22.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Dana Bagi Hasil Cukai Masih Pro Kontra

Perlindungan Petani Pakai DBHCHT Belum Klir

Mobile_AP_Rectangle 1

KEPUHARJO, Radar Semeru – Kesiapan Pemkab Lumajang melakukan pendataan calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sejak awal tampaknya bukan tanpa alasan. Sebab, selain untuk memetakan jumlah calon penerima, kabarnya seluruh petani itu juga bakal dilindungi jaminan tenaga kerja.

Kebijakan mewajibkan seluruh petani dan buruh tembakau menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) itu memang belum didok. Namun, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Lumajang menolak jika pembayaran iuran dibebankan kepada petani dengan menyisihkan sebagian BLT DBHCHT.

Ketua APTI Lumajang Dwi Wahyono menjelaskan, penerapan kebijakan itu berpotensi bakal bermasalah di lapangan. Sebab, sebelumnya sebagian besar petani dan buruh keberatan jika dipungut iuran setiap bulan. Meskipun nominal iuran yang dikeluarkan secara rutin tersebut tergolong murah.

Mobile_AP_Rectangle 2

Tahun lalu, kurang lebih ada sekitar 50 petani tembakau yang menjadi peserta BPJS TK. Bahkan, 50 anggota tersebut dijadikan perisai alias agen yang membantu untuk memberikan pemahaman program-program BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat di desa. Namun, karena tiga bulan tak memiliki progres, maka akun mereka dinonaktifkan.

“Kecuali pembayaran preminya dialokasikan dari DBHCHT. Kalau suruh bayar secara mandiri ya angel. Kalau aku kalau dipotong di BLT, aku gak setuju. Tapi, kalau dialokasikan dari DBHCHT gapapa. Jangan dipotong di salah satu kegiatannya, alasan apa pun pasti Dinsos tidak berkenan kalau gak lengkap Rp 1,5 juta sesuai di RKA-nya,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lumajang Rosyidah menjelaskan, perlindungan terhadap pekerja memang sangat diperlukan. Terutama bagi pekerjaan yang memiliki risiko kecelakaan tinggi. Namun, untuk urusan kebijakan perlindungan terhadap petani dan buruh tembakau masih belum dibahas secara detail.

Termasuk urusan menggunakan anggaran DBHCHT untuk melindungi petani dan buruh tembakau. “Terakhir belum ada instruksi. Nunggu juknis saja, takut salah. Karena yang punya wewenang sekretariat DBHCHT ataupun Bappeda dalam penganggaran. Tim sekretariat itu masih menunggu juknis,” pungkasnya. (son/c2/fid)

- Advertisement -

KEPUHARJO, Radar Semeru – Kesiapan Pemkab Lumajang melakukan pendataan calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sejak awal tampaknya bukan tanpa alasan. Sebab, selain untuk memetakan jumlah calon penerima, kabarnya seluruh petani itu juga bakal dilindungi jaminan tenaga kerja.

Kebijakan mewajibkan seluruh petani dan buruh tembakau menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) itu memang belum didok. Namun, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Lumajang menolak jika pembayaran iuran dibebankan kepada petani dengan menyisihkan sebagian BLT DBHCHT.

Ketua APTI Lumajang Dwi Wahyono menjelaskan, penerapan kebijakan itu berpotensi bakal bermasalah di lapangan. Sebab, sebelumnya sebagian besar petani dan buruh keberatan jika dipungut iuran setiap bulan. Meskipun nominal iuran yang dikeluarkan secara rutin tersebut tergolong murah.

Tahun lalu, kurang lebih ada sekitar 50 petani tembakau yang menjadi peserta BPJS TK. Bahkan, 50 anggota tersebut dijadikan perisai alias agen yang membantu untuk memberikan pemahaman program-program BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat di desa. Namun, karena tiga bulan tak memiliki progres, maka akun mereka dinonaktifkan.

“Kecuali pembayaran preminya dialokasikan dari DBHCHT. Kalau suruh bayar secara mandiri ya angel. Kalau aku kalau dipotong di BLT, aku gak setuju. Tapi, kalau dialokasikan dari DBHCHT gapapa. Jangan dipotong di salah satu kegiatannya, alasan apa pun pasti Dinsos tidak berkenan kalau gak lengkap Rp 1,5 juta sesuai di RKA-nya,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lumajang Rosyidah menjelaskan, perlindungan terhadap pekerja memang sangat diperlukan. Terutama bagi pekerjaan yang memiliki risiko kecelakaan tinggi. Namun, untuk urusan kebijakan perlindungan terhadap petani dan buruh tembakau masih belum dibahas secara detail.

Termasuk urusan menggunakan anggaran DBHCHT untuk melindungi petani dan buruh tembakau. “Terakhir belum ada instruksi. Nunggu juknis saja, takut salah. Karena yang punya wewenang sekretariat DBHCHT ataupun Bappeda dalam penganggaran. Tim sekretariat itu masih menunggu juknis,” pungkasnya. (son/c2/fid)

KEPUHARJO, Radar Semeru – Kesiapan Pemkab Lumajang melakukan pendataan calon penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT) Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) sejak awal tampaknya bukan tanpa alasan. Sebab, selain untuk memetakan jumlah calon penerima, kabarnya seluruh petani itu juga bakal dilindungi jaminan tenaga kerja.

Kebijakan mewajibkan seluruh petani dan buruh tembakau menjadi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS TK) itu memang belum didok. Namun, Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Lumajang menolak jika pembayaran iuran dibebankan kepada petani dengan menyisihkan sebagian BLT DBHCHT.

Ketua APTI Lumajang Dwi Wahyono menjelaskan, penerapan kebijakan itu berpotensi bakal bermasalah di lapangan. Sebab, sebelumnya sebagian besar petani dan buruh keberatan jika dipungut iuran setiap bulan. Meskipun nominal iuran yang dikeluarkan secara rutin tersebut tergolong murah.

Tahun lalu, kurang lebih ada sekitar 50 petani tembakau yang menjadi peserta BPJS TK. Bahkan, 50 anggota tersebut dijadikan perisai alias agen yang membantu untuk memberikan pemahaman program-program BPJS Ketenagakerjaan kepada masyarakat di desa. Namun, karena tiga bulan tak memiliki progres, maka akun mereka dinonaktifkan.

“Kecuali pembayaran preminya dialokasikan dari DBHCHT. Kalau suruh bayar secara mandiri ya angel. Kalau aku kalau dipotong di BLT, aku gak setuju. Tapi, kalau dialokasikan dari DBHCHT gapapa. Jangan dipotong di salah satu kegiatannya, alasan apa pun pasti Dinsos tidak berkenan kalau gak lengkap Rp 1,5 juta sesuai di RKA-nya,” katanya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Lumajang Rosyidah menjelaskan, perlindungan terhadap pekerja memang sangat diperlukan. Terutama bagi pekerjaan yang memiliki risiko kecelakaan tinggi. Namun, untuk urusan kebijakan perlindungan terhadap petani dan buruh tembakau masih belum dibahas secara detail.

Termasuk urusan menggunakan anggaran DBHCHT untuk melindungi petani dan buruh tembakau. “Terakhir belum ada instruksi. Nunggu juknis saja, takut salah. Karena yang punya wewenang sekretariat DBHCHT ataupun Bappeda dalam penganggaran. Tim sekretariat itu masih menunggu juknis,” pungkasnya. (son/c2/fid)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca