JEMBER, RADARJEMBER.ID – Bupati Jember Faida memutasi sejumlah pegawai pemerintahan. Keputusan itu mendapatkan reaksi. Sejumlah pejabat dan aparatur sipil negara (ASN) lainnya di Pemkab Jember menyatakan mosi tidak percaya karena menilai tindakan bupati cacat hukum dan melanggar Surat Edaran Menteri Dalam Negeri (SE Mendagri). Mereka menyampaikannya secara terbuka di Aula PB Soedirman Gedung Pemkab Jember, kemarin (30/12).
Apa yang terjadi ini seperti “panggung sandiwara” yang dipertontonkan elite pemerintahan di penghujung tahun 2020. Mereka secara gamblang menunjukkan ke publik tentang pertikaian yang kini mencapai puncak. Setali tiga uang, sikap DPRD Jember juga tak jauh berbeda. Bahkan, ada beberapa anggota dewan yang sampai datang ke gedung pemkab. Mereka meluruk salah seorang pejabat dan menanyakan legalitasnya. Sikap ini justru memanaskan suasana. Dampaknya, kondisi pemerintahan di Jember semakin berantakan.
Rentetan pertikaian ini sebenarnya tidak terjadi dalam sekejap. Ada perjalanan panjang yang menyertainya. Yakni tentang penempatan pegawai dalam Kedudukan Susunan Organisasi Tata Kerja (KSOTK) yang berujung rekomendasi Kemendagri agar dikembalikan sesuai asal. Namun, rekomendasi itu tak kunjung dilaksanakan oleh Bupati Jember Faida.
Pada saat Faida cuti kampanye pilkada, Wakil Bupati Jember Abdul Muqit Arief, yang menjadi Plt bupati, mengeksekusi apa yang direkomendasikan Mendagri, November lalu. Ratusan ASN dikembalikan pada jabatan lama sesuai KSOTK 2016. Dari situ, benih perlawanan aparatur sipil negara (ASN) yang terdampak mulai muncul. Salah satunya Yessiana Arifah. Mantan Kepala Dinas PU Bina Marga ini melawan melalui surat. Selain itu, juga ada beberapa ASN lain yang turut melakukan perlawanan.
Drama di internal Pemkab Jember tak hanya berhenti di situ. Pada waktu Faida aktif kembali pascacuti, perlawanan terhadap pengembalian KSOTK kembali mencuat. Muaranya, Selasa (29/12) lalu, Faida mencopot belasan ASN dari jabatannya.
Beberapa pejabat yang dimutasi itu di antaranya Sekda Pemkab Jember Mirfano. Dia dicopot dan diganti Plt Sekda Edy Budi Susilo. Selain itu, Yessiana Arifah yang sudah kembali di PU Cipta Karya dijadikan Plt Kepala Inspektorat menggantikan Joko Santoso. Tak hanya itu, Kepala Dispemasdes, Kabag Ekonomi, Kadinsos, Kadis PUBMSDA, Kabag Pembangunan, Kabag Hukum, Kabag Organisasi, Disperindag, Kadis P3AKB, Kadis TPHP, serta Kadispora dicopot. Posisi mereka diganti pelaksana tugas.
Melalui suratnya, Bupati Jember Faida menilai, mereka yang dimutasi itu melakukan pelanggaran berat. Tak hanya Sekda Mirfano, Kepala Dispemasdes Eko Heru Sunarso juga dinilai melakukan pelanggaran berat. Keduanya dicopot tanpa proses pemeriksaan, usulan, dan menyelisihi manajemen ASN.
Kebijakan ini mendapat perlawanan. Mosi tidak percaya terhadap Bupati Faida disampaikan secara terbuka. Penggawa yang berdiri pada barisan ini adalah Wabup Jember Abdul Muqit Arief, Sekda Mirfano, serta beberapa ASN lain. Sementara itu, Bupati Faida tetap dalam keputusan yang diambil, yaitu menjadikan Edy Budi Susilo sebagai Plt Sekda, Yessi sebagai Kepala Inspektorat, serta sejumlah pejabat lain yang sudah ber-SK.
Pecah di tubuh Pemkab Jember ini pun tak dapat dihindarkan. Ada dua nakhoda dalam satu kapal. Bupati Faida bekerja bersama Plt Sekda Edy Budi dan ASN yang pro kepadanya. Sementara, Wabup Muqit bekerja dengan barisan Sekda Mirfano dan ASN pendukungnya. Perpecahan begitu nyata. Ini menjadi preseden buruk bagi kelangsungan Pemkab Jember. Mereka mengabaikan kesejahteraan warga di penghujung tahun 2020 ini.
Kondisi ini juga membuat publik hilang harapan. Sebab, para petinggi kabupaten dinilai terlalu fokus pada pusaran konflik. Para ASN juga bingung. Kursi jabatan yang dobel pejabatnya menjadi rebutan. Dan akhirnya, rakyat Jember yang menjadi korban. Rakyat hanya disuguhi tontotan tentang drama pertikaian yang tak berkesudahan.
Dalam pidato terbukanya ketika menyatakan mosi tidak percaya, Sekda Mirfano menyampaikan, Bupati Faida telah melakukan pelanggaran bertubi-tubi. Empat orang dibebastugaskan tanpa prosedur ASN. Termasuk dirinya. Belasan pejabat diganti sehingga menghambat karir kerja ASN. “Ini kejadian di mata kita. Ini pelanggaran yang dilakukan Bupati Jember karena telah melanggar surat Edaran Mendagri tanggal 23 Desember. Dilarang mengganti bahkan mengusulkan penggantian jabatan,” ulasnya.
Mirfano menyebut, dulu ASN punya harapan tentang tata kelola pemerintahan agar lebih baik. Hubungan vertikal dengan pemerintah pusat dan provinsi semakin baik. Dan berharap agar eksekutif-legislatif harmonis. Tetapi harapan itu tak terealisasi. Hubungan maupun komunikasi dengan lembaga vertikal dan horizontal buntu. Ada rasa saling curiga dan tidak percaya.
Mirfano menyebut, dulu Jember menjadi daerah sangat diperhitungkan. Namun, sekarang menjadi daerah terpencil, serta dijauhi akses dan bantuan pemerintah pusat maupun provinsi. Jadi, kata dia, sudah terlalu banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Bupati Faida. Mulai KSOTK 2019 dan KSOTK 2020 yang tidak prosedural, pelanggaran sistem merit, hingga manajemen ASN. “Mohon maaf kepada camat yang dari kesehatan, karir kalian adalah di kesehatan, bukan menjadi camat. Karir kesehatan di Dinas Kesehatan,” ulas Mirfano.
Meski Sekda Mirfano dicopot Bupati Faida, tetapi keberadaannya tetap diakui Inspektorat Provinsi Jatim. Dia pun menyampaikan kekesalannya. “Dulu ASN bisa berharap ada perubahan berjalan menuju surga, bukan perjalanan menuju neraka yang setiap tahun penuh dengan persoalan. Oleh sebab itu, saya secara pribadi menyatakan sikap mosi tidak percaya kepada Bupati Jember,” papar Mirfano, yang didukung oleh banyak ASN.
Dalam kesempatan itu, Wabup Jember Abdul Muqit Arief juga sempat menyampaikan pidatonya. Dia berkata, apa yang terjadi di internal Pemkab Jember sudah tidak bisa disembunyikan lagi. Dia pun menyampaikan keprihatinan yang mendalam. “Ini adalah sesuatu yang bukan rahasia lagi, bahwa kegaduhan demi kegaduhan terus terjadi di Jember. Dalam menyikapi ini, saya sangat berharap kepada seluruh ASN untuk tetap berpikir jernih dan objektif,” pintanya.
Muqit mengimbau, atas kebijakan Bupati Faida yang mengganti jabatan ASN tanpa prosedur kepegawaian itu, tetap dihadapi dengan cara-cara yang baik. “Dengan mencari cara yang tenang, insyaallah akan mendapat jalan keluar terbaik. Apabila ada hal-hal yang mengkhawatirkan, serahkan saja pada proses peraturan yang ada. Ini saya kira adalah kebijakan yang arif,” katanya.
Pada kesempatan tersebut, Muqit pun seakan menyinggung kebijakan yang diambil Bupati Faida. Untuk itu, semua ASN diminta tetap patuh terhadap undang-undang, peraturan pemerintah, serta peraturan lain yang berlaku di Indonesia.
“Jember bukan sistem pemerintahan yang berdiri sendiri. Bagaimanapun, Jember adalah bagian dari Provinsi Jawa Timur dan bagian dari Republik Indonesia,” cetus Kiai Muqit, yang kemudian menyebut sangat mengharapkan arahan dari Gubernur Jatim dan Mendagri untuk menuntaskan konflik di internal Pemkab Jember.
Terpisah, Bupati Jember Faida yang sempat berada di Rumah Sakit Paru Jember enggan berkomentar terkait mutasi ASN hingga menimbulkan reaksi mosi tidak percaya tersebut. Pada saat ditanya wartawan, Faida, yang sempat menghadiri peresmian RS Paru sebagai RS rujukan korona, bergegas masuk ke dalam mobilnya. “Saya lagi namu di sini,” ucapnya.
Menyikapi prahara yang terjadi di internal Pemkab Jember, Ketua DPRD Jember M Itqon Syauqi menilainya wajar. Dia menjelaskan, dewan sejak awal mengawal pengembalian KSOTK sesuai rekomendasi Mendagri. Namun, kata dia, setelah dikembalikan oleh Plt Bupati Muqit Arief, rupanya Bupati Faida kembali memberedelnya tanpa melalui prosedur yang berlaku. “Bupati Jember ini melanggar. Untuk memberhentikan atau mengangkat pejabat itu ada tiga syarat. Pertama wewenang, kedua substansi, dan ketiga prosedur. Ketiga ini tidak terpenuhi,” papar Itqon.
Menurutnya, Bupati Faida sudah tidak memiliki wewenang untuk melakukan mutasi atau mengganti pejabat. Sebab, enam bulan sebelum jabatan habis, bupati tidak boleh melakukan bongkar pasang pejabat. Apa pun alasannya. “Dari segi substansi juga tidak penting. Pejabatnya banyak definitif kok malah diganti Plt. Dan terakhir adalah pelanggaran prosedur. Tidak ada izin Mendagri kok mencopot dan menunjuk Plt sekda dan banyak pejabat lain. Jadi, apa yang dilakukan bupati cacat hukum,” tudingnya.
Demi mempercepat agar insiden di Pemkab Jember tidak berkepanjangan, secara kelembagaan, Itqon meminta agar apa yang terjadi ini menjadi atensi Pemprov Jatim dan pemerintah pusat. Sebab, insiden ini akan berdampak buruk kepada pelayanan publik hingga terancam lumpuh. “Birokrasi di Jember sangat tidak kondusif. Mohon ini menjadi atensi. Kalau boleh, batalkan segera penggantian jabatan dan mutasi yang dilakukan bupati,” pungkasnya.