RADAR JEMBER.ID – Perbuatan yang dilakukan Syaiful Bahri, 38, warga Dusun Karanganyar RT 001/RW 014, Desa/Kecamatan Tempurejo, ini terbilang aneh. Sebab, ia nekat membakar rumahnya sendiri. Tak heran, warga dibuat heboh oleh kelakuannya.
Rumahnya dibakar pada Senin (29/7) malam pukul 20.00. Setelah membakar rumahnya, Syaiful langsung pergi meninggalkan rumahnya. Beruntung, saat rumah Syaiful ini terbakar di bagian atap, Senima, 60, yang pertama kali yang mengetahui langsung berteriak keluar rumahnya hingga terdengar oleh tetangga.
Senima tak hanya meminta tolong kepada tetangga, tetapi berlari ke jalan depan rumahnya untuk menghentikan pengendara sepeda motor. Warga sekitar dan pengguna jalan yang dihentikan langsung menuju rumah Syaiful yang apinya sudah merembet.
Warga juga berupaya untuk menghubungi Polsek setempat. Selanjutnya, petugas datang ke lokasi, ternyata api sudah mulai membesar. Sudah merembet ke rumah warga yang tidak jauh dari rumah Syaiful.
Rumah mulai terbakar dari bagian kamar tengah dan merembet ke bagian atap dan wuwungan. “Terbakarnya rumah korban ini karena dibakar sendiri oleh korban. Selama ini memang tinggal sendirian sejak ditinggal cerai istrinya,” ujar AKP Suhartanto, Kapolsek Tempurejo.
Kelaukan Syaiful ini pun dimaklumi. Sebab, sejak cerai dengan istrinya, Syaiful mengalami gangguan jiwa. Dua anaknya ikut neneknya di Ambulu.
Saat rumahnya sudah terbakar, Syaiful langsung keluar dari pintu belakang. Ketika petugas polsek dan anggota Koramil datang mencarinya, pintu terkunci dari dalam. “Setelah didobrak, ternyata Syaiful malah duduk di belakang rumahnya sambil merokok,” ujarnya.
Saat itu juga, kata pria yang akrab disapa Tanto ini, kejadian langsung dilaporkan ke posko damkar di Jalan Danau Toba. Beberapa saat kemudian, satu unit mobil damkar datang ke lokasi untuk memadamkan rumah korban. Sementara itu, Syaiful langsung dibawa ke rumah warga.
Syaiful membakar rumahnya karena memang stres selama enam tahun. “Korban sehari-harinya sendirian. Untuk makan saja diberi tetangga dan saudara,” ujarnya.
Syaiful ini suka merokok setiap hari. Bila tak punya, dia menulis surat minta rokok kepada Tuhan. “Dia ada tekanan mental, bahkan tidak pernah bersosialisasi dengan para tetangga. Semakin lama semakin parah,” tuturnya. Kebiasaan korban juga mandi di sungai dan berendam berlama-lama. Setelah itu, biasanya pulang dan mengurung diri di dalam rumahnya.
Arrumaisha Fitri M. Psi, dari Biro Konseling dan Layanan Psikologi IAIN Jember mengatakan, korban sekaligus pelaku tersebut perlu dikonsultasikan ke psikolog atau psikiater untuk dilakukan assessment, apakah benar diagnosis gangguan jiwa.
“Pemeriksaan itu nanti melihat terkait penyebab dari perilakunya, alasannya, apa yang dipikirkan dan dirasakannya ketika melakukan hal tersebut,” terangnya.
Dia menilai, penderita yang melakukan hal tersebut bisa karena mendengarkan suara-suara yang tidak nyata atau halusinasi, atau ada waham dan lain-lain.
Sikap yang seharusnya ditunjukkan ke masyarakat kepada penderita itu, lanjutnya, bisa cukup beragam. “Pertama dengan mulai mengajak penderita ke tempat pelayanan psikologi secara berkala dan memastikan kondisi rumah aman dari benda tajam dan berbahaya,” imbuh dosen Psikologi IAIN Jember itu.
Selain itu, Fitri menambahkan bahwa sebisa mungkin keluarga ataupun masyarakat menghindari informasi berupa siaran maupun tayangan yang dapat menimbulkan rasa takut bagi penderita. “Berikan perhatian, misalnya mengajak mengobrol topik-topik sederhana yang tidak bernada merendahkan dan mengejek dengan situasi yang tidak terlalu ramai,” imbuh Fitri.
Meski demikian, baginya penderita gangguan kejiwaan harus terus diberikan jarak. Jika semisal kurang nyaman dengan orang banyak, bisa diberikan waktu untuk menyendiri, dengan memastikan situasinya tetap aman. “Yang terpenting adalah, masyarakat menerima penderita dengan tangan terbuka. Tidak mencemooh karena mengalami gangguan jiwa. Menerima layaknya manusia,” tukasnya. (*)