23.7 C
Jember
Sunday, 26 March 2023

Geledah Tas Siswa SMPN 7 Jember Cegah Okerbaya, Eh Ketemu Bedak & Lipstik

Mobile_AP_Rectangle 1

PATRANG.RADARJEMBER – Dinas Pendidikan Kabupaten Jember terus berupaya untuk meminimalisasi adanya penyalahgunaan obat keras berbahaya (okerbaya) pada siswa. Ini menyusul mencuatnya kasus peredaran okerbaya di salah satu SMP negeri di Jember beberapa waktu lalu.

Salah satu terobosan yang saat ini diwajibkan untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah adalah dengan melakukan kegiataan apel yang dipimpin langsung oleh polsek setempat. Apel itu berisi tentang edukasi bahaya menggunakan okerbaya dan obat terlarang, serta imbauan agar tidak terlibat dalam jejaring okerbaya. Baik sebagai konsumen maupun sebagai pengedar.

Tak hanya itu, nantinya pihak kepolisian bersama dengan guru-guru di sekolah juga melakukan penggeladahan pada tas-tas siswa yang dianggap mencurigai. Salah satu sekolah yang telah menerapkan kebijakan ini adalah SMPN 7 Jember.

Mobile_AP_Rectangle 2

Kepala SMPN 7 Jember Syaiful Bahri mengatakan, di sekolahnya beberapa murid kelas akhir menjadi sasaran penggeledahan. Saat melakukan penggeledahan yang berlangsung pada Sabtu, (29/1) itu tidak ditemukan barang- barang terlarang yang ada di tas siswa.

“Yang kami temukan handphone, bedak, lipstik, dan cermin. Tidak ada okerbaya,” tutur laki- laki yang beralamatkan di Wirolegi itu.

Nantinya, kegiatan ini akan diwajibkan bagi semua sekolah. Dalam sepekan akan ada satu kali pemeriksaan. Tidak ada jadwal pasti untuk pemeriksaannya. “Yang pasti seminggu sekali ada pemeriksaan, tapi harinya tidak sama,” tambahnya.

Nantinya, siswa tidak sepenuhnya diperbolehkan untuk membawa ponsel pintar ke sekolah. Sebab, menurut Syaiful, ponsel pintar itu hanya akan memberikan dampak negatif lebih besar ketimbang dampak positifnya ketika dibawa ke sekolah.

Ia mencontohkan, sebagian siswa akan cenderung melakukan obrolan melalui WhatsApp ketika guru menerangkan atau menjelaskan materi di depan kelas. Lalu, siswa akan lebih banyak memperhatikan ponsel pintarnya ketimbang kegiatan belajar mengajar di sekolah.

“Kalau larangan bawa HP ini tidak semua sekolah. Tergantung sekolahnya. Tapi, di SMP 7 ini diberlakukan,” tukasnya.

Terpisah, Ketua PGRI Jember Supriyono menuturkan, bahwa adanya kebijakan atau aturan baru untuk pencegahan peredaran okerbaya juga harus dibarengi dengan follow up kegiatan yang jelas. Sehingga target untuk tindakan preventifnya tercapai.

“Jangan malah membuat anak takut, menganggap bahwa sekolah adalah tempat yang menyeramkan karena didatangi polisi,” tuturnya.

Menurutnya, optimalisasi pencegahan itu dapat dilakukan oleh guru dan wali murid. Sebab, kedua pihak inilah yang memiliki tanggung jawab besar pada aktivitas anak. Guru harus meningkatkan intensitas komunikasi dengan siswa. Begitu pun dengan orang tua. “Di sinilah peran guru BK perlu ditingkatkan,” tuturnya.

 

Reporter: Jumai
Fotografer: Jumai
Editor: Mahrus Sholih

- Advertisement -

PATRANG.RADARJEMBER – Dinas Pendidikan Kabupaten Jember terus berupaya untuk meminimalisasi adanya penyalahgunaan obat keras berbahaya (okerbaya) pada siswa. Ini menyusul mencuatnya kasus peredaran okerbaya di salah satu SMP negeri di Jember beberapa waktu lalu.

Salah satu terobosan yang saat ini diwajibkan untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah adalah dengan melakukan kegiataan apel yang dipimpin langsung oleh polsek setempat. Apel itu berisi tentang edukasi bahaya menggunakan okerbaya dan obat terlarang, serta imbauan agar tidak terlibat dalam jejaring okerbaya. Baik sebagai konsumen maupun sebagai pengedar.

Tak hanya itu, nantinya pihak kepolisian bersama dengan guru-guru di sekolah juga melakukan penggeladahan pada tas-tas siswa yang dianggap mencurigai. Salah satu sekolah yang telah menerapkan kebijakan ini adalah SMPN 7 Jember.

Kepala SMPN 7 Jember Syaiful Bahri mengatakan, di sekolahnya beberapa murid kelas akhir menjadi sasaran penggeledahan. Saat melakukan penggeledahan yang berlangsung pada Sabtu, (29/1) itu tidak ditemukan barang- barang terlarang yang ada di tas siswa.

“Yang kami temukan handphone, bedak, lipstik, dan cermin. Tidak ada okerbaya,” tutur laki- laki yang beralamatkan di Wirolegi itu.

Nantinya, kegiatan ini akan diwajibkan bagi semua sekolah. Dalam sepekan akan ada satu kali pemeriksaan. Tidak ada jadwal pasti untuk pemeriksaannya. “Yang pasti seminggu sekali ada pemeriksaan, tapi harinya tidak sama,” tambahnya.

Nantinya, siswa tidak sepenuhnya diperbolehkan untuk membawa ponsel pintar ke sekolah. Sebab, menurut Syaiful, ponsel pintar itu hanya akan memberikan dampak negatif lebih besar ketimbang dampak positifnya ketika dibawa ke sekolah.

Ia mencontohkan, sebagian siswa akan cenderung melakukan obrolan melalui WhatsApp ketika guru menerangkan atau menjelaskan materi di depan kelas. Lalu, siswa akan lebih banyak memperhatikan ponsel pintarnya ketimbang kegiatan belajar mengajar di sekolah.

“Kalau larangan bawa HP ini tidak semua sekolah. Tergantung sekolahnya. Tapi, di SMP 7 ini diberlakukan,” tukasnya.

Terpisah, Ketua PGRI Jember Supriyono menuturkan, bahwa adanya kebijakan atau aturan baru untuk pencegahan peredaran okerbaya juga harus dibarengi dengan follow up kegiatan yang jelas. Sehingga target untuk tindakan preventifnya tercapai.

“Jangan malah membuat anak takut, menganggap bahwa sekolah adalah tempat yang menyeramkan karena didatangi polisi,” tuturnya.

Menurutnya, optimalisasi pencegahan itu dapat dilakukan oleh guru dan wali murid. Sebab, kedua pihak inilah yang memiliki tanggung jawab besar pada aktivitas anak. Guru harus meningkatkan intensitas komunikasi dengan siswa. Begitu pun dengan orang tua. “Di sinilah peran guru BK perlu ditingkatkan,” tuturnya.

 

Reporter: Jumai
Fotografer: Jumai
Editor: Mahrus Sholih

PATRANG.RADARJEMBER – Dinas Pendidikan Kabupaten Jember terus berupaya untuk meminimalisasi adanya penyalahgunaan obat keras berbahaya (okerbaya) pada siswa. Ini menyusul mencuatnya kasus peredaran okerbaya di salah satu SMP negeri di Jember beberapa waktu lalu.

Salah satu terobosan yang saat ini diwajibkan untuk diimplementasikan di sekolah-sekolah adalah dengan melakukan kegiataan apel yang dipimpin langsung oleh polsek setempat. Apel itu berisi tentang edukasi bahaya menggunakan okerbaya dan obat terlarang, serta imbauan agar tidak terlibat dalam jejaring okerbaya. Baik sebagai konsumen maupun sebagai pengedar.

Tak hanya itu, nantinya pihak kepolisian bersama dengan guru-guru di sekolah juga melakukan penggeladahan pada tas-tas siswa yang dianggap mencurigai. Salah satu sekolah yang telah menerapkan kebijakan ini adalah SMPN 7 Jember.

Kepala SMPN 7 Jember Syaiful Bahri mengatakan, di sekolahnya beberapa murid kelas akhir menjadi sasaran penggeledahan. Saat melakukan penggeledahan yang berlangsung pada Sabtu, (29/1) itu tidak ditemukan barang- barang terlarang yang ada di tas siswa.

“Yang kami temukan handphone, bedak, lipstik, dan cermin. Tidak ada okerbaya,” tutur laki- laki yang beralamatkan di Wirolegi itu.

Nantinya, kegiatan ini akan diwajibkan bagi semua sekolah. Dalam sepekan akan ada satu kali pemeriksaan. Tidak ada jadwal pasti untuk pemeriksaannya. “Yang pasti seminggu sekali ada pemeriksaan, tapi harinya tidak sama,” tambahnya.

Nantinya, siswa tidak sepenuhnya diperbolehkan untuk membawa ponsel pintar ke sekolah. Sebab, menurut Syaiful, ponsel pintar itu hanya akan memberikan dampak negatif lebih besar ketimbang dampak positifnya ketika dibawa ke sekolah.

Ia mencontohkan, sebagian siswa akan cenderung melakukan obrolan melalui WhatsApp ketika guru menerangkan atau menjelaskan materi di depan kelas. Lalu, siswa akan lebih banyak memperhatikan ponsel pintarnya ketimbang kegiatan belajar mengajar di sekolah.

“Kalau larangan bawa HP ini tidak semua sekolah. Tergantung sekolahnya. Tapi, di SMP 7 ini diberlakukan,” tukasnya.

Terpisah, Ketua PGRI Jember Supriyono menuturkan, bahwa adanya kebijakan atau aturan baru untuk pencegahan peredaran okerbaya juga harus dibarengi dengan follow up kegiatan yang jelas. Sehingga target untuk tindakan preventifnya tercapai.

“Jangan malah membuat anak takut, menganggap bahwa sekolah adalah tempat yang menyeramkan karena didatangi polisi,” tuturnya.

Menurutnya, optimalisasi pencegahan itu dapat dilakukan oleh guru dan wali murid. Sebab, kedua pihak inilah yang memiliki tanggung jawab besar pada aktivitas anak. Guru harus meningkatkan intensitas komunikasi dengan siswa. Begitu pun dengan orang tua. “Di sinilah peran guru BK perlu ditingkatkan,” tuturnya.

 

Reporter: Jumai
Fotografer: Jumai
Editor: Mahrus Sholih

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca