LUMAJANG RADAR JEMBER.ID – Pertanyaan yang selama ini menggantung di kepala warga Lumajang tentang timbangan pasir PT Mutiara Halim sedikit terjawab. Bukan hanya soal legalitas pungutan, tapi juga pada taksiran nilai pungutan dan setoran ke Pemkab. Wajar jika bupati sampai “mengamuk”.
Sidak itu dilakukan bupati sendiri ke lokasi jembatan timbang PT MH Kedungjajang. Bupati langsung menuju loket pembayaran. “Sik…sik…sik, ini dari siapa? Aku iki bupati, iki lo logone Pemerintah Kabupaten Lumajang, ayo iki teko sopo?” tanya Bupati Thoriq muntab.
Petugas menjawab jika struk pembayaran itu dari PT MH. “Tidak ada dari pemkab gini ini. Ada logo pemkab, namanya Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah (DPKAD). Iki wis gak enek Dinas iki,” bantah Cak Thoriq.
Spontan, petugas kebingungan dan saling melempar ke petugas yang lain. Cak Thoriq langsung menginterogasi satu per satu petugas di sana. Disebutkan ada nama Mbak Pur dari PT MH yang memberi dan menerima hasil pungutan.
Di situlah bupati kembali marah. “Gimana ini Mutiara Halim. Nggawe-nggawe dewe nyetak-nyetak dewe, pemkab gak weruh opo-opo. Pidana iki. yaudah gausah pake ini sekarang, gak usah pakai logo pemkab,” amuknya.
Setelah mengamankan sejumlah bukti, bupati bergegas menemui sopir truk yang membayar. Diketahui jika setelah membayar, sopir mendapat dua lembar karcis. Satu hasil print out, kedua tulisan tangan yang ada logo pemkab. Kondisi itu membuat bupati makin geleng-geleng kepala.
Dari sidak itu juga diketahui bahwa dalam sehari, pendapatan pungutan berkisar Rp 40 juta. Itu berdasarkan keterangan petugas di loket yang sempat ditanya bupati. Pendapatan tiap hari rata-rata sif pagi Rp 8 juta, sore sekitar Rp 20 – Rp 25 juta, dan malam Rp 10 – Rp 12 juta.
Jika diasumsikan minimal saja, dalam sehari sudah mampu mengantongi Rp 38 juta. Dalam sebulan sudah tembus Rp 1 miliar, dan setahun ditaksir belasan miliar. Sedangkan yang disetorkan ke pemkab jauh api dari panggang. Pada 2018 lalu, dari sumber pemkab, setoran dari PT MH hanya Rp 2,05 miliar. (*)