LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Hampir sepekan ini minyak goreng curah belum menunjukkan penurunan harga. Bahkan, harganya terus melambung setiap harinya. Memang fluktuatif. Namun, masyarakat mulai menjerit.
Informasi yang berhasil dihimpun, harga minyak tersebut dijual sekitar Rp 18 per kilogram hingga Rp 19 ribu per kilogram. Patokan harga tersebut dari pedagang di sejumlah pasar. Sementara, di toko kelontong harganya bisa mencapai Rp 20 ribu per kilogram.
“Kenaikannya drastis. Sempat turun sehari, namun nominalnya kecil. Setelah itu naik lagi. Normalnya harga minyak curah per kilogramnya itu sekitar Rp 12 ribu. Tetapi, sekarang bisa sampai Rp 18 ribu. Di sini (Pasar Sukodono, Red) paling mahal Rp 18.500. Karena mahal, pembeli mengeluh harganya naik terus,” ungkap Sani, salah satu pedagang di Pasar Sukodono.
Saking mahalnya, banyak konsumennya yang mengurangi pembelian minyak tersebut. Dalam sehari, biasanya dia bisa menjual hingga 60 kilogram minyak goreng curah. Namun, belakangan ini dia hanya bisa menjual 30 kilogram. Artinya, separuh minyak tersebut tidak laku dalam sehari. Alhasil, omzet per harinya juga ikut berkurang.
Dia menuturkan, banyak masyarakat mulai membeli minyak kemasan dengan jumlah banyak. Sebab, harganya belum naik. Namun, pedagang gorengan dan kerupuk masih tetap membeli minyak curah di tokonya. “Jadi, untungnya tidak banyak. Per kilogram hanya Rp 300-500 saja. Padahal, dulu 180 kilogram minyak habis dalam sehari. Sekarang, hanya kulakan 30 kilogram per hari. Itu pun kadang masih ada sisanya,” bebernya.
Dia berharap pemerintah tidak mengabaikan hal ini. Dia mendesak pemerintah kabupaten juga ikut turun tangan untuk menstabilkan harga. “Harus terlibat lah,” keluhnya.
Umi, salah satu pedagang di Pasar Baru Lumajang, juga mengeluhkan hal serupa. Dia khawatir harganya terus naik. “Kalau bisa diturunkan di bawah harga minyak kemasan seperti dulu lagi. Hanya selisih Rp 2 ribu. Lebih murah dari minyak kemasan agar pedagang lainnya juga bisa mendapat untung,” pungkasnya.
Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Muhammad Sidkin Ali
Redaktur : Hafid Asnan