JEMBER, RADARJEMBER.ID – Sepinya Hari Raya Idul Fitri sangat dirasakan oleh puluhan orang yang biasa berada di puncak Gumitir. Pada Lebaran ini, dari puluhan orang yang biasanya menengadahkan tangan di pinggir jalan itu hanya tersisa satu dua orang saja. Salah satunya Adam yang bertahan di tikungan tertajam Gumitir.
Pagi itu, Adam tampak duduk di sebuah pos. Matanya menatap ke depan dan sesekali ke kanan. Begitu ada kendaraan, dia bergegas memberi rambu dengan tangan agar pengendara berhati-hati. Adam kembali duduk lantaran kendaraan tak ada lagi yang melintas. Maklum, di tengah pandemi korona ini, tidak banyak orang yang mudik atau balik ke tempat kerja.
Pria tiga anak ini menyebut, sepinya pengendara yang melintas di Jalan Gumitir sudah cukup lama. Yakni sejak ada wabah korona. Menurutnya, biasanya H-1 sampai H+3 Lebaran kendaraan cukup padat. “Tetapi sekarang sepi,” ucap pria asal Silo tersebut.
Sepinya lalu lalang kendaraan berdampak pada orang yang mengadu nasib di pinggir jalan. Para pahlawan tikungan yang tak dibayar itu pun tak mendapat penghasilan. Sepinya pengendara yang melintas membuat saweran juga nyaris tak ada sama sekali. “Sangat sepi. Tapi karena sudah biasa di sini, ya saya tetap berjaga,” akunya.
Adam, yang duduk di pos, mengaku hampir setiap hari dirinya menginap di Gumitir. Dia sempat menunjukkan sisa kayu bakar yang pagi itu masih terasa hangat. Dia menginap dengan harapan hari raya bisa mendapat tambahan penghasilan. Sayangnya, wabah Covid-19 mengubah keadaan. Lebaran saat ini jauh berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang selalu ramai pengendara.
Bertahan seperti Adam berjaga di tikungan jalan memang tak bisa dilakukan oleh kebanyakan orang. Jika dihitung, setidaknya 85 persen orang tidak lagi menengadahkan tangan pada Lebaran ini. Itu disebabkan karena orang yang melintas juga sangat sepi.
Adam berharap, pandemi korona segera berakhir. Sehingga orang-orang bisa bekerja kembali seperti sedia kala dan Adam bisa membantu warga yang melintas di Gumitir. “Harapannya keadaan normal lagi,” ucapnya.
Adam dan orang-orang yang biasa di pinggir jalan Gumitir sebenarnya ingin punya pekerjaan yang lebih menjanjikan. Tetapi apa daya, hal itu belum kesampaian. Untuk itulah, saat-saat tertentu mereka banyak yang menjadi penunjuk jalan dengan harapan ada saweran dari pengguna kendaraan.
Kebiasaan Adam dan beberapa orang lain memang membuat orang iba. Apalagi ketika ada nenek membawa cucu atau ibu membawa anaknya. Akan tetapi, meski puluhan tahun sudah menjadi tontonan warga dan pejabat yang melintas di jalur itu, namun sampai saat ini belum ada solusi yang mampu mengentaskan mereka yang bekerja dengan menengadahkan tangan tersebut.