Mobile_AP_Rectangle 1
LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Mbak Kar, begitulah orang-orang menyapanya. Ibu dua anak tersebut menceritakan perjalanannya menjadi atlet difabel. Berawal dari prinsip difabel pasti bisa, dia membuktikan bahwa difabel memang bisa melakukan sesuatu seperti orang normal lainnya. “Prinsip saya, bisa tidak bisa, saya pasti bisa,” ujar Kartini.
Prinsip tersebut dipegang teguh. Prinsip itu juga yang mengantarkannya menjadi atlet difabel yang berkesempatan mengikuti pelatihan rowing di Korea. “Saya masih tidak menyangka bisa menjadi satu-satunya perempuan difabel yang dipercaya mengikuti pelatihan rowing di Korea,” ucapnya.
Atlet yang juga pernah menyabet juara satu kejuaraan daerah lari kursi roda tersebut menuturkan, tawaran mengikuti pelatihan datang dari Solo. Saat itu, Solo sedang mencari atlet difabel yang mau mengikuti pelatihan. Melalui Ketua PPDI Lumajang, tawaran itu disambut baik oleh Kartini. Meski mendadak, dia siap mengikuti seleksi di Solo.
“Saya masih ingat, waktu itu pagi hari. Pak Ali Muslimin datang ke rumah saya dan menawarkan saya untuk mengikuti seleksi atlet difabel di Solo. Kata Pak Ali, Solo membutuhkan atlet untuk diikutkan pelatihan rowing difabel di Korea. Yang membuat saya kaget, waktu seleksinya besok. Dengan mantap, saya ambil tawaran itu dan berangkat esok harinya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, ada lima atlet difabel yang mengikuti seleksi. Dengan percaya diri dan usaha maksimal, Kartini menjadi wakil putri Indonesia untuk mengikuti pelatihan. Bersama atlet laki-laki difabel dan pelatih, dia bertolak ke Korea sepekan kemudian. “Setelah mengurus paspor dan lain-lain, kami berangkat ke Korea. Kami berlatih selama setengah bulan lebih dengan atlet difabel lain dari luar negeri,” jelasnya,
Di Korea, lanjut dia, latihan dilakukan selama empat hari di ruangan. Di hari selanjutnya, atlet sudah dilepas untuk berlatih di alam. “Karena tidak pernah di luar negeri, cuaca dingin menjadi kendala saya dalam berlatih. Tetapi saya terus berusaha. Dan akhirnya ketika dilepas untuk latihan di danau, saya bisa dan justru menikmati mengelilingi danau,” lanjutnya.
Selama pelatihan, ada satu hal yang berkesan di benaknya. Akses disabilitas benar-benar diperhatikan. Mereka tidak pernah dibeda-bedakan dengan manusia normal lainnya. “Di sana, difabel beraktivitas mandiri. Karena difabel juga manusia. Dan yang terpenting semua fasilitas ramah difabel. Saya berharap, Indonesia juga akan sama,” pungkasnya.
Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan
- Advertisement -
LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Mbak Kar, begitulah orang-orang menyapanya. Ibu dua anak tersebut menceritakan perjalanannya menjadi atlet difabel. Berawal dari prinsip difabel pasti bisa, dia membuktikan bahwa difabel memang bisa melakukan sesuatu seperti orang normal lainnya. “Prinsip saya, bisa tidak bisa, saya pasti bisa,” ujar Kartini.
Prinsip tersebut dipegang teguh. Prinsip itu juga yang mengantarkannya menjadi atlet difabel yang berkesempatan mengikuti pelatihan rowing di Korea. “Saya masih tidak menyangka bisa menjadi satu-satunya perempuan difabel yang dipercaya mengikuti pelatihan rowing di Korea,” ucapnya.
Atlet yang juga pernah menyabet juara satu kejuaraan daerah lari kursi roda tersebut menuturkan, tawaran mengikuti pelatihan datang dari Solo. Saat itu, Solo sedang mencari atlet difabel yang mau mengikuti pelatihan. Melalui Ketua PPDI Lumajang, tawaran itu disambut baik oleh Kartini. Meski mendadak, dia siap mengikuti seleksi di Solo.
“Saya masih ingat, waktu itu pagi hari. Pak Ali Muslimin datang ke rumah saya dan menawarkan saya untuk mengikuti seleksi atlet difabel di Solo. Kata Pak Ali, Solo membutuhkan atlet untuk diikutkan pelatihan rowing difabel di Korea. Yang membuat saya kaget, waktu seleksinya besok. Dengan mantap, saya ambil tawaran itu dan berangkat esok harinya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, ada lima atlet difabel yang mengikuti seleksi. Dengan percaya diri dan usaha maksimal, Kartini menjadi wakil putri Indonesia untuk mengikuti pelatihan. Bersama atlet laki-laki difabel dan pelatih, dia bertolak ke Korea sepekan kemudian. “Setelah mengurus paspor dan lain-lain, kami berangkat ke Korea. Kami berlatih selama setengah bulan lebih dengan atlet difabel lain dari luar negeri,” jelasnya,
Di Korea, lanjut dia, latihan dilakukan selama empat hari di ruangan. Di hari selanjutnya, atlet sudah dilepas untuk berlatih di alam. “Karena tidak pernah di luar negeri, cuaca dingin menjadi kendala saya dalam berlatih. Tetapi saya terus berusaha. Dan akhirnya ketika dilepas untuk latihan di danau, saya bisa dan justru menikmati mengelilingi danau,” lanjutnya.
Selama pelatihan, ada satu hal yang berkesan di benaknya. Akses disabilitas benar-benar diperhatikan. Mereka tidak pernah dibeda-bedakan dengan manusia normal lainnya. “Di sana, difabel beraktivitas mandiri. Karena difabel juga manusia. Dan yang terpenting semua fasilitas ramah difabel. Saya berharap, Indonesia juga akan sama,” pungkasnya.
Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan
LUMAJANG, RADARJEMBER.ID – Mbak Kar, begitulah orang-orang menyapanya. Ibu dua anak tersebut menceritakan perjalanannya menjadi atlet difabel. Berawal dari prinsip difabel pasti bisa, dia membuktikan bahwa difabel memang bisa melakukan sesuatu seperti orang normal lainnya. “Prinsip saya, bisa tidak bisa, saya pasti bisa,” ujar Kartini.
Prinsip tersebut dipegang teguh. Prinsip itu juga yang mengantarkannya menjadi atlet difabel yang berkesempatan mengikuti pelatihan rowing di Korea. “Saya masih tidak menyangka bisa menjadi satu-satunya perempuan difabel yang dipercaya mengikuti pelatihan rowing di Korea,” ucapnya.
Atlet yang juga pernah menyabet juara satu kejuaraan daerah lari kursi roda tersebut menuturkan, tawaran mengikuti pelatihan datang dari Solo. Saat itu, Solo sedang mencari atlet difabel yang mau mengikuti pelatihan. Melalui Ketua PPDI Lumajang, tawaran itu disambut baik oleh Kartini. Meski mendadak, dia siap mengikuti seleksi di Solo.
“Saya masih ingat, waktu itu pagi hari. Pak Ali Muslimin datang ke rumah saya dan menawarkan saya untuk mengikuti seleksi atlet difabel di Solo. Kata Pak Ali, Solo membutuhkan atlet untuk diikutkan pelatihan rowing difabel di Korea. Yang membuat saya kaget, waktu seleksinya besok. Dengan mantap, saya ambil tawaran itu dan berangkat esok harinya,” tuturnya.
Dia menjelaskan, ada lima atlet difabel yang mengikuti seleksi. Dengan percaya diri dan usaha maksimal, Kartini menjadi wakil putri Indonesia untuk mengikuti pelatihan. Bersama atlet laki-laki difabel dan pelatih, dia bertolak ke Korea sepekan kemudian. “Setelah mengurus paspor dan lain-lain, kami berangkat ke Korea. Kami berlatih selama setengah bulan lebih dengan atlet difabel lain dari luar negeri,” jelasnya,
Di Korea, lanjut dia, latihan dilakukan selama empat hari di ruangan. Di hari selanjutnya, atlet sudah dilepas untuk berlatih di alam. “Karena tidak pernah di luar negeri, cuaca dingin menjadi kendala saya dalam berlatih. Tetapi saya terus berusaha. Dan akhirnya ketika dilepas untuk latihan di danau, saya bisa dan justru menikmati mengelilingi danau,” lanjutnya.
Selama pelatihan, ada satu hal yang berkesan di benaknya. Akses disabilitas benar-benar diperhatikan. Mereka tidak pernah dibeda-bedakan dengan manusia normal lainnya. “Di sana, difabel beraktivitas mandiri. Karena difabel juga manusia. Dan yang terpenting semua fasilitas ramah difabel. Saya berharap, Indonesia juga akan sama,” pungkasnya.
Jurnalis: mg2
Fotografer: Muhammad Sidikin Ali
Editor: Hafid Asnan