23.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Satu KK Dapat Satu Hunian Sementara untuk Pengungsi Erupsi Gunung Semeru

Rupanya penyediaan hunian sementara (huntara) untuk korban terdampak bukan berdasar rumah warga yang rusak akibat erupsi Gunung Semeru. Tetapi, semakin banyak KK dalam satu rumah, semakin banyak pula mereka dapat huntara.

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembahasan grand design serta site plan dalam mewujudkan tempat relokasi yang ideal, smart city yang diharapkan warga terdampak, telah final. Kali ini seluruh relawan maupun non-governmental organization (NGO) bakal segera membangun ribuan huntara. Tak tanggung-tanggung, totalnya ternyata mencapai 1.951 huntara.

Padahal, asesmen Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang menunjukkan jumlah rumah yang rusak mencapai 1.107 rumah warga. Sebagian besar rumah yang ada di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dan Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, tersebut terkena awan panas guguran (APG).

Kepala Pelaksana BPBD Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengatakan, dua–tiga hari sampai sepekan pascabencana, Pemkab Lumajang terus melakukan asesmen kerugian fasilitas umum macam polindes, gedung sekolah, posyandu, dan tempat ibadah. Termasuk menghitung rumah warga yang rusak.

Mobile_AP_Rectangle 2

Menurutnya, sekalipun banyak warga yang tinggal di zona merah, tetapi rumah yang terdampak hanya seribu lebih. Sehingga hanya rumah warga yang rusak yang diutamakan. Mereka bakal direlokasi ke tempat yang lebih aman dan dilarang untuk kembali ke rumah yang rusak tersebut.

“Karena mereka masuk zona merah, otomatis mereka harus cari tempat yang namanya relokasi itu. Di tempat relokasi itu dasarnya bukan rumah, tetapi dasarnya KK. Kalau seandainya ada orang yang tinggal dengan mertuanya, berarti dua KK itu. Tetapi, untuk keperluan data, jumlah rumah yang rusak itu dihitung,” katanya.

Sementara, untuk rumah warga yang tidak terdampak tetapi tinggal di zona merah, Pemkab Lumajang hanya memberikan imbauan. Sebab, tidak mungkin pemerintah merelokasi seluruh rumah tersebut. Bakal ada banyak desa yang direlokasi.

“Tidak mungkin, akan banyak desa. Jadi, kalau dulu satu rumah itu dihuni mertua beserta mantunya, sekarang di tempat relokasi mereka dapat sendiri-sendiri. Satu rumah bisa dapat tiga huntara dan huntap kalau ada tiga KK di rumah itu,” tambahnya.

Sementara itu, Bupati Lumajang Thoriqul Haq menarget pengerjaan huntara itu bakal selesai dengan waktu yang cukup cepat. “Akan kami prioritaskan yang punya balita, anak-anak, dan lansia. Dalam kurun waktu 1,5 bulan ini bisa kami selesaikan,” pungkasnya.

Pekerjaan Huntara Bertahap per Dusun

Teknis pengerjaan ribuan huntara ini telah diatur detail oleh Pemkab Lumajang. Selain memetakan garapan masing-masing relawan dan non-governmental organization (NGO), Pemkab Lumajang juga tengah mengatur tahapan pengungsi menempati ke huntara. Tahapan masuk relokasi kemungkinan besar dilakukan per dusun.

Asisten Administrasi Setda Lumajang Nugroho Dwi Atmoko mengatakan, ada tiga segmen yang bergerak dalam proses pembangunan huntara. Relawan beserta NGO, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemkab Lumajang. Masing-masing memiliki porsi kewenangan dan peran sendiri-sendiri.

“Prinsip kerja kami itu paralel. Artinya, NGO fokus dalam pembangunan huntara sesuai contoh standar. Kementerian PU akan fokus untuk pembangunan fasum seperti jalan, drainase, jaringan air bersih, pasar, dan sekolah. Nah, pemkab akan fokus di operasional dan mencukupi hal-hal yang kurang,” katanya.

Nugroho melanjutkan, saat ini fasum yang tengah dikerjakan adalah pembangunan jaringan listrik dan jaringan air. Sebab, kedua hal ini menjadi kebutuhan dasar dalam pembangunan huntara. Sebab, rencananya sebelum Hari Raya Idul Fitri seluruh proses pembangunan huntara selesai.

Walaupun saat Lebaran tersebut pihaknya menyadari bakal ada kekurangan. Namun, paling tidak saat itu seluruh sarana dan prasarana yang mendukung memadai. “Di surat keputusan bupati, kami menyiapkan sekitar 1.951 huntara untuk warga terdampak,” tambahnya.

Rencananya, seluruh warga pengungsi itu bakal dipindah per dusun. Bergantung kecepatan NGO yang menggarap satu blok untuk klaster tertentu. “Nanti masuknya juga paralel. Kalau huntaranya sudah, nanti kami arahkan per klester atau klaster dusun,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Atieqson Mar Iqbal
Fotografer : Atieqson Mar Iqbal
Redaktur : Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembahasan grand design serta site plan dalam mewujudkan tempat relokasi yang ideal, smart city yang diharapkan warga terdampak, telah final. Kali ini seluruh relawan maupun non-governmental organization (NGO) bakal segera membangun ribuan huntara. Tak tanggung-tanggung, totalnya ternyata mencapai 1.951 huntara.

Padahal, asesmen Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang menunjukkan jumlah rumah yang rusak mencapai 1.107 rumah warga. Sebagian besar rumah yang ada di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dan Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, tersebut terkena awan panas guguran (APG).

Kepala Pelaksana BPBD Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengatakan, dua–tiga hari sampai sepekan pascabencana, Pemkab Lumajang terus melakukan asesmen kerugian fasilitas umum macam polindes, gedung sekolah, posyandu, dan tempat ibadah. Termasuk menghitung rumah warga yang rusak.

Menurutnya, sekalipun banyak warga yang tinggal di zona merah, tetapi rumah yang terdampak hanya seribu lebih. Sehingga hanya rumah warga yang rusak yang diutamakan. Mereka bakal direlokasi ke tempat yang lebih aman dan dilarang untuk kembali ke rumah yang rusak tersebut.

“Karena mereka masuk zona merah, otomatis mereka harus cari tempat yang namanya relokasi itu. Di tempat relokasi itu dasarnya bukan rumah, tetapi dasarnya KK. Kalau seandainya ada orang yang tinggal dengan mertuanya, berarti dua KK itu. Tetapi, untuk keperluan data, jumlah rumah yang rusak itu dihitung,” katanya.

Sementara, untuk rumah warga yang tidak terdampak tetapi tinggal di zona merah, Pemkab Lumajang hanya memberikan imbauan. Sebab, tidak mungkin pemerintah merelokasi seluruh rumah tersebut. Bakal ada banyak desa yang direlokasi.

“Tidak mungkin, akan banyak desa. Jadi, kalau dulu satu rumah itu dihuni mertua beserta mantunya, sekarang di tempat relokasi mereka dapat sendiri-sendiri. Satu rumah bisa dapat tiga huntara dan huntap kalau ada tiga KK di rumah itu,” tambahnya.

Sementara itu, Bupati Lumajang Thoriqul Haq menarget pengerjaan huntara itu bakal selesai dengan waktu yang cukup cepat. “Akan kami prioritaskan yang punya balita, anak-anak, dan lansia. Dalam kurun waktu 1,5 bulan ini bisa kami selesaikan,” pungkasnya.

Pekerjaan Huntara Bertahap per Dusun

Teknis pengerjaan ribuan huntara ini telah diatur detail oleh Pemkab Lumajang. Selain memetakan garapan masing-masing relawan dan non-governmental organization (NGO), Pemkab Lumajang juga tengah mengatur tahapan pengungsi menempati ke huntara. Tahapan masuk relokasi kemungkinan besar dilakukan per dusun.

Asisten Administrasi Setda Lumajang Nugroho Dwi Atmoko mengatakan, ada tiga segmen yang bergerak dalam proses pembangunan huntara. Relawan beserta NGO, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemkab Lumajang. Masing-masing memiliki porsi kewenangan dan peran sendiri-sendiri.

“Prinsip kerja kami itu paralel. Artinya, NGO fokus dalam pembangunan huntara sesuai contoh standar. Kementerian PU akan fokus untuk pembangunan fasum seperti jalan, drainase, jaringan air bersih, pasar, dan sekolah. Nah, pemkab akan fokus di operasional dan mencukupi hal-hal yang kurang,” katanya.

Nugroho melanjutkan, saat ini fasum yang tengah dikerjakan adalah pembangunan jaringan listrik dan jaringan air. Sebab, kedua hal ini menjadi kebutuhan dasar dalam pembangunan huntara. Sebab, rencananya sebelum Hari Raya Idul Fitri seluruh proses pembangunan huntara selesai.

Walaupun saat Lebaran tersebut pihaknya menyadari bakal ada kekurangan. Namun, paling tidak saat itu seluruh sarana dan prasarana yang mendukung memadai. “Di surat keputusan bupati, kami menyiapkan sekitar 1.951 huntara untuk warga terdampak,” tambahnya.

Rencananya, seluruh warga pengungsi itu bakal dipindah per dusun. Bergantung kecepatan NGO yang menggarap satu blok untuk klaster tertentu. “Nanti masuknya juga paralel. Kalau huntaranya sudah, nanti kami arahkan per klester atau klaster dusun,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Atieqson Mar Iqbal
Fotografer : Atieqson Mar Iqbal
Redaktur : Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Pembahasan grand design serta site plan dalam mewujudkan tempat relokasi yang ideal, smart city yang diharapkan warga terdampak, telah final. Kali ini seluruh relawan maupun non-governmental organization (NGO) bakal segera membangun ribuan huntara. Tak tanggung-tanggung, totalnya ternyata mencapai 1.951 huntara.

Padahal, asesmen Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lumajang menunjukkan jumlah rumah yang rusak mencapai 1.107 rumah warga. Sebagian besar rumah yang ada di Desa Sumberwuluh, Kecamatan Candipuro, dan Desa Supiturang, Kecamatan Pronojiwo, tersebut terkena awan panas guguran (APG).

Kepala Pelaksana BPBD Lumajang Patria Dwi Hastiadi mengatakan, dua–tiga hari sampai sepekan pascabencana, Pemkab Lumajang terus melakukan asesmen kerugian fasilitas umum macam polindes, gedung sekolah, posyandu, dan tempat ibadah. Termasuk menghitung rumah warga yang rusak.

Menurutnya, sekalipun banyak warga yang tinggal di zona merah, tetapi rumah yang terdampak hanya seribu lebih. Sehingga hanya rumah warga yang rusak yang diutamakan. Mereka bakal direlokasi ke tempat yang lebih aman dan dilarang untuk kembali ke rumah yang rusak tersebut.

“Karena mereka masuk zona merah, otomatis mereka harus cari tempat yang namanya relokasi itu. Di tempat relokasi itu dasarnya bukan rumah, tetapi dasarnya KK. Kalau seandainya ada orang yang tinggal dengan mertuanya, berarti dua KK itu. Tetapi, untuk keperluan data, jumlah rumah yang rusak itu dihitung,” katanya.

Sementara, untuk rumah warga yang tidak terdampak tetapi tinggal di zona merah, Pemkab Lumajang hanya memberikan imbauan. Sebab, tidak mungkin pemerintah merelokasi seluruh rumah tersebut. Bakal ada banyak desa yang direlokasi.

“Tidak mungkin, akan banyak desa. Jadi, kalau dulu satu rumah itu dihuni mertua beserta mantunya, sekarang di tempat relokasi mereka dapat sendiri-sendiri. Satu rumah bisa dapat tiga huntara dan huntap kalau ada tiga KK di rumah itu,” tambahnya.

Sementara itu, Bupati Lumajang Thoriqul Haq menarget pengerjaan huntara itu bakal selesai dengan waktu yang cukup cepat. “Akan kami prioritaskan yang punya balita, anak-anak, dan lansia. Dalam kurun waktu 1,5 bulan ini bisa kami selesaikan,” pungkasnya.

Pekerjaan Huntara Bertahap per Dusun

Teknis pengerjaan ribuan huntara ini telah diatur detail oleh Pemkab Lumajang. Selain memetakan garapan masing-masing relawan dan non-governmental organization (NGO), Pemkab Lumajang juga tengah mengatur tahapan pengungsi menempati ke huntara. Tahapan masuk relokasi kemungkinan besar dilakukan per dusun.

Asisten Administrasi Setda Lumajang Nugroho Dwi Atmoko mengatakan, ada tiga segmen yang bergerak dalam proses pembangunan huntara. Relawan beserta NGO, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), serta Pemkab Lumajang. Masing-masing memiliki porsi kewenangan dan peran sendiri-sendiri.

“Prinsip kerja kami itu paralel. Artinya, NGO fokus dalam pembangunan huntara sesuai contoh standar. Kementerian PU akan fokus untuk pembangunan fasum seperti jalan, drainase, jaringan air bersih, pasar, dan sekolah. Nah, pemkab akan fokus di operasional dan mencukupi hal-hal yang kurang,” katanya.

Nugroho melanjutkan, saat ini fasum yang tengah dikerjakan adalah pembangunan jaringan listrik dan jaringan air. Sebab, kedua hal ini menjadi kebutuhan dasar dalam pembangunan huntara. Sebab, rencananya sebelum Hari Raya Idul Fitri seluruh proses pembangunan huntara selesai.

Walaupun saat Lebaran tersebut pihaknya menyadari bakal ada kekurangan. Namun, paling tidak saat itu seluruh sarana dan prasarana yang mendukung memadai. “Di surat keputusan bupati, kami menyiapkan sekitar 1.951 huntara untuk warga terdampak,” tambahnya.

Rencananya, seluruh warga pengungsi itu bakal dipindah per dusun. Bergantung kecepatan NGO yang menggarap satu blok untuk klaster tertentu. “Nanti masuknya juga paralel. Kalau huntaranya sudah, nanti kami arahkan per klester atau klaster dusun,” pungkasnya.

 

 

 

Jurnalis : Atieqson Mar Iqbal
Fotografer : Atieqson Mar Iqbal
Redaktur : Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca