30.2 C
Jember
Sunday, 4 June 2023

Bahaya Penyakit, Lumajang Gencarkan Pengelolaan Sanitasi

Sanitasi tak aman bukan hanya menjadi ancaman. Lebih dari itu, sanitasi tak aman bisa memicu beragam penyakit datang. Meski semua desa di Lumajang sudah mendeklarasikan diri sebagai desa open defecation free (ODF), namun perilaku masyarakat belum banyak berubah.

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pandemi korona memang memberikan dampak perubahan perilaku masyarakat. Salah satunya mencuci tangan. Sebelum korona, banyak masyarakat yang mengabaikan. Namun, belakangan menjadi tren baik di tengah kehidupan. Tanpa paksaan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) mulai diterapkan.

Meski demikian, kesadaran sebagian kecil masyarakat mulai berkurang. Faktornya sangat beragam. Yang pasti, hal itu menjadi ancaman. Terlebih, 30 persen penyakit berbasis lingkungan yang menular berawal dari sanitasi tak aman. Penyelesaiannya, ada investasi kehidupan melalui pengelolaan dan penerapan sanitasi aman.

Arie Risdiyanti, Kasi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Olahraga Dinkes Lumajang, mengatakan, secara umum kesadaran masyarakat meninggi. Terbukti, beberapa kawasan sekitar aliran sungai tidak lagi buang air besar sembarangan (BABS) di sungai. Namun, mencuci baju dan barang hingga membuang sampah masih sering dilakukan.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Ini menjadi ancaman mendatangkan banyak penyakit. Kalau BABS, kualitas air akan tercemar. Karena ada bakteri E. coli. Masyarakat yang mengonsumsi airnya bisa jadi terkena diare. Sementara, sampah yang dibuang di sungai juga bisa menjadi tempat nyamuk berkembang biak sehingga ada potensi penyakit malaria. Tidak hanya itu, penyakit lainnya akan terus berdatangan,” jelasnya.

Dia melanjutkan, lima pilar harus terus dilakukan. Hal itu meliputi stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, serta pengamanan limbah cair rumah tangga. Jika hal ini tidak mulai dilakukan, ancaman tersebut menjadi kenyataan.

Memang, hal itu tidak semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pendekatan persuasif ke masyarakat. Salah satunya meyakinkan jamban yang aman. Artinya, jamban tersebut sudah terstandardisasi. “Idealnya dalam satu rumah tangga ada satu jamban yang sudah standar. Yakni jamban model leher angsa dengan menggunakan septic tank kedap. Memang harganya sedikit lebih mahal. Tetapi, itu jauh lebih aman,” tambahnya.

Arie berharap, sanitasi aman bisa terwujud di semua kawasan. Terlebih, semua desa sudah mendeklarasikan diri sebagai desa bebas BABS atau open defecation free (ODF). “Membangun sarana prasarana memang bukan kewenangan kami. Namun, kami akan terus mengawal agar sanitasi aman bisa merata di semua desa,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Muhammad Sidkin Ali
Redaktur : Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pandemi korona memang memberikan dampak perubahan perilaku masyarakat. Salah satunya mencuci tangan. Sebelum korona, banyak masyarakat yang mengabaikan. Namun, belakangan menjadi tren baik di tengah kehidupan. Tanpa paksaan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) mulai diterapkan.

Meski demikian, kesadaran sebagian kecil masyarakat mulai berkurang. Faktornya sangat beragam. Yang pasti, hal itu menjadi ancaman. Terlebih, 30 persen penyakit berbasis lingkungan yang menular berawal dari sanitasi tak aman. Penyelesaiannya, ada investasi kehidupan melalui pengelolaan dan penerapan sanitasi aman.

Arie Risdiyanti, Kasi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Olahraga Dinkes Lumajang, mengatakan, secara umum kesadaran masyarakat meninggi. Terbukti, beberapa kawasan sekitar aliran sungai tidak lagi buang air besar sembarangan (BABS) di sungai. Namun, mencuci baju dan barang hingga membuang sampah masih sering dilakukan.

“Ini menjadi ancaman mendatangkan banyak penyakit. Kalau BABS, kualitas air akan tercemar. Karena ada bakteri E. coli. Masyarakat yang mengonsumsi airnya bisa jadi terkena diare. Sementara, sampah yang dibuang di sungai juga bisa menjadi tempat nyamuk berkembang biak sehingga ada potensi penyakit malaria. Tidak hanya itu, penyakit lainnya akan terus berdatangan,” jelasnya.

Dia melanjutkan, lima pilar harus terus dilakukan. Hal itu meliputi stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, serta pengamanan limbah cair rumah tangga. Jika hal ini tidak mulai dilakukan, ancaman tersebut menjadi kenyataan.

Memang, hal itu tidak semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pendekatan persuasif ke masyarakat. Salah satunya meyakinkan jamban yang aman. Artinya, jamban tersebut sudah terstandardisasi. “Idealnya dalam satu rumah tangga ada satu jamban yang sudah standar. Yakni jamban model leher angsa dengan menggunakan septic tank kedap. Memang harganya sedikit lebih mahal. Tetapi, itu jauh lebih aman,” tambahnya.

Arie berharap, sanitasi aman bisa terwujud di semua kawasan. Terlebih, semua desa sudah mendeklarasikan diri sebagai desa bebas BABS atau open defecation free (ODF). “Membangun sarana prasarana memang bukan kewenangan kami. Namun, kami akan terus mengawal agar sanitasi aman bisa merata di semua desa,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Muhammad Sidkin Ali
Redaktur : Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pandemi korona memang memberikan dampak perubahan perilaku masyarakat. Salah satunya mencuci tangan. Sebelum korona, banyak masyarakat yang mengabaikan. Namun, belakangan menjadi tren baik di tengah kehidupan. Tanpa paksaan, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) mulai diterapkan.

Meski demikian, kesadaran sebagian kecil masyarakat mulai berkurang. Faktornya sangat beragam. Yang pasti, hal itu menjadi ancaman. Terlebih, 30 persen penyakit berbasis lingkungan yang menular berawal dari sanitasi tak aman. Penyelesaiannya, ada investasi kehidupan melalui pengelolaan dan penerapan sanitasi aman.

Arie Risdiyanti, Kasi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Kerja, dan Olahraga Dinkes Lumajang, mengatakan, secara umum kesadaran masyarakat meninggi. Terbukti, beberapa kawasan sekitar aliran sungai tidak lagi buang air besar sembarangan (BABS) di sungai. Namun, mencuci baju dan barang hingga membuang sampah masih sering dilakukan.

“Ini menjadi ancaman mendatangkan banyak penyakit. Kalau BABS, kualitas air akan tercemar. Karena ada bakteri E. coli. Masyarakat yang mengonsumsi airnya bisa jadi terkena diare. Sementara, sampah yang dibuang di sungai juga bisa menjadi tempat nyamuk berkembang biak sehingga ada potensi penyakit malaria. Tidak hanya itu, penyakit lainnya akan terus berdatangan,” jelasnya.

Dia melanjutkan, lima pilar harus terus dilakukan. Hal itu meliputi stop buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum dan makanan rumah tangga, pengamanan sampah rumah tangga, serta pengamanan limbah cair rumah tangga. Jika hal ini tidak mulai dilakukan, ancaman tersebut menjadi kenyataan.

Memang, hal itu tidak semudah membalikkan tangan. Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan pendekatan persuasif ke masyarakat. Salah satunya meyakinkan jamban yang aman. Artinya, jamban tersebut sudah terstandardisasi. “Idealnya dalam satu rumah tangga ada satu jamban yang sudah standar. Yakni jamban model leher angsa dengan menggunakan septic tank kedap. Memang harganya sedikit lebih mahal. Tetapi, itu jauh lebih aman,” tambahnya.

Arie berharap, sanitasi aman bisa terwujud di semua kawasan. Terlebih, semua desa sudah mendeklarasikan diri sebagai desa bebas BABS atau open defecation free (ODF). “Membangun sarana prasarana memang bukan kewenangan kami. Namun, kami akan terus mengawal agar sanitasi aman bisa merata di semua desa,” pungkasnya.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Muhammad Sidkin Ali
Redaktur : Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca