31.4 C
Jember
Thursday, 30 March 2023

Faktor Penyebab Perceraian, Jangan Sampai Kamu Salah Satunya

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Tingginya pasangan yang mengajukan cerai di Lumajang menjadi perhatian serius banyak pihak. Salah satunya para psikolog. Sebab, banyak hal yang harus diurai hingga akar permasalahan.

Pihak ketiga bukan hanya karena perselingkuhan. Lebih dari itu, campur tangan orang lain dalam hubungan rumah tangga tersebut bisa berasal dari orang tua, mertua, saudara, bahkan famili lainnya. “Dari sisi psikolog, pihak ketiga ini bukan dari PIL atau WIL. Bukan karena ada pria idaman lain atau wanita idaman lain. Tetapi, bisa jadi keluarga yang menyulut masalah perceraian,” kata Psikolog Endah Suprapti.

Endah, sapaan akrabnya, menjelaskan, perceraian itu juga melibatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Meski tidak banyak, namun perselisihan itu juga bisa bermula dari kekerasan fisik maupun psikis. Justru, kekerasan psikis lebih banyak dialami salah satu pasangan. Bahkan, ada pula pasangan yang memilih menerima kekerasan karena takut tidak terpenuhi nafkahnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Kekerasan psikis ini menyebabkan mental down. Memang secara fisik tidak ada yang dianiaya, tetapi ada penganiayaan perasaan di sana. Nah, kalau sudah memutuskan untuk berpisah, anak yang menjadi korban. Padahal, seharusnya mereka menikmati tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, kami juga dampingi anak-anak mereka,” jelasnya.

Psikolog di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) Lumajang tersebut melanjutkan, perselisihan lain juga bisa disebabkan perbedaan prinsip antar keduanya. Menurut dia, tidak boleh menuntut pasangan. Sebab, sejatinya mereka tidak ingin dituntut. “Artinya, tidak menguasai, karena manusia tidak mau dikuasai. Tidak boleh mengatur, karena dasarnya tidak mau diatur. Ini yang disebut harus mengikuti arus, tetapi jangan terbawa arus,” lanjutnya.

Dia menambahkan, komunikasi menjadi dasar utama penyelesaian masalah rumah tangga. Agar tidak lengah, dia berpesan agar para pasangan terbuka dan memperbaiki hubungan kembali. Bisa melalui komunikasi atau kegiatan positif lainnya. “Ini yang penting. Karena kalau lengah atau tidak waspada, harus ada yang mengingatkan untuk saling introspeksi diri,” pungkas perempuan asal Desa Tukum, Kecamatan Tekung, tersebut.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Tingginya pasangan yang mengajukan cerai di Lumajang menjadi perhatian serius banyak pihak. Salah satunya para psikolog. Sebab, banyak hal yang harus diurai hingga akar permasalahan.

Pihak ketiga bukan hanya karena perselingkuhan. Lebih dari itu, campur tangan orang lain dalam hubungan rumah tangga tersebut bisa berasal dari orang tua, mertua, saudara, bahkan famili lainnya. “Dari sisi psikolog, pihak ketiga ini bukan dari PIL atau WIL. Bukan karena ada pria idaman lain atau wanita idaman lain. Tetapi, bisa jadi keluarga yang menyulut masalah perceraian,” kata Psikolog Endah Suprapti.

Endah, sapaan akrabnya, menjelaskan, perceraian itu juga melibatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Meski tidak banyak, namun perselisihan itu juga bisa bermula dari kekerasan fisik maupun psikis. Justru, kekerasan psikis lebih banyak dialami salah satu pasangan. Bahkan, ada pula pasangan yang memilih menerima kekerasan karena takut tidak terpenuhi nafkahnya.

“Kekerasan psikis ini menyebabkan mental down. Memang secara fisik tidak ada yang dianiaya, tetapi ada penganiayaan perasaan di sana. Nah, kalau sudah memutuskan untuk berpisah, anak yang menjadi korban. Padahal, seharusnya mereka menikmati tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, kami juga dampingi anak-anak mereka,” jelasnya.

Psikolog di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) Lumajang tersebut melanjutkan, perselisihan lain juga bisa disebabkan perbedaan prinsip antar keduanya. Menurut dia, tidak boleh menuntut pasangan. Sebab, sejatinya mereka tidak ingin dituntut. “Artinya, tidak menguasai, karena manusia tidak mau dikuasai. Tidak boleh mengatur, karena dasarnya tidak mau diatur. Ini yang disebut harus mengikuti arus, tetapi jangan terbawa arus,” lanjutnya.

Dia menambahkan, komunikasi menjadi dasar utama penyelesaian masalah rumah tangga. Agar tidak lengah, dia berpesan agar para pasangan terbuka dan memperbaiki hubungan kembali. Bisa melalui komunikasi atau kegiatan positif lainnya. “Ini yang penting. Karena kalau lengah atau tidak waspada, harus ada yang mengingatkan untuk saling introspeksi diri,” pungkas perempuan asal Desa Tukum, Kecamatan Tekung, tersebut.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Tingginya pasangan yang mengajukan cerai di Lumajang menjadi perhatian serius banyak pihak. Salah satunya para psikolog. Sebab, banyak hal yang harus diurai hingga akar permasalahan.

Pihak ketiga bukan hanya karena perselingkuhan. Lebih dari itu, campur tangan orang lain dalam hubungan rumah tangga tersebut bisa berasal dari orang tua, mertua, saudara, bahkan famili lainnya. “Dari sisi psikolog, pihak ketiga ini bukan dari PIL atau WIL. Bukan karena ada pria idaman lain atau wanita idaman lain. Tetapi, bisa jadi keluarga yang menyulut masalah perceraian,” kata Psikolog Endah Suprapti.

Endah, sapaan akrabnya, menjelaskan, perceraian itu juga melibatkan kasus kekerasan dalam rumah tangga. Meski tidak banyak, namun perselisihan itu juga bisa bermula dari kekerasan fisik maupun psikis. Justru, kekerasan psikis lebih banyak dialami salah satu pasangan. Bahkan, ada pula pasangan yang memilih menerima kekerasan karena takut tidak terpenuhi nafkahnya.

“Kekerasan psikis ini menyebabkan mental down. Memang secara fisik tidak ada yang dianiaya, tetapi ada penganiayaan perasaan di sana. Nah, kalau sudah memutuskan untuk berpisah, anak yang menjadi korban. Padahal, seharusnya mereka menikmati tumbuh kembangnya. Oleh karena itu, kami juga dampingi anak-anak mereka,” jelasnya.

Psikolog di Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (PPTP2A) Lumajang tersebut melanjutkan, perselisihan lain juga bisa disebabkan perbedaan prinsip antar keduanya. Menurut dia, tidak boleh menuntut pasangan. Sebab, sejatinya mereka tidak ingin dituntut. “Artinya, tidak menguasai, karena manusia tidak mau dikuasai. Tidak boleh mengatur, karena dasarnya tidak mau diatur. Ini yang disebut harus mengikuti arus, tetapi jangan terbawa arus,” lanjutnya.

Dia menambahkan, komunikasi menjadi dasar utama penyelesaian masalah rumah tangga. Agar tidak lengah, dia berpesan agar para pasangan terbuka dan memperbaiki hubungan kembali. Bisa melalui komunikasi atau kegiatan positif lainnya. “Ini yang penting. Karena kalau lengah atau tidak waspada, harus ada yang mengingatkan untuk saling introspeksi diri,” pungkas perempuan asal Desa Tukum, Kecamatan Tekung, tersebut.

 

 

Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Dokumentasi Radar Jember
Redaktur : Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca