LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Di balik polemik dugaan penyunatan bantuan sosial (bansos) yang belakangan ramai diperbincangkan, ada sosok perempuan yang sering dicari sejumlah pihak. Namanya sederhana, Siti Khotijah. Perempuan garda terdepan ini merupakan koordinator daerah (korda) Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) atau bantuan sembako Kabupaten Lumajang.
Setiap hari, Khotijah, sapaan akrabnya, disibukkan dengan rutinitas bantuan sembako di sejumlah desa. Namun, siapa sangka, di balik itu, dia tetap bisa mengerjakan dua aktivitas yang dicintainya. Menjalankan bisnis botol minuman atau Tupperware dan menulis buku.
“Kalau usaha Tupperware sudah dimulai sejak kuliah. Awalnya hanya konsumtif dan senang dengan itu. Tetapi, lama-kelamaan saya iseng mencoba jualan. Ternyata laku. Jadi, diteruskan sampai sekarang. Meski jadi korda sembako, bisnis tetap jalan,” ucapnya.
Perempuan asal Desa Tukum, Tekung, tersebut mengatakan, bisnis botol minuman tersebut ditekuni dengan sepenuh hati. Berapa pun pesanan yang diterima, dia selalu memberikan pelayanan yang maksimal. “Tidak banyak tantangan yang berarti. Karena kuncinya dijalani dengan asyik. Dan yang paling penting semuanya diserahkan ke Allah. Ini bagian dari pintu rezeki dari-Nya. Kalau awal-awal, menawarkannya ke teman atau keluarga dekat,” lanjutnya.
Berkat keberaniannya mengubah perilaku konsumtif menjadi produktif tersebut, Tupperware-nya melanglang buana di sejumlah kota. Dia bersyukur hasil bisnisnya tersebut mendatangkan keuntungan. “Bisa sampai beli rumah di perumahan, ya, karena jualan Tupperware,” tambahnya, lalu tersenyum.
Tidak banyak orang bisa fokus dalam beberapa hal sekaligus. Namun, menurut alumnus Politeknik Negeri Jember tersebut, bisnis dan menulis buku menjadi pilihan meluapkan penat pekerjaan. Apalagi dengan adanya dugaan kasus penyunatan bansos, waktunya banyak diisi dengan penanganan bansos.
Meski demikian, lulusan SMK Tekung tersebut mengaku tidak mudah. Sebab, tantangan menyeimbangkan pekerjaan dan aktivitasnya tersebut, dia selalu dihadapkan pada situasi sulit. Bahkan, kasus tersebut juga memengaruhi kondisi psikologis keluarganya. Akan tetapi, dia menghadapinya dengan tenang. Hal tersebut juga dia dapatkan dari naik-turunnya dalam bisnis Tupperware hingga saat ini.
“Bertemu banyak orang. Membangun relasi. Berkomunikasi yang baik dengan siapa pun itu. Termasuk juga saat diberi amanah jadi korda beberapa tahun ini. Pengalaman selama menjalankan bisnis juga sangat bermanfaat. Sehingga keberanian mengambil sejumlah keputusan terbentuk dengan sendirinya. Tetap, saya pasrahkan semuanya ke Allah,” tegasnya.
Dia menuturkan, bisnis dan kegiatan menulis menjadi alternatif jalan lain. Sebab, dia meyakini tidak selamanya bisa memimpin banyak orang dalam satu kabupaten. Karenanya, jika sewaktu-waktu sudah tidak menjadi korda, bisnis dan menulis buku tetap menjadi pilihan utama. “Agar tidak salah jalan, saya harus membuat jalan sendiri. Itu prinsip yang saya pegang teguh,” pungkasnya.
Jurnalis : Muhammad Sidkin Ali
Fotografer : Muhammad Sidkin Ali
Redaktur : Hafid Asnan