30.4 C
Jember
Friday, 24 March 2023

Dakwah Diskusi Lebih Menarik

Mobile_AP_Rectangle 1

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Dakwah tidak hanya dimaknai sebagai pertemuan antara pendakwah dengan jamaah dalam satu tempat. Kini, dakwah dipandang lebih luas. Bisa dalam bentuk lisan, perbuatan, maupun tulisan. Bisa secara tatap muka atau dunia maya. Dr Fazlur Rahman, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam IAI Syarifuddin, Lumajang, memiliki cerita unik dakwah tulisan.

“Jadi, saya ini lebih ke akademisi atau praktisi akademisi. Sedangkan dakwah ini sering kali dimaknai tidak bisa menyatu dengan akademisi. Hal itu saya pikir kurang tepat. Sebab, seharusnya antara akademisi dan praktisi bisa menyatu,” kata lelaki yang akrab disapa Fazlur tersebut.

Dia menjelaskan, momen Ramadan bisa dijadikan sebagai penggabungan dakwah dan akademisi. “Nah, keduanya bisa digabungkan. Artinya begini, selama ini dakwah hanya terjadi komunikasi satu arah saja. Sedangkan ruang diskusi sangat minim. Sehingga, dakwah yang seperti ini, dampaknya kurang terlihat dan kurang bisa dirasakan oleh masyarakat. Padahal dalam beragama itu tidak temporal, melainkan secara kontinu. Begitu juga dalam hal berdakwah,” katanya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan doktor di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut menuturkan, komunikasi dua arah sangat dibutuhkan dalam berdakwah. Sebab, hal tersebut akan membuka ruang diskusi lebih mendalam. “Kalau ada diskusi dalam berdakwah ini lebih menarik. Karena tentunya, ada tanya jawab dalam hal ini. Pengalaman saya ketika diskusi di S-3 dengan mahasiswa luar negeri, mereka justru tertarik belajar agama (dakwah, Red) dengan cara diskusi daripada hanya duduk mendengarkan saja,” jelasnya.

Tidak hanya diskusi secara lisan, dakwah dengan tulisan juga sangat menarik. “Pernah saya menulis artikel keislaman. Dan kebetulan itu dimuat di media Islam liberal. Nah, respons orang berbeda-beda. Ada yang mengkritik, mengomentari, bahkan menuduh saya sebagai Islam liberal. Ya, saya biarkan saja. Justru, saya membuka ruang diskusi melalui tulisan. Karena tulisan ya harus dibalas dengan tulisan. Tetapi, sampai saya menunggu, tidak ada balasan mereka untuk tulisan saya. Padahal, ini menjadi bagian dari metode baru dalam dakwah,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

- Advertisement -

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Dakwah tidak hanya dimaknai sebagai pertemuan antara pendakwah dengan jamaah dalam satu tempat. Kini, dakwah dipandang lebih luas. Bisa dalam bentuk lisan, perbuatan, maupun tulisan. Bisa secara tatap muka atau dunia maya. Dr Fazlur Rahman, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam IAI Syarifuddin, Lumajang, memiliki cerita unik dakwah tulisan.

“Jadi, saya ini lebih ke akademisi atau praktisi akademisi. Sedangkan dakwah ini sering kali dimaknai tidak bisa menyatu dengan akademisi. Hal itu saya pikir kurang tepat. Sebab, seharusnya antara akademisi dan praktisi bisa menyatu,” kata lelaki yang akrab disapa Fazlur tersebut.

Dia menjelaskan, momen Ramadan bisa dijadikan sebagai penggabungan dakwah dan akademisi. “Nah, keduanya bisa digabungkan. Artinya begini, selama ini dakwah hanya terjadi komunikasi satu arah saja. Sedangkan ruang diskusi sangat minim. Sehingga, dakwah yang seperti ini, dampaknya kurang terlihat dan kurang bisa dirasakan oleh masyarakat. Padahal dalam beragama itu tidak temporal, melainkan secara kontinu. Begitu juga dalam hal berdakwah,” katanya.

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan doktor di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut menuturkan, komunikasi dua arah sangat dibutuhkan dalam berdakwah. Sebab, hal tersebut akan membuka ruang diskusi lebih mendalam. “Kalau ada diskusi dalam berdakwah ini lebih menarik. Karena tentunya, ada tanya jawab dalam hal ini. Pengalaman saya ketika diskusi di S-3 dengan mahasiswa luar negeri, mereka justru tertarik belajar agama (dakwah, Red) dengan cara diskusi daripada hanya duduk mendengarkan saja,” jelasnya.

Tidak hanya diskusi secara lisan, dakwah dengan tulisan juga sangat menarik. “Pernah saya menulis artikel keislaman. Dan kebetulan itu dimuat di media Islam liberal. Nah, respons orang berbeda-beda. Ada yang mengkritik, mengomentari, bahkan menuduh saya sebagai Islam liberal. Ya, saya biarkan saja. Justru, saya membuka ruang diskusi melalui tulisan. Karena tulisan ya harus dibalas dengan tulisan. Tetapi, sampai saya menunggu, tidak ada balasan mereka untuk tulisan saya. Padahal, ini menjadi bagian dari metode baru dalam dakwah,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Dakwah tidak hanya dimaknai sebagai pertemuan antara pendakwah dengan jamaah dalam satu tempat. Kini, dakwah dipandang lebih luas. Bisa dalam bentuk lisan, perbuatan, maupun tulisan. Bisa secara tatap muka atau dunia maya. Dr Fazlur Rahman, Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Islam IAI Syarifuddin, Lumajang, memiliki cerita unik dakwah tulisan.

“Jadi, saya ini lebih ke akademisi atau praktisi akademisi. Sedangkan dakwah ini sering kali dimaknai tidak bisa menyatu dengan akademisi. Hal itu saya pikir kurang tepat. Sebab, seharusnya antara akademisi dan praktisi bisa menyatu,” kata lelaki yang akrab disapa Fazlur tersebut.

Dia menjelaskan, momen Ramadan bisa dijadikan sebagai penggabungan dakwah dan akademisi. “Nah, keduanya bisa digabungkan. Artinya begini, selama ini dakwah hanya terjadi komunikasi satu arah saja. Sedangkan ruang diskusi sangat minim. Sehingga, dakwah yang seperti ini, dampaknya kurang terlihat dan kurang bisa dirasakan oleh masyarakat. Padahal dalam beragama itu tidak temporal, melainkan secara kontinu. Begitu juga dalam hal berdakwah,” katanya.

Lelaki yang menyelesaikan pendidikan doktor di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tersebut menuturkan, komunikasi dua arah sangat dibutuhkan dalam berdakwah. Sebab, hal tersebut akan membuka ruang diskusi lebih mendalam. “Kalau ada diskusi dalam berdakwah ini lebih menarik. Karena tentunya, ada tanya jawab dalam hal ini. Pengalaman saya ketika diskusi di S-3 dengan mahasiswa luar negeri, mereka justru tertarik belajar agama (dakwah, Red) dengan cara diskusi daripada hanya duduk mendengarkan saja,” jelasnya.

Tidak hanya diskusi secara lisan, dakwah dengan tulisan juga sangat menarik. “Pernah saya menulis artikel keislaman. Dan kebetulan itu dimuat di media Islam liberal. Nah, respons orang berbeda-beda. Ada yang mengkritik, mengomentari, bahkan menuduh saya sebagai Islam liberal. Ya, saya biarkan saja. Justru, saya membuka ruang diskusi melalui tulisan. Karena tulisan ya harus dibalas dengan tulisan. Tetapi, sampai saya menunggu, tidak ada balasan mereka untuk tulisan saya. Padahal, ini menjadi bagian dari metode baru dalam dakwah,” pungkasnya.

Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca