Mobile_AP_Rectangle 1
KEDAWUNG, Radar Semeru – Metode hidroponik bisa menjadi salah satu alternatif pilihan bertanam dengan segala macam keterbatasan. Salah satunya di kawasan lahan kering seperti di Desa Kedawung, Kecamatan Padang. Meski demikian, lahan kering itu bisa disulap menjadi pundi-pundi penghasilan.
Itulah yang dilakukan Ahmad Rofi. Salah satu pemuda setempat nekat mengubah lahan pekarangan samping rumahnya menjadi tempat budi daya selada air hidroponik. Di lahan kering inilah dirinya meraup cuan.
Bagi Rofi, lahan kering itu bukan menjadi masalah. Pekarangan seluas 18×3 meter itu menjadi tempat pengembangan hasil pertanian. Selama dua tahun terakhir, dirinya fokus menggeluti bidang usaha ini. Sebab, hasilnya cukup memuaskan.
Mobile_AP_Rectangle 2
“Sebenarnya proses budi daya selada hidroponik ini cukup mudah, karena biji-bijinya tinggal disemai di spons atau busa. Setelah berusia satu minggu dan tumbuh daun, selada dipindah ke rumah hidroponik. Tentunya, kadar PH air harus dipastikan. Termasuk cahaya matahari juga tidak langsung mengenai tempat penampungan,” jelasnya.
Menurut Rofi, proses ini berjalan cukup cepat. Sebab, jika sudah berusia 30 hari atau satu bulan, selada siap dipanen. Selanjutnya, selada-selada itu dikemas dan siap dijual ke pasar. “Alhamdulillah, pesanan selalu ada. Dari tetangga atau pedagang di pasar yang sudah berlangganan. Termasuk juga ke pemilik restoran maupun usaha katering yang membutuhkan. Kalau di luar kota, dijual ke Jember,” tambahnya.
Dari budi daya selada air itu dia mengaku bisa meraup cuan hingga Rp 5 juta per bulan. Sebab, harga selada air hidroponik cenderung stabil. “Jualnya di harga Rp 30 ribu. Permintaan sejauh ini cukup tinggi. Beberapa kali sampai kewalahan,” pungkasnya. (kin/c2/fid)
- Advertisement -
KEDAWUNG, Radar Semeru – Metode hidroponik bisa menjadi salah satu alternatif pilihan bertanam dengan segala macam keterbatasan. Salah satunya di kawasan lahan kering seperti di Desa Kedawung, Kecamatan Padang. Meski demikian, lahan kering itu bisa disulap menjadi pundi-pundi penghasilan.
Itulah yang dilakukan Ahmad Rofi. Salah satu pemuda setempat nekat mengubah lahan pekarangan samping rumahnya menjadi tempat budi daya selada air hidroponik. Di lahan kering inilah dirinya meraup cuan.
Bagi Rofi, lahan kering itu bukan menjadi masalah. Pekarangan seluas 18×3 meter itu menjadi tempat pengembangan hasil pertanian. Selama dua tahun terakhir, dirinya fokus menggeluti bidang usaha ini. Sebab, hasilnya cukup memuaskan.
“Sebenarnya proses budi daya selada hidroponik ini cukup mudah, karena biji-bijinya tinggal disemai di spons atau busa. Setelah berusia satu minggu dan tumbuh daun, selada dipindah ke rumah hidroponik. Tentunya, kadar PH air harus dipastikan. Termasuk cahaya matahari juga tidak langsung mengenai tempat penampungan,” jelasnya.
Menurut Rofi, proses ini berjalan cukup cepat. Sebab, jika sudah berusia 30 hari atau satu bulan, selada siap dipanen. Selanjutnya, selada-selada itu dikemas dan siap dijual ke pasar. “Alhamdulillah, pesanan selalu ada. Dari tetangga atau pedagang di pasar yang sudah berlangganan. Termasuk juga ke pemilik restoran maupun usaha katering yang membutuhkan. Kalau di luar kota, dijual ke Jember,” tambahnya.
Dari budi daya selada air itu dia mengaku bisa meraup cuan hingga Rp 5 juta per bulan. Sebab, harga selada air hidroponik cenderung stabil. “Jualnya di harga Rp 30 ribu. Permintaan sejauh ini cukup tinggi. Beberapa kali sampai kewalahan,” pungkasnya. (kin/c2/fid)
KEDAWUNG, Radar Semeru – Metode hidroponik bisa menjadi salah satu alternatif pilihan bertanam dengan segala macam keterbatasan. Salah satunya di kawasan lahan kering seperti di Desa Kedawung, Kecamatan Padang. Meski demikian, lahan kering itu bisa disulap menjadi pundi-pundi penghasilan.
Itulah yang dilakukan Ahmad Rofi. Salah satu pemuda setempat nekat mengubah lahan pekarangan samping rumahnya menjadi tempat budi daya selada air hidroponik. Di lahan kering inilah dirinya meraup cuan.
Bagi Rofi, lahan kering itu bukan menjadi masalah. Pekarangan seluas 18×3 meter itu menjadi tempat pengembangan hasil pertanian. Selama dua tahun terakhir, dirinya fokus menggeluti bidang usaha ini. Sebab, hasilnya cukup memuaskan.
“Sebenarnya proses budi daya selada hidroponik ini cukup mudah, karena biji-bijinya tinggal disemai di spons atau busa. Setelah berusia satu minggu dan tumbuh daun, selada dipindah ke rumah hidroponik. Tentunya, kadar PH air harus dipastikan. Termasuk cahaya matahari juga tidak langsung mengenai tempat penampungan,” jelasnya.
Menurut Rofi, proses ini berjalan cukup cepat. Sebab, jika sudah berusia 30 hari atau satu bulan, selada siap dipanen. Selanjutnya, selada-selada itu dikemas dan siap dijual ke pasar. “Alhamdulillah, pesanan selalu ada. Dari tetangga atau pedagang di pasar yang sudah berlangganan. Termasuk juga ke pemilik restoran maupun usaha katering yang membutuhkan. Kalau di luar kota, dijual ke Jember,” tambahnya.
Dari budi daya selada air itu dia mengaku bisa meraup cuan hingga Rp 5 juta per bulan. Sebab, harga selada air hidroponik cenderung stabil. “Jualnya di harga Rp 30 ribu. Permintaan sejauh ini cukup tinggi. Beberapa kali sampai kewalahan,” pungkasnya. (kin/c2/fid)