26.8 C
Jember
Sunday, 2 April 2023

Rayakan Hari Raya di Tenda

Suka Duka Berlebaran di Kawasan Terdampak Gempa Idealnya, hari raya identik dengan perayaan yang gegap gempita. Momen tahunan yang dirasakan dengan kebahagiaan bagi semua umat Islam. Sebab, setelah sebulan lamanya berpuasa, masyarakat menyambut hari raya dengan suka cita. Namun, tidak bagi masyarakat yang terdampak gempa. Pada hari raya, suka cita menjadi duka cita.

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kondisi yang dirasakan masyarakat Kaliuling, Tempursari, begitu memilukan. Hari raya tahun ini diselimuti dengan kenangan pilu sebulan lalu. Gempa bumi yang berpusat di Malang menghancurkan rumah mereka. Sebagian masyarakat sudah mempersiapkan dengan membangun rumah baru atau sekadar mempercantik tampilan. Kini, mereka merayakan hari raya di tenda.

Tentu, bagi mereka, Lebaran tahun ini sungguh berbeda. Namun, mereka tegar menghadapi kenyataan pahit dengan pulih bersama. Meski dengan fasilitas apa adanya, persiapan tetap dilakukan.

“Sehari sebelum salat Id, kami membersihkan puing-puing yang ada di sekitar tenda. Awalnya di lokasi ini berdiri Masjid Al Falah yang biasa digunakan untuk salat. Karena gempa, bangunannya runtuh dan tidak bisa digunakan salat. Terpaksa kami membersihkan puing bangunan yang runtuh di sekitar masjid agar tetap bisa salat di tenda yang sudah dibangun sekitar masjid,” ujar Poniran, Sekretaris Takmir Masjid Al Falah Iburaja, Kaliuling.

Mobile_AP_Rectangle 2

Masjid Al Falah menjadi masjid yang terdampak paling parah akibat gempa. Biasanya, masjid tersebut digunakan masyarakat sekitar untuk salat Id. Namun, tahun ini tidak bisa. “Jadi, kami salat di tenda yang sudah dibangun pemerintah. Memang, tenda ini digunakan untuk keperluan ibadah,” katanya.

Selain tenda utama, pihaknya juga menambah dua tenda. Satu untuk khatib dan imam. Sedangkan yang lain untuk jamaah perempuan. “Antusiasme masyarakat untuk salat Id sangat luar biasa. Meski keadaannya seperti ini, jumlah jamaah meningkat. Jadi, kami mendirikan dua tenda lagi karena tenda utama tidak muat,” tambahnya.

Bahkan, alas untuk salat juga tidak cukup menampung para jamaah. “Alas juga tidak cukup. Tapi, kami bersyukur, masyarakat berinisiatif untuk mencari pinjaman. Mereka yang punya tikar langsung dibawa ke tenda tanpa diminta. Gempa sebulan lalu memunculkan nilai baru di masyarakat. Kami bisa bekerja sama, bersatu, dan bersama tanpa lagi membedakan kamu siapa dan dari mana,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Istimewa
Editor: Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kondisi yang dirasakan masyarakat Kaliuling, Tempursari, begitu memilukan. Hari raya tahun ini diselimuti dengan kenangan pilu sebulan lalu. Gempa bumi yang berpusat di Malang menghancurkan rumah mereka. Sebagian masyarakat sudah mempersiapkan dengan membangun rumah baru atau sekadar mempercantik tampilan. Kini, mereka merayakan hari raya di tenda.

Tentu, bagi mereka, Lebaran tahun ini sungguh berbeda. Namun, mereka tegar menghadapi kenyataan pahit dengan pulih bersama. Meski dengan fasilitas apa adanya, persiapan tetap dilakukan.

“Sehari sebelum salat Id, kami membersihkan puing-puing yang ada di sekitar tenda. Awalnya di lokasi ini berdiri Masjid Al Falah yang biasa digunakan untuk salat. Karena gempa, bangunannya runtuh dan tidak bisa digunakan salat. Terpaksa kami membersihkan puing bangunan yang runtuh di sekitar masjid agar tetap bisa salat di tenda yang sudah dibangun sekitar masjid,” ujar Poniran, Sekretaris Takmir Masjid Al Falah Iburaja, Kaliuling.

Masjid Al Falah menjadi masjid yang terdampak paling parah akibat gempa. Biasanya, masjid tersebut digunakan masyarakat sekitar untuk salat Id. Namun, tahun ini tidak bisa. “Jadi, kami salat di tenda yang sudah dibangun pemerintah. Memang, tenda ini digunakan untuk keperluan ibadah,” katanya.

Selain tenda utama, pihaknya juga menambah dua tenda. Satu untuk khatib dan imam. Sedangkan yang lain untuk jamaah perempuan. “Antusiasme masyarakat untuk salat Id sangat luar biasa. Meski keadaannya seperti ini, jumlah jamaah meningkat. Jadi, kami mendirikan dua tenda lagi karena tenda utama tidak muat,” tambahnya.

Bahkan, alas untuk salat juga tidak cukup menampung para jamaah. “Alas juga tidak cukup. Tapi, kami bersyukur, masyarakat berinisiatif untuk mencari pinjaman. Mereka yang punya tikar langsung dibawa ke tenda tanpa diminta. Gempa sebulan lalu memunculkan nilai baru di masyarakat. Kami bisa bekerja sama, bersatu, dan bersama tanpa lagi membedakan kamu siapa dan dari mana,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Istimewa
Editor: Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Kondisi yang dirasakan masyarakat Kaliuling, Tempursari, begitu memilukan. Hari raya tahun ini diselimuti dengan kenangan pilu sebulan lalu. Gempa bumi yang berpusat di Malang menghancurkan rumah mereka. Sebagian masyarakat sudah mempersiapkan dengan membangun rumah baru atau sekadar mempercantik tampilan. Kini, mereka merayakan hari raya di tenda.

Tentu, bagi mereka, Lebaran tahun ini sungguh berbeda. Namun, mereka tegar menghadapi kenyataan pahit dengan pulih bersama. Meski dengan fasilitas apa adanya, persiapan tetap dilakukan.

“Sehari sebelum salat Id, kami membersihkan puing-puing yang ada di sekitar tenda. Awalnya di lokasi ini berdiri Masjid Al Falah yang biasa digunakan untuk salat. Karena gempa, bangunannya runtuh dan tidak bisa digunakan salat. Terpaksa kami membersihkan puing bangunan yang runtuh di sekitar masjid agar tetap bisa salat di tenda yang sudah dibangun sekitar masjid,” ujar Poniran, Sekretaris Takmir Masjid Al Falah Iburaja, Kaliuling.

Masjid Al Falah menjadi masjid yang terdampak paling parah akibat gempa. Biasanya, masjid tersebut digunakan masyarakat sekitar untuk salat Id. Namun, tahun ini tidak bisa. “Jadi, kami salat di tenda yang sudah dibangun pemerintah. Memang, tenda ini digunakan untuk keperluan ibadah,” katanya.

Selain tenda utama, pihaknya juga menambah dua tenda. Satu untuk khatib dan imam. Sedangkan yang lain untuk jamaah perempuan. “Antusiasme masyarakat untuk salat Id sangat luar biasa. Meski keadaannya seperti ini, jumlah jamaah meningkat. Jadi, kami mendirikan dua tenda lagi karena tenda utama tidak muat,” tambahnya.

Bahkan, alas untuk salat juga tidak cukup menampung para jamaah. “Alas juga tidak cukup. Tapi, kami bersyukur, masyarakat berinisiatif untuk mencari pinjaman. Mereka yang punya tikar langsung dibawa ke tenda tanpa diminta. Gempa sebulan lalu memunculkan nilai baru di masyarakat. Kami bisa bekerja sama, bersatu, dan bersama tanpa lagi membedakan kamu siapa dan dari mana,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Istimewa
Editor: Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca