu pun nasabah yang lain. Ada yang sudah putus asa memilih putus kontrak. Tetapi, ada juga yang tetap berusaha bertahan dengan harapan jika sesuai prosedur di akhir masa kontrak akan lebih memperlancar proses pembayaran,” tuturnya.

Pakar hukum perdata tersebut masih menunggu hingga September mendatang. “Saya sendiri masih menunggu hingga September. Ini tepat setahun belum terbayarkan klaim saya setelah akhir masa kontrak. Selanjutnya, akan berusaha memperjuangkan hak para nasabah untuk mengurus kembali atau mengadukan permasalahan yang dihadapi ini ke OJK,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca