23.4 C
Jember
Thursday, 8 June 2023

Tower Bertambah, Pendapatan Kalah

Dulu sampai Geger Tower Bodong, Sekarang Dibiarkan

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Target pendapatan daerah dari menara telekomunikasi atau disebut tower pada tahun ini tidak berubah. Padahal, jumlahnya makin menjamur. Total se-Kabupaten Lumajang ada sebanyak 247 menara. Bagaimana pendapatannya? Ternyata kalah.

Tahun lalu, target capaian dari penarikan retribusi tower ternyata tidak tercapai. Kondisi tersebut tentu menjadi bahan evaluasi. Sebab, semakin lama jumlah tower yang ada di Kabupaten Lumajang semakin bertambah. Namun anehnya, target tahun ini tidak berubah.

Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Lumajang Akhmad Taufik Hidayat mengaku begitu paham kondisi tower yang ada di Lumajang. Namun, secara teknis penanganannya bukan dari dinasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Pihaknya hanya menangani segala perizinan. “Jumlah tower yang ada di Lumajang semakin banyak dan terus bertambah,” ucapnya.

Dia menyampaikan, kondisi tersebut memberi kesan positif karena tower yang dibangun rata-rata sudah merambah ke pelosok desa. Daerah yang menjadi fokus penambahan tower seperti Kecamatan Kunir, Pasrujambe, dan Senduro. Secara keseluruhan, pada tahun lalu tower yang ada di Lumajang berjumlah 247 tower.

Sayangnya, bertambahnya tower tidak diikuti oleh pendapatan. Pemasukan daerah dari sektor tower masih seret. Bahkan, target tahun ini tidak berubah. “Saya pastikan target retribusi dari tower tersebut tidak tercapai,” ucapnya.

Taufik mengakui, kondisi tersebut perlu evaluasi. Sebab, adanya tower sangat berpengaruh terhadap daya komunikasi setiap orang. Hampir semua orang Lumajang memegang smartphone yang membutuhkan jaringan internet.

Oleh karenanya, pemerintah harus disiplin dalam menerapkan pajak yang diterapkan. “Target pendapatan tower hanya sekitar Rp 600 juta sampai Rp 800 jutaan,” ucapnya.

Catatan Jawa Pos Radar Semeru, pada 2015 lalu, persoalan tower sangat disoroti pemerintah. Legislatif yang dipimpin H Agus Wicaksono dan Bupati As’at begitu kompak memperketat perizinan sampai pendapatan.

Bahkan, saat itu pula, muncul istilah tower bodong karena banyak yang tak berizin. Setelah ditata, lahirlah perda yang mengatur jarak dan pendapatan tower untuk mendongkrak pendapatan daerah. Kenapa sekarang malah tak terurus?

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Target pendapatan daerah dari menara telekomunikasi atau disebut tower pada tahun ini tidak berubah. Padahal, jumlahnya makin menjamur. Total se-Kabupaten Lumajang ada sebanyak 247 menara. Bagaimana pendapatannya? Ternyata kalah.

Tahun lalu, target capaian dari penarikan retribusi tower ternyata tidak tercapai. Kondisi tersebut tentu menjadi bahan evaluasi. Sebab, semakin lama jumlah tower yang ada di Kabupaten Lumajang semakin bertambah. Namun anehnya, target tahun ini tidak berubah.

Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Lumajang Akhmad Taufik Hidayat mengaku begitu paham kondisi tower yang ada di Lumajang. Namun, secara teknis penanganannya bukan dari dinasnya.

Pihaknya hanya menangani segala perizinan. “Jumlah tower yang ada di Lumajang semakin banyak dan terus bertambah,” ucapnya.

Dia menyampaikan, kondisi tersebut memberi kesan positif karena tower yang dibangun rata-rata sudah merambah ke pelosok desa. Daerah yang menjadi fokus penambahan tower seperti Kecamatan Kunir, Pasrujambe, dan Senduro. Secara keseluruhan, pada tahun lalu tower yang ada di Lumajang berjumlah 247 tower.

Sayangnya, bertambahnya tower tidak diikuti oleh pendapatan. Pemasukan daerah dari sektor tower masih seret. Bahkan, target tahun ini tidak berubah. “Saya pastikan target retribusi dari tower tersebut tidak tercapai,” ucapnya.

Taufik mengakui, kondisi tersebut perlu evaluasi. Sebab, adanya tower sangat berpengaruh terhadap daya komunikasi setiap orang. Hampir semua orang Lumajang memegang smartphone yang membutuhkan jaringan internet.

Oleh karenanya, pemerintah harus disiplin dalam menerapkan pajak yang diterapkan. “Target pendapatan tower hanya sekitar Rp 600 juta sampai Rp 800 jutaan,” ucapnya.

Catatan Jawa Pos Radar Semeru, pada 2015 lalu, persoalan tower sangat disoroti pemerintah. Legislatif yang dipimpin H Agus Wicaksono dan Bupati As’at begitu kompak memperketat perizinan sampai pendapatan.

Bahkan, saat itu pula, muncul istilah tower bodong karena banyak yang tak berizin. Setelah ditata, lahirlah perda yang mengatur jarak dan pendapatan tower untuk mendongkrak pendapatan daerah. Kenapa sekarang malah tak terurus?

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Target pendapatan daerah dari menara telekomunikasi atau disebut tower pada tahun ini tidak berubah. Padahal, jumlahnya makin menjamur. Total se-Kabupaten Lumajang ada sebanyak 247 menara. Bagaimana pendapatannya? Ternyata kalah.

Tahun lalu, target capaian dari penarikan retribusi tower ternyata tidak tercapai. Kondisi tersebut tentu menjadi bahan evaluasi. Sebab, semakin lama jumlah tower yang ada di Kabupaten Lumajang semakin bertambah. Namun anehnya, target tahun ini tidak berubah.

Plt Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPM PTSP) Kabupaten Lumajang Akhmad Taufik Hidayat mengaku begitu paham kondisi tower yang ada di Lumajang. Namun, secara teknis penanganannya bukan dari dinasnya.

Pihaknya hanya menangani segala perizinan. “Jumlah tower yang ada di Lumajang semakin banyak dan terus bertambah,” ucapnya.

Dia menyampaikan, kondisi tersebut memberi kesan positif karena tower yang dibangun rata-rata sudah merambah ke pelosok desa. Daerah yang menjadi fokus penambahan tower seperti Kecamatan Kunir, Pasrujambe, dan Senduro. Secara keseluruhan, pada tahun lalu tower yang ada di Lumajang berjumlah 247 tower.

Sayangnya, bertambahnya tower tidak diikuti oleh pendapatan. Pemasukan daerah dari sektor tower masih seret. Bahkan, target tahun ini tidak berubah. “Saya pastikan target retribusi dari tower tersebut tidak tercapai,” ucapnya.

Taufik mengakui, kondisi tersebut perlu evaluasi. Sebab, adanya tower sangat berpengaruh terhadap daya komunikasi setiap orang. Hampir semua orang Lumajang memegang smartphone yang membutuhkan jaringan internet.

Oleh karenanya, pemerintah harus disiplin dalam menerapkan pajak yang diterapkan. “Target pendapatan tower hanya sekitar Rp 600 juta sampai Rp 800 jutaan,” ucapnya.

Catatan Jawa Pos Radar Semeru, pada 2015 lalu, persoalan tower sangat disoroti pemerintah. Legislatif yang dipimpin H Agus Wicaksono dan Bupati As’at begitu kompak memperketat perizinan sampai pendapatan.

Bahkan, saat itu pula, muncul istilah tower bodong karena banyak yang tak berizin. Setelah ditata, lahirlah perda yang mengatur jarak dan pendapatan tower untuk mendongkrak pendapatan daerah. Kenapa sekarang malah tak terurus?

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca