23 C
Jember
Saturday, 25 March 2023

Kawal Pilkades Serentak Pertama

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Melakukan sesuatu pertama kali sering kali menjadi momen yang sangat berharga. Tidak hanya di kehidupan pribadi, tetapi juga dalam berkelompok. Seperti momen yang dialami oleh Saefudin Zuhri, sembilan tahun yang lalu. Momen mengawali pemilihan umum kepala desa (pilkades) serentak tersebut diingat hingga sekarang.

Informasi yang berhasil dihimpun, pilkades serentak pertama tersebut diwarnai aksi demonstrasi. Massa saat itu menolak dilakukan pilkades serentak. Meski mendapat tekanan, pilkades serentak tetap terselenggara. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Kepala Desa.

“Kejadian itu masih saya ingat sampai hari ini. Saat itu, saya sebagai staf di pemerintahan desa. Banyak orang demo menolak diselenggarakan pilkades serentak. Orang yang berkeinginan untuk mendaftar sebagai bakal calon kepala desa juga ikut demo. Bahkan, demo itu rusuh dan ramai di media. Tetapi, kami terus mengawal agar pilkades serentak tetap terlaksana,” ungkap lelaki yang akrab disapa Zuhri tersebut.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia mengatakan, situasi Lumajang saat itu sedang panas. Namun, pemerintah tetap memperjuangkan hingga ke Kemendagri. “Di luar banyak yang menolak dengan demo. Sedangkan kami juga sedang menghangat dan berperang merumuskan hal yang baru. Sebab, ini adalah hal yang pertama. Sehingga belum ada dasar untuk pilkades serentak,” katanya.

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan sosiologi dan ilmu politik secara bersamaan tersebut menjelaskan, dasar pilkades serentak sangat sederhana. Yakni adanya dua pemilu yang diselenggarakan bersama.

“Agar tidak bersinggungan, kami putuskan agar kades yang telah berhenti masa jabatannya harus ada pejabat sementara (Pj, Red) yang diberikan ke tokoh masyarakat. Karena memang ada dua pemilu lain. Yakni pemilu legislatif dan presiden. Kalau dilaksanakan bersamaan, bakal ada tiga pemilu serentak. Nah, ini yang akan kami urai dengan mengadakan pilkades serentak,” jelas lelaki kelahiran Puger, Jember, tersebut.

Selain ada pemilu lainnya, pilkades serentak tersebut guna memotong intervensi dalam pemerintahan desa. “Kalau pilkades satu per satu pasti ada oknum yang menunggangi. Sehingga akan menjadikan pemerintahan desa tidak sehat. Bisa jadi, baik pemimpin maupun perangkat desa, memiliki beban tertentu yang harus dibalas. Ini yang tidak kami inginkan. Oleh sebab itu, kami putuskan untuk menyelenggarakan serentak agar tidak terintervensi,” tuturnya.

Perjuangan panjang itu membuahkan hasil. Pilkades serentak mulai diterapkan. “Saya tidak tahu pasti apakah aturan itu keluar karena Lumajang atau tidak. Yang jelas, Lumajang memaparkan konsep pilkades serentak ke kementerian. Saya mendampingi kabid saat pemaparan. Dan memang setelah pemaparan itu terbit aturan baru pilkades,” tambahnya.

Pilkades tersebut juga berjalan lancar. Semua desa melakukan pilkades serentak secara bergelombang. “Memang namanya serentak. Tetapi, pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama di beberapa desa dalam kurun waktu yang tidak lama dari pilkades lainnya. Total ada 32 desa yang ikut kontestasi pilkades serentak pertama,” lanjut bapak dua anak tersebut.

Lelaki yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lumajang itu bersyukur, pilkades serentak bisa terus dilakukan. “Keberhasilan pilkades pertama membawa kepercayaan besar di masyarakat. Sehingga pilkades serentak selanjutnya juga dilakukan tanpa hambatan,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Melakukan sesuatu pertama kali sering kali menjadi momen yang sangat berharga. Tidak hanya di kehidupan pribadi, tetapi juga dalam berkelompok. Seperti momen yang dialami oleh Saefudin Zuhri, sembilan tahun yang lalu. Momen mengawali pemilihan umum kepala desa (pilkades) serentak tersebut diingat hingga sekarang.

Informasi yang berhasil dihimpun, pilkades serentak pertama tersebut diwarnai aksi demonstrasi. Massa saat itu menolak dilakukan pilkades serentak. Meski mendapat tekanan, pilkades serentak tetap terselenggara. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Kepala Desa.

“Kejadian itu masih saya ingat sampai hari ini. Saat itu, saya sebagai staf di pemerintahan desa. Banyak orang demo menolak diselenggarakan pilkades serentak. Orang yang berkeinginan untuk mendaftar sebagai bakal calon kepala desa juga ikut demo. Bahkan, demo itu rusuh dan ramai di media. Tetapi, kami terus mengawal agar pilkades serentak tetap terlaksana,” ungkap lelaki yang akrab disapa Zuhri tersebut.

Dia mengatakan, situasi Lumajang saat itu sedang panas. Namun, pemerintah tetap memperjuangkan hingga ke Kemendagri. “Di luar banyak yang menolak dengan demo. Sedangkan kami juga sedang menghangat dan berperang merumuskan hal yang baru. Sebab, ini adalah hal yang pertama. Sehingga belum ada dasar untuk pilkades serentak,” katanya.

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan sosiologi dan ilmu politik secara bersamaan tersebut menjelaskan, dasar pilkades serentak sangat sederhana. Yakni adanya dua pemilu yang diselenggarakan bersama.

“Agar tidak bersinggungan, kami putuskan agar kades yang telah berhenti masa jabatannya harus ada pejabat sementara (Pj, Red) yang diberikan ke tokoh masyarakat. Karena memang ada dua pemilu lain. Yakni pemilu legislatif dan presiden. Kalau dilaksanakan bersamaan, bakal ada tiga pemilu serentak. Nah, ini yang akan kami urai dengan mengadakan pilkades serentak,” jelas lelaki kelahiran Puger, Jember, tersebut.

Selain ada pemilu lainnya, pilkades serentak tersebut guna memotong intervensi dalam pemerintahan desa. “Kalau pilkades satu per satu pasti ada oknum yang menunggangi. Sehingga akan menjadikan pemerintahan desa tidak sehat. Bisa jadi, baik pemimpin maupun perangkat desa, memiliki beban tertentu yang harus dibalas. Ini yang tidak kami inginkan. Oleh sebab itu, kami putuskan untuk menyelenggarakan serentak agar tidak terintervensi,” tuturnya.

Perjuangan panjang itu membuahkan hasil. Pilkades serentak mulai diterapkan. “Saya tidak tahu pasti apakah aturan itu keluar karena Lumajang atau tidak. Yang jelas, Lumajang memaparkan konsep pilkades serentak ke kementerian. Saya mendampingi kabid saat pemaparan. Dan memang setelah pemaparan itu terbit aturan baru pilkades,” tambahnya.

Pilkades tersebut juga berjalan lancar. Semua desa melakukan pilkades serentak secara bergelombang. “Memang namanya serentak. Tetapi, pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama di beberapa desa dalam kurun waktu yang tidak lama dari pilkades lainnya. Total ada 32 desa yang ikut kontestasi pilkades serentak pertama,” lanjut bapak dua anak tersebut.

Lelaki yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lumajang itu bersyukur, pilkades serentak bisa terus dilakukan. “Keberhasilan pilkades pertama membawa kepercayaan besar di masyarakat. Sehingga pilkades serentak selanjutnya juga dilakukan tanpa hambatan,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Melakukan sesuatu pertama kali sering kali menjadi momen yang sangat berharga. Tidak hanya di kehidupan pribadi, tetapi juga dalam berkelompok. Seperti momen yang dialami oleh Saefudin Zuhri, sembilan tahun yang lalu. Momen mengawali pemilihan umum kepala desa (pilkades) serentak tersebut diingat hingga sekarang.

Informasi yang berhasil dihimpun, pilkades serentak pertama tersebut diwarnai aksi demonstrasi. Massa saat itu menolak dilakukan pilkades serentak. Meski mendapat tekanan, pilkades serentak tetap terselenggara. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) tentang Kepala Desa.

“Kejadian itu masih saya ingat sampai hari ini. Saat itu, saya sebagai staf di pemerintahan desa. Banyak orang demo menolak diselenggarakan pilkades serentak. Orang yang berkeinginan untuk mendaftar sebagai bakal calon kepala desa juga ikut demo. Bahkan, demo itu rusuh dan ramai di media. Tetapi, kami terus mengawal agar pilkades serentak tetap terlaksana,” ungkap lelaki yang akrab disapa Zuhri tersebut.

Dia mengatakan, situasi Lumajang saat itu sedang panas. Namun, pemerintah tetap memperjuangkan hingga ke Kemendagri. “Di luar banyak yang menolak dengan demo. Sedangkan kami juga sedang menghangat dan berperang merumuskan hal yang baru. Sebab, ini adalah hal yang pertama. Sehingga belum ada dasar untuk pilkades serentak,” katanya.

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan sosiologi dan ilmu politik secara bersamaan tersebut menjelaskan, dasar pilkades serentak sangat sederhana. Yakni adanya dua pemilu yang diselenggarakan bersama.

“Agar tidak bersinggungan, kami putuskan agar kades yang telah berhenti masa jabatannya harus ada pejabat sementara (Pj, Red) yang diberikan ke tokoh masyarakat. Karena memang ada dua pemilu lain. Yakni pemilu legislatif dan presiden. Kalau dilaksanakan bersamaan, bakal ada tiga pemilu serentak. Nah, ini yang akan kami urai dengan mengadakan pilkades serentak,” jelas lelaki kelahiran Puger, Jember, tersebut.

Selain ada pemilu lainnya, pilkades serentak tersebut guna memotong intervensi dalam pemerintahan desa. “Kalau pilkades satu per satu pasti ada oknum yang menunggangi. Sehingga akan menjadikan pemerintahan desa tidak sehat. Bisa jadi, baik pemimpin maupun perangkat desa, memiliki beban tertentu yang harus dibalas. Ini yang tidak kami inginkan. Oleh sebab itu, kami putuskan untuk menyelenggarakan serentak agar tidak terintervensi,” tuturnya.

Perjuangan panjang itu membuahkan hasil. Pilkades serentak mulai diterapkan. “Saya tidak tahu pasti apakah aturan itu keluar karena Lumajang atau tidak. Yang jelas, Lumajang memaparkan konsep pilkades serentak ke kementerian. Saya mendampingi kabid saat pemaparan. Dan memang setelah pemaparan itu terbit aturan baru pilkades,” tambahnya.

Pilkades tersebut juga berjalan lancar. Semua desa melakukan pilkades serentak secara bergelombang. “Memang namanya serentak. Tetapi, pelaksanaannya dilakukan secara bersama-sama di beberapa desa dalam kurun waktu yang tidak lama dari pilkades lainnya. Total ada 32 desa yang ikut kontestasi pilkades serentak pertama,” lanjut bapak dua anak tersebut.

Lelaki yang kini menjabat sebagai Kepala Bidang Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Lumajang itu bersyukur, pilkades serentak bisa terus dilakukan. “Keberhasilan pilkades pertama membawa kepercayaan besar di masyarakat. Sehingga pilkades serentak selanjutnya juga dilakukan tanpa hambatan,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca