KEBONAGUNG, Radar Semeru – “Jangan hanya menyuruh kades untuk jujur, untuk baik, untuk lurus. Tetapi, tidak ditunjang dengan kesejahteraan. Kami ini cost social-nya sangat tinggi,” kata Ketua Asosiasi Kepala Desa (AKD) Lumajang Suhanto yang ternyata belum pernah merasakan tunjangan yang dijanjikan.
Memang selama ini ada beberapa kenaikan penghasilan tetap (siltap). Tetapi, jumlahnya tidak banyak. Sekalipun dia bersama perangkat di desa mendapat tambahan dari pengelolaan tanah bengkok atau tanah kas desa (TKD), hasilnya juga tidak seberapa. Kadang jumlah pendapatan dengan pengeluaran masih minus untuk cost social.
Anto, sapaan akrabnya, sering kali mengutarakan jabatan kepala desa merupakan jabatan ketokohan. Sebab, kepala desa selalu dihadapkan dengan kehidupan masyarakat yang kompleks. Terutama ketika bertemu dengan kegiatan adat atau tradisi di perdesaan yang tidak bisa serta-merta ditinggalkan.
“Kami ini kan bisa disebut bapak desa. Ketika ada orang lahiran, tentu kami harus sambang. Ketika ada orang meninggal, kami harus membawa sesuatu. Belum lagi kalau ada orang nikah, orang pengajian, dan lain-lain. Kalau misal kami hitung, pengeluaran kepala desa setiap hari tidak kurang dari Rp 300 ribu, bisa lebih,” katanya.
Menurutnya, jabatan kepala desa ini ngambang. Dikatakan sebagai pegawai negara tidak ada uang pensiunan, dikatakan pegawai swasta ketika purna atau sudah tidak menjabat juga tidak mendapat uang pesangon. Padahal urusan rumah tangga kepala desa itu besar. “Ini seharusnya dipikirkan bagaimana solusinya,” tambahnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Lumajang Mustajib mengatakan, sejak Bupati Lumajang Thoriqul Haq beserta Wakil Bupati Lumajang Indah Amperawati menjabat, kepala desa beserta perangkat mengalami dua kenaikan siltap. Rata-rata sebesar Rp 500 ribu per bulan.
“Di akhir Desember 2018, ada perbup baru. Melalui perbup itu ada pengaturan kembali soal penghasilan kades dan perangkat. Kades yang semula mendapat siltap sebesar Rp 2,5 juta, sekarang naik menjadi Rp 3 juta. Sekdes yang awalnya Rp 1,5 juta naik menjadi Rp 2,1 juta,” pungkasnya. (son/c2/fid)
Tunjangannya Masih Nihil
Kenaikan siltap kepala desa yang dibarengkan dengan kenaikan honor bagi tenaga kontrak di lingkungan Pemkab Lumajang bukan menjadi harapan kepala desa maupun perangkat. Sebab, program janji nyata tersebut berbunyi tunjangan. Bukan penghasilan. Siltap memang mengalami kenaikan, tetapi tunjangannya masih nihil.
Plt Kepala DPMD Lumajang Mustajib menjelaskan, kesejahteraan kepala desa serta perangkat desa saat itu menjadi salah satu program yang diprioritaskan. Sebab, tidak lama menjabat, muncul perbup baru untuk meningkatkan kesejahteraan karena dedikasinya membantu pemerintah memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kenaikannya itu tahun 2018 akhir dan tahun 2019. Itu sudah dua kali kenaikan. Sekarang perangkat desa dan sekdes itu siltapnya sudah di atas Rp 2 juta per bulan. Bahkan tahun ini, rencananya ada peningkatan. Tetapi, gagal karena dana alokasi umum (DAU) kita ada penurunan,” katanya.
Menurutnya, tunjangan yang dijanjikan tersebut bukan berarti urusan rumah tangga layaknya bupati. Namun, tunjangan itu berarti menaikkan kesejahteraan kepala desa serta perangkat desa. Salah satu upaya yang bisa dilakukan dengan menambah angka atau nominal siltap setiap bulan.
Suhanto yang juga menjabat sebagai Kepala Desa Kebonagung, Kecamatan Sukodono, menjelaskan, siltap memang mengalami kenaikan, tetapi tunjangan di luar siltap belum pernah diberikan. Jangankan diberikan, dibahas pun belum pernah.
“Dulu juga sempat kami kepala desa dijanjikan oleh Presiden Jokowi dalam silaturahmi nasional kepala desa se-Indonesia. Di sana, negara akan memberikan apresiasi kepada kepala desa dengan memberikan 5 persen dari dana desa untuk urusan rumah tangga. Tetapi, sampai sekarang belum terwujud,” pungkasnya. (son/c2/fid)