29.4 C
Jember
Wednesday, 22 March 2023

Gontor Waled Jangan Musiman!

Pembersihan Sungai Tak Harus Menunggu Bupati

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID Istilah “gontor waled” ramai menjadi perbincangan sejumlah warga di Kabupaten Jember. Bagaimana tidak, kata tersebut jarang dipakai. Namun demikian, Bupati Jember melakukan aksi bersih-bersih sungai di Desa Curahmalang, Rambipuji, dengan mengambil tema “Gontor Waled”.

Baca Juga : Kasus Bayi Dalam Sumur Terkuak, Ibu Kandung Tersangka Motifnya Mengejutkan

Guna mengetahui kata gontor dan waled, Jawa Pos Radar Jember mengonfirmasi pakar bahasa Sanskerta dan Jawa kuno, Dr Asri Sundari. Dikatakan, bahasa Indonesia memang banyak menyerap bahasa lain. Mulai dari bahasa Arab, Jawa, Inggris, termasuk bahasa Sanskerta. Namun demikian, dalam perkembangannya ada dialek yang memengaruhinya. “Bahasa Indonesia itu memang menyerap banyak bahasa, bahasa Sanskerta dan Jawa kuno juga banyak diserap,” ucapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Dia mencontohkan, Pendapa Wahyawibawagraha diambil dari bahasa Sanskerta. Demikian dengan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti tersendiri. Sejauh ini banyak bahasa Sanskerta dan Jawa kuno yang diserap namun tidak semuanya terkenal.

Nah, salah satu yang dipakai dalam kegiatan bersih-bersih sungai, Sabtu (26/3), oleh bupati menggunakan istilah “gontor waled”. Kedua kata tersebut diserap dari bahasa Jawa kuno. Gontor itu sendiri memiliki arti dihanyutkan atau diguyur air deras-deras. Sementara, waled adalah endapan lumpur sungai yang mengeras. Kata waled secara umum telah banyak diketahui orang. Namun, untuk kata gontor memang sangat asing.

Menurut Asri, kata gontor tersebut telah dipengaruhi oleh dialek yang berkembang di masyarakat. Gontor diambil dari bahasa Jawa kuno yaitu glontor. “Karena terpengaruh dialek, maka glontor menjadi gontor,” papar dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni meminta agar semua pihak tidak sekadar musiman dalam melangsungkan Gontor Waled. “Bupati sudah mengawali bersih-bersih sungai. Jangan hanya menjadi acara seremonial. Kalau perlu setiap kecamatan yang dialiri sungai melakukan hal yang sama tanpa menunggu bupati turun,” tuturnya.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Tabroni membenarkan gotong royong kian pudar di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, dulu, apabila selokan tertutup kotoran, cukup warga setempat yang menyelesaikannya. Namun, di masa sekarang, gotong royong tersebut nyaris tiada. “Sekarang orang akan sibuk siapa petugasnya. Kalau dulu, cukup warga setempat saja,” tuturnya.

Tak hanya itu, keberadaan sungai yang menjadi bagian penting untuk pertanian di Jember layak untuk terus dilestarikan. Apabila ada sungai yang dangkal, selayaknya dilakukan pembersihan secara gotong royong. “Wilayah kecamatan yang dialiri sungai, sudah saatnya melakukan Gontor Waled. Toh, ini untuk kepentingan bersama, termasuk untuk pertanian di Jember,” pungkasnya. (c2/nur)

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID Istilah “gontor waled” ramai menjadi perbincangan sejumlah warga di Kabupaten Jember. Bagaimana tidak, kata tersebut jarang dipakai. Namun demikian, Bupati Jember melakukan aksi bersih-bersih sungai di Desa Curahmalang, Rambipuji, dengan mengambil tema “Gontor Waled”.

Baca Juga : Kasus Bayi Dalam Sumur Terkuak, Ibu Kandung Tersangka Motifnya Mengejutkan

Guna mengetahui kata gontor dan waled, Jawa Pos Radar Jember mengonfirmasi pakar bahasa Sanskerta dan Jawa kuno, Dr Asri Sundari. Dikatakan, bahasa Indonesia memang banyak menyerap bahasa lain. Mulai dari bahasa Arab, Jawa, Inggris, termasuk bahasa Sanskerta. Namun demikian, dalam perkembangannya ada dialek yang memengaruhinya. “Bahasa Indonesia itu memang menyerap banyak bahasa, bahasa Sanskerta dan Jawa kuno juga banyak diserap,” ucapnya.

Dia mencontohkan, Pendapa Wahyawibawagraha diambil dari bahasa Sanskerta. Demikian dengan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti tersendiri. Sejauh ini banyak bahasa Sanskerta dan Jawa kuno yang diserap namun tidak semuanya terkenal.

Nah, salah satu yang dipakai dalam kegiatan bersih-bersih sungai, Sabtu (26/3), oleh bupati menggunakan istilah “gontor waled”. Kedua kata tersebut diserap dari bahasa Jawa kuno. Gontor itu sendiri memiliki arti dihanyutkan atau diguyur air deras-deras. Sementara, waled adalah endapan lumpur sungai yang mengeras. Kata waled secara umum telah banyak diketahui orang. Namun, untuk kata gontor memang sangat asing.

Menurut Asri, kata gontor tersebut telah dipengaruhi oleh dialek yang berkembang di masyarakat. Gontor diambil dari bahasa Jawa kuno yaitu glontor. “Karena terpengaruh dialek, maka glontor menjadi gontor,” papar dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni meminta agar semua pihak tidak sekadar musiman dalam melangsungkan Gontor Waled. “Bupati sudah mengawali bersih-bersih sungai. Jangan hanya menjadi acara seremonial. Kalau perlu setiap kecamatan yang dialiri sungai melakukan hal yang sama tanpa menunggu bupati turun,” tuturnya.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Tabroni membenarkan gotong royong kian pudar di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, dulu, apabila selokan tertutup kotoran, cukup warga setempat yang menyelesaikannya. Namun, di masa sekarang, gotong royong tersebut nyaris tiada. “Sekarang orang akan sibuk siapa petugasnya. Kalau dulu, cukup warga setempat saja,” tuturnya.

Tak hanya itu, keberadaan sungai yang menjadi bagian penting untuk pertanian di Jember layak untuk terus dilestarikan. Apabila ada sungai yang dangkal, selayaknya dilakukan pembersihan secara gotong royong. “Wilayah kecamatan yang dialiri sungai, sudah saatnya melakukan Gontor Waled. Toh, ini untuk kepentingan bersama, termasuk untuk pertanian di Jember,” pungkasnya. (c2/nur)

JEMBER, RADARJEMBER.ID Istilah “gontor waled” ramai menjadi perbincangan sejumlah warga di Kabupaten Jember. Bagaimana tidak, kata tersebut jarang dipakai. Namun demikian, Bupati Jember melakukan aksi bersih-bersih sungai di Desa Curahmalang, Rambipuji, dengan mengambil tema “Gontor Waled”.

Baca Juga : Kasus Bayi Dalam Sumur Terkuak, Ibu Kandung Tersangka Motifnya Mengejutkan

Guna mengetahui kata gontor dan waled, Jawa Pos Radar Jember mengonfirmasi pakar bahasa Sanskerta dan Jawa kuno, Dr Asri Sundari. Dikatakan, bahasa Indonesia memang banyak menyerap bahasa lain. Mulai dari bahasa Arab, Jawa, Inggris, termasuk bahasa Sanskerta. Namun demikian, dalam perkembangannya ada dialek yang memengaruhinya. “Bahasa Indonesia itu memang menyerap banyak bahasa, bahasa Sanskerta dan Jawa kuno juga banyak diserap,” ucapnya.

Dia mencontohkan, Pendapa Wahyawibawagraha diambil dari bahasa Sanskerta. Demikian dengan Bhinneka Tunggal Ika yang memiliki arti tersendiri. Sejauh ini banyak bahasa Sanskerta dan Jawa kuno yang diserap namun tidak semuanya terkenal.

Nah, salah satu yang dipakai dalam kegiatan bersih-bersih sungai, Sabtu (26/3), oleh bupati menggunakan istilah “gontor waled”. Kedua kata tersebut diserap dari bahasa Jawa kuno. Gontor itu sendiri memiliki arti dihanyutkan atau diguyur air deras-deras. Sementara, waled adalah endapan lumpur sungai yang mengeras. Kata waled secara umum telah banyak diketahui orang. Namun, untuk kata gontor memang sangat asing.

Menurut Asri, kata gontor tersebut telah dipengaruhi oleh dialek yang berkembang di masyarakat. Gontor diambil dari bahasa Jawa kuno yaitu glontor. “Karena terpengaruh dialek, maka glontor menjadi gontor,” papar dosen Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember tersebut.

Sementara itu, Ketua Komisi A DPRD Jember Tabroni meminta agar semua pihak tidak sekadar musiman dalam melangsungkan Gontor Waled. “Bupati sudah mengawali bersih-bersih sungai. Jangan hanya menjadi acara seremonial. Kalau perlu setiap kecamatan yang dialiri sungai melakukan hal yang sama tanpa menunggu bupati turun,” tuturnya.

Kepada Jawa Pos Radar Jember, Tabroni membenarkan gotong royong kian pudar di tengah masyarakat. Bagaimana tidak, dulu, apabila selokan tertutup kotoran, cukup warga setempat yang menyelesaikannya. Namun, di masa sekarang, gotong royong tersebut nyaris tiada. “Sekarang orang akan sibuk siapa petugasnya. Kalau dulu, cukup warga setempat saja,” tuturnya.

Tak hanya itu, keberadaan sungai yang menjadi bagian penting untuk pertanian di Jember layak untuk terus dilestarikan. Apabila ada sungai yang dangkal, selayaknya dilakukan pembersihan secara gotong royong. “Wilayah kecamatan yang dialiri sungai, sudah saatnya melakukan Gontor Waled. Toh, ini untuk kepentingan bersama, termasuk untuk pertanian di Jember,” pungkasnya. (c2/nur)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca