23.5 C
Jember
Tuesday, 21 March 2023

Jadi Momentum Meluruskan Arah Kiblat

Ditemukan Ada yang Masih Melenceng ke Utara

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Peristiwa gerhana bulan total, Rabu malam, memang menarik. Sebab, seluruh masyarakat Lumajang dapat melihatnya secara langsung. Namun, tidak hanya itu, fenomena alam lain juga terjadi dua hari ini. Masyarakat bisa melihat posisi matahari tepat di atas Kakbah.

Hal ini hanya terjadi dua kali dalam setiap tahun. Yakni pada tanggal 27-28 Mei dan 15-16 Juli. Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 16.18 WIB. “Peristiwa seperti ini disebut istiwa a’zham atau rashdul qiblah. Artinya, posisi matahari tepat di atas Kakbah. Sehingga, bayangan benda yang terkena sinar matahari bisa menjadi petunjuk arah kiblat,” kata Hidayatulloh, Ketua Lembaga Falaqiyah NU Lumajang.

Momentum tersebut dapat digunakan masyarakat Lumajang untuk memeriksa ulang arah kiblat. “Tidak perlu alat khusus. Hanya dengan tongkat yang ditancapkan ke tanah atau tongkat yang ditegakkan di atas tanah datar. Bayangan itu akan langsung menunjukkan arah kiblat yang tepat mengarah ke Kakbah. Sehingga, ini pedoman yang bisa dipegang teguh seluruh umat muslim,” jelasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia menuturkan, bayangan dapat dilihat jika kondisi langit tidak mendung. Sebab, yang dibutuhkan adalah bayangan yang terbentuk dari benda di atas tanah. “Jika memakai tongkat, maka tongkatnya tidak boleh miring. Harus tegak berdiri dan langit tidak mendung. Di mana pun tempatnya, bayangan akan tetap mengarah ke kiblat,” tuturnya.

Meski demikian, masih banyak masyarakat yang tidak memegang pedoman itu. Sebab, sebagian masyarakat menggunakan pedoman para pendahulu. “Rata-rata memakai pedoman yang dahulu dan turun-temurun. Yakni condong 15 derajat dari barat ke arah utara. Padahal, yang tepat adalah antara 23-24 derajat,” tambahnya.

Pihaknya pernah memberikan sosialisasi dan pelatihan kalibrasi arah kiblat (pengukuran arah kiblat, Red) ke takmir masjid dan masyarakat. Namun, hal tersebut tidak berjalan maksimal. “Masyarakat tahu arah kiblat di masjid atau musalanya yang tidak lurus ke arah kiblat. Setelah diberikan pemahaman, mereka menyesuaikan. Tetapi itu tidak berjalan lama. Selang beberapa hari, arah kiblat dikembalikan ke posisi awal,” lanjutnya.

Dia menceritakan, ada satu musala yang menyesuaikan arah kiblat sesuai pengukuran pihaknya. “Ada musala di Kecamatan Gucialit. Kami lakukan pengukuran dan ditemukan bahwa arah kiblatnya melenceng jauh. Hampir 40 persen. Dengan kata lain, arah kiblatnya adalah utara. Setelah itu, musala dibongkar dan disesuaikan dengan pengukuran,” ungkapnya.

Lelaki yang menjabat Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf Kemenag Lumajang itu berharap, kesadaran masyarakat untuk salat sesuai kiblat dapat meningkat. “Kami berharap, terutama takmir, bisa memberikan pemahaman ini kepada jamaah. Tidak perlu sampai membongkar bangunan. Cukup membuat garis saf yang baru sesuai hasil kalibrasi dua hari ini,” harapnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Peristiwa gerhana bulan total, Rabu malam, memang menarik. Sebab, seluruh masyarakat Lumajang dapat melihatnya secara langsung. Namun, tidak hanya itu, fenomena alam lain juga terjadi dua hari ini. Masyarakat bisa melihat posisi matahari tepat di atas Kakbah.

Hal ini hanya terjadi dua kali dalam setiap tahun. Yakni pada tanggal 27-28 Mei dan 15-16 Juli. Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 16.18 WIB. “Peristiwa seperti ini disebut istiwa a’zham atau rashdul qiblah. Artinya, posisi matahari tepat di atas Kakbah. Sehingga, bayangan benda yang terkena sinar matahari bisa menjadi petunjuk arah kiblat,” kata Hidayatulloh, Ketua Lembaga Falaqiyah NU Lumajang.

Momentum tersebut dapat digunakan masyarakat Lumajang untuk memeriksa ulang arah kiblat. “Tidak perlu alat khusus. Hanya dengan tongkat yang ditancapkan ke tanah atau tongkat yang ditegakkan di atas tanah datar. Bayangan itu akan langsung menunjukkan arah kiblat yang tepat mengarah ke Kakbah. Sehingga, ini pedoman yang bisa dipegang teguh seluruh umat muslim,” jelasnya.

Dia menuturkan, bayangan dapat dilihat jika kondisi langit tidak mendung. Sebab, yang dibutuhkan adalah bayangan yang terbentuk dari benda di atas tanah. “Jika memakai tongkat, maka tongkatnya tidak boleh miring. Harus tegak berdiri dan langit tidak mendung. Di mana pun tempatnya, bayangan akan tetap mengarah ke kiblat,” tuturnya.

Meski demikian, masih banyak masyarakat yang tidak memegang pedoman itu. Sebab, sebagian masyarakat menggunakan pedoman para pendahulu. “Rata-rata memakai pedoman yang dahulu dan turun-temurun. Yakni condong 15 derajat dari barat ke arah utara. Padahal, yang tepat adalah antara 23-24 derajat,” tambahnya.

Pihaknya pernah memberikan sosialisasi dan pelatihan kalibrasi arah kiblat (pengukuran arah kiblat, Red) ke takmir masjid dan masyarakat. Namun, hal tersebut tidak berjalan maksimal. “Masyarakat tahu arah kiblat di masjid atau musalanya yang tidak lurus ke arah kiblat. Setelah diberikan pemahaman, mereka menyesuaikan. Tetapi itu tidak berjalan lama. Selang beberapa hari, arah kiblat dikembalikan ke posisi awal,” lanjutnya.

Dia menceritakan, ada satu musala yang menyesuaikan arah kiblat sesuai pengukuran pihaknya. “Ada musala di Kecamatan Gucialit. Kami lakukan pengukuran dan ditemukan bahwa arah kiblatnya melenceng jauh. Hampir 40 persen. Dengan kata lain, arah kiblatnya adalah utara. Setelah itu, musala dibongkar dan disesuaikan dengan pengukuran,” ungkapnya.

Lelaki yang menjabat Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf Kemenag Lumajang itu berharap, kesadaran masyarakat untuk salat sesuai kiblat dapat meningkat. “Kami berharap, terutama takmir, bisa memberikan pemahaman ini kepada jamaah. Tidak perlu sampai membongkar bangunan. Cukup membuat garis saf yang baru sesuai hasil kalibrasi dua hari ini,” harapnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Peristiwa gerhana bulan total, Rabu malam, memang menarik. Sebab, seluruh masyarakat Lumajang dapat melihatnya secara langsung. Namun, tidak hanya itu, fenomena alam lain juga terjadi dua hari ini. Masyarakat bisa melihat posisi matahari tepat di atas Kakbah.

Hal ini hanya terjadi dua kali dalam setiap tahun. Yakni pada tanggal 27-28 Mei dan 15-16 Juli. Peristiwa tersebut terjadi pada pukul 16.18 WIB. “Peristiwa seperti ini disebut istiwa a’zham atau rashdul qiblah. Artinya, posisi matahari tepat di atas Kakbah. Sehingga, bayangan benda yang terkena sinar matahari bisa menjadi petunjuk arah kiblat,” kata Hidayatulloh, Ketua Lembaga Falaqiyah NU Lumajang.

Momentum tersebut dapat digunakan masyarakat Lumajang untuk memeriksa ulang arah kiblat. “Tidak perlu alat khusus. Hanya dengan tongkat yang ditancapkan ke tanah atau tongkat yang ditegakkan di atas tanah datar. Bayangan itu akan langsung menunjukkan arah kiblat yang tepat mengarah ke Kakbah. Sehingga, ini pedoman yang bisa dipegang teguh seluruh umat muslim,” jelasnya.

Dia menuturkan, bayangan dapat dilihat jika kondisi langit tidak mendung. Sebab, yang dibutuhkan adalah bayangan yang terbentuk dari benda di atas tanah. “Jika memakai tongkat, maka tongkatnya tidak boleh miring. Harus tegak berdiri dan langit tidak mendung. Di mana pun tempatnya, bayangan akan tetap mengarah ke kiblat,” tuturnya.

Meski demikian, masih banyak masyarakat yang tidak memegang pedoman itu. Sebab, sebagian masyarakat menggunakan pedoman para pendahulu. “Rata-rata memakai pedoman yang dahulu dan turun-temurun. Yakni condong 15 derajat dari barat ke arah utara. Padahal, yang tepat adalah antara 23-24 derajat,” tambahnya.

Pihaknya pernah memberikan sosialisasi dan pelatihan kalibrasi arah kiblat (pengukuran arah kiblat, Red) ke takmir masjid dan masyarakat. Namun, hal tersebut tidak berjalan maksimal. “Masyarakat tahu arah kiblat di masjid atau musalanya yang tidak lurus ke arah kiblat. Setelah diberikan pemahaman, mereka menyesuaikan. Tetapi itu tidak berjalan lama. Selang beberapa hari, arah kiblat dikembalikan ke posisi awal,” lanjutnya.

Dia menceritakan, ada satu musala yang menyesuaikan arah kiblat sesuai pengukuran pihaknya. “Ada musala di Kecamatan Gucialit. Kami lakukan pengukuran dan ditemukan bahwa arah kiblatnya melenceng jauh. Hampir 40 persen. Dengan kata lain, arah kiblatnya adalah utara. Setelah itu, musala dibongkar dan disesuaikan dengan pengukuran,” ungkapnya.

Lelaki yang menjabat Kasi Penyelenggaraan Zakat dan Wakaf Kemenag Lumajang itu berharap, kesadaran masyarakat untuk salat sesuai kiblat dapat meningkat. “Kami berharap, terutama takmir, bisa memberikan pemahaman ini kepada jamaah. Tidak perlu sampai membongkar bangunan. Cukup membuat garis saf yang baru sesuai hasil kalibrasi dua hari ini,” harapnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca