22.9 C
Jember
Wednesday, 29 March 2023

Harga Gabah Hanya Rp 3.400 per Kilogram

Mobile_AP_Rectangle 1

SUMBEREJO, Radar Semeru – Nasib para petani makin suram. Setelah  sulit mendapat pupuk di kios pertanian, mereka dihadapkan pada hasil padi yang tidak maksimal. Hujan yang terus mengguyur Lumajang masih mendominasi penyebab panen tak normal. Alhasil, harga gabah makin anjlok.

Baca Juga : Jadi Petani Porang, Omzet Tembus Rp 300 Juta Sebulan

Pekan lalu, gabah basah dari sawah masih seharga Rp 3.600 per kilogramnya. Namun, makin hari harganya terus turun. Terbaru, hampir di seluruh kawasan padi yang dipanen dibanderol Rp 3.400 per kilogram.

Mobile_AP_Rectangle 2

Salah satu petani asal Desa Sumberejo, Kecamatan Sukodono, Abdul Karim, mengatakan, murahnya harga gabah membuatnya tidak untung banyak. Berdasarkan biaya produksi dan panen yang dihitung, selisihnya hanya sedikit. “Tidak sebanding antara pengeluaran dan pemasukannya,” keluhnya.

Menurut Karim, tingginya intensitas hujan menyebabkan padi miliknya tidak bisa tumbuh normal. Ditambah langkanya pupuk di Lumajang, membuat perawatan tidak bisa dilakukan secara rutin. Akibatnya, kualitas padi menurun. Praktis, harganya ikut terjun bebas.

“Sekarang harga gabah basah dari sawah hanya Rp 3.400 per kilogram. Jelas ini merugikan kami sebagai petani. Belum lagi pupuk subsidi sulit didapat. Makanya, kami harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli pupuk nonsubsidi dengan harganya yang bisa mencapai tiga kali lipat,” katanya.

Hal serupa juga dialami Subair. Petani asal Desa Banyuputih Kidul, Kecamatan Jatiroto, itu mengaku hasil panen padi saat ini sama seperti musim lalu. Sebab, harganya tidak jauh berbeda. Namun, dia berharap pemerintah bisa menstabilkan kembali harga gabah.

“Apa-apa sekarang sulit. Harga gabah merosot tapi pupuk, bahan bakar, dan sembako malah mahal. Kalau pemerintah mengabaikan hasil pertanian, ya sulit untuk kami bertahan. Bagaimana pun, ini satu-satunya penopang hidup sehari-hari. Semoga harganya normal kembali,” harapnya. (kin/c2/fid)

- Advertisement -

SUMBEREJO, Radar Semeru – Nasib para petani makin suram. Setelah  sulit mendapat pupuk di kios pertanian, mereka dihadapkan pada hasil padi yang tidak maksimal. Hujan yang terus mengguyur Lumajang masih mendominasi penyebab panen tak normal. Alhasil, harga gabah makin anjlok.

Baca Juga : Jadi Petani Porang, Omzet Tembus Rp 300 Juta Sebulan

Pekan lalu, gabah basah dari sawah masih seharga Rp 3.600 per kilogramnya. Namun, makin hari harganya terus turun. Terbaru, hampir di seluruh kawasan padi yang dipanen dibanderol Rp 3.400 per kilogram.

Salah satu petani asal Desa Sumberejo, Kecamatan Sukodono, Abdul Karim, mengatakan, murahnya harga gabah membuatnya tidak untung banyak. Berdasarkan biaya produksi dan panen yang dihitung, selisihnya hanya sedikit. “Tidak sebanding antara pengeluaran dan pemasukannya,” keluhnya.

Menurut Karim, tingginya intensitas hujan menyebabkan padi miliknya tidak bisa tumbuh normal. Ditambah langkanya pupuk di Lumajang, membuat perawatan tidak bisa dilakukan secara rutin. Akibatnya, kualitas padi menurun. Praktis, harganya ikut terjun bebas.

“Sekarang harga gabah basah dari sawah hanya Rp 3.400 per kilogram. Jelas ini merugikan kami sebagai petani. Belum lagi pupuk subsidi sulit didapat. Makanya, kami harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli pupuk nonsubsidi dengan harganya yang bisa mencapai tiga kali lipat,” katanya.

Hal serupa juga dialami Subair. Petani asal Desa Banyuputih Kidul, Kecamatan Jatiroto, itu mengaku hasil panen padi saat ini sama seperti musim lalu. Sebab, harganya tidak jauh berbeda. Namun, dia berharap pemerintah bisa menstabilkan kembali harga gabah.

“Apa-apa sekarang sulit. Harga gabah merosot tapi pupuk, bahan bakar, dan sembako malah mahal. Kalau pemerintah mengabaikan hasil pertanian, ya sulit untuk kami bertahan. Bagaimana pun, ini satu-satunya penopang hidup sehari-hari. Semoga harganya normal kembali,” harapnya. (kin/c2/fid)

SUMBEREJO, Radar Semeru – Nasib para petani makin suram. Setelah  sulit mendapat pupuk di kios pertanian, mereka dihadapkan pada hasil padi yang tidak maksimal. Hujan yang terus mengguyur Lumajang masih mendominasi penyebab panen tak normal. Alhasil, harga gabah makin anjlok.

Baca Juga : Jadi Petani Porang, Omzet Tembus Rp 300 Juta Sebulan

Pekan lalu, gabah basah dari sawah masih seharga Rp 3.600 per kilogramnya. Namun, makin hari harganya terus turun. Terbaru, hampir di seluruh kawasan padi yang dipanen dibanderol Rp 3.400 per kilogram.

Salah satu petani asal Desa Sumberejo, Kecamatan Sukodono, Abdul Karim, mengatakan, murahnya harga gabah membuatnya tidak untung banyak. Berdasarkan biaya produksi dan panen yang dihitung, selisihnya hanya sedikit. “Tidak sebanding antara pengeluaran dan pemasukannya,” keluhnya.

Menurut Karim, tingginya intensitas hujan menyebabkan padi miliknya tidak bisa tumbuh normal. Ditambah langkanya pupuk di Lumajang, membuat perawatan tidak bisa dilakukan secara rutin. Akibatnya, kualitas padi menurun. Praktis, harganya ikut terjun bebas.

“Sekarang harga gabah basah dari sawah hanya Rp 3.400 per kilogram. Jelas ini merugikan kami sebagai petani. Belum lagi pupuk subsidi sulit didapat. Makanya, kami harus mengeluarkan uang lebih banyak untuk membeli pupuk nonsubsidi dengan harganya yang bisa mencapai tiga kali lipat,” katanya.

Hal serupa juga dialami Subair. Petani asal Desa Banyuputih Kidul, Kecamatan Jatiroto, itu mengaku hasil panen padi saat ini sama seperti musim lalu. Sebab, harganya tidak jauh berbeda. Namun, dia berharap pemerintah bisa menstabilkan kembali harga gabah.

“Apa-apa sekarang sulit. Harga gabah merosot tapi pupuk, bahan bakar, dan sembako malah mahal. Kalau pemerintah mengabaikan hasil pertanian, ya sulit untuk kami bertahan. Bagaimana pun, ini satu-satunya penopang hidup sehari-hari. Semoga harganya normal kembali,” harapnya. (kin/c2/fid)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca