27.2 C
Jember
Saturday, 1 April 2023

Nampaknya Status Kepegawaian Dosen RH Belum Terdampak Akibat Putusan Hakim

“Kami menunggu proses-proses selanjutnya. Apakah banding atau tidak. Keputusan kepegawaian menunggu keputusan hukum yang bersifat tetap.” Iwan Taruna - Rektor Unej

Mobile_AP_Rectangle 1

TEGALBOTO, Radar Jember – Vonis untuk RH, dosen nonaktif di Universitas Jember (Unej) yang terjerat kasus pencabulan, belum berdampak terhadap status kepegawaiannya. Sebab, hingga kini keputusan hakim itu belum berkekuatan hukum tetap. Masih ada waktu tujuh hari sejak vonis itu dijatuhkan, Rabu (24/11), apakah RH akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

Rektor Unej Iwan Taruna mengungkapkan, pihaknya masih menunggu proses hukum yang belum selesai, untuk selanjutnya memproses status kepegawaian RH. Hingga saat ini, status kepegawaian RH sebagai dosen Unej masih pemberhentian sementara yang ditetapkan sejak RH ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus pelecehan seksual pada kemenakannya tersebut. “Kami menunggu proses-proses selanjutnya. Apakah banding atau tidak. Keputusan kepegawaian menunggu keputusan hukum yang bersifat tetap,” ungkapnya, kemarin (26/11).

Kendati demikian, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen ini menjadi catatan hitam untuk kampus. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021, Iwan Taruna optimistis kasus pelecehan seksual di kampus dapat ditekan. Sebab, Permendikbud tersebut telah memberikan wacana yang lebih jelas terhadap penanganan pelecehan seksual di perguruan tinggi. “Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini sangat relevan dengan tridarma perguruan tinggi,” jelasnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Sebagai tindak lanjut, pihaknya telah menyusun draf peraturan rektor yang di dalamnya ada pembentukan satgas khusus guna menangani perkara-perkara pelecehan seksual di kampus. Secara teknis, satgas dipilih oleh panitia seleksi.

Nantinya, pemilihan anggota satgas merujuk pada aturan yang berlaku. Misalnya, harus ada representasi mahasiswa, tenaga pendidik dan kependidikan. Selain itu, semua anggota satgas dituntut memiliki pemahaman yang baik terkait kasus pelecehan seksual. “Satgas itu nanti membantu rektor menyusun SOP. Saat ini, kami sudah menyusun draf yang akan di FGD-kan. Mudah-mudahan 2022 sudah punya aturan rektor,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Pusat Studi Gender (PSG) Unej Linda Dwi Ariyanti menyebut, Permendikbud ini menandakan pemerintah telah memiliki iktikad baik untuk mencegah dan mengurangi kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Sebab, menurut dia, hingga saat ini intensitas kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi makin banyak. Nyaris setiap hari media memberitakan adanya kasus serupa.

“Kami menerima baik. Karena banyak kasus pelecehan seksual di kampus yang tidak terungkap. Tidak dilaporkan. Dan sekali dilaporkan, tidak tertangani dengan baik. Ini masalah penting,” ungkapnya.

Dalam Permendikbud ini, payung hukum penanganan sudah dijelaskan detail. Karena itu, penanganannya akan mendapat prioritas dan dukungan berbagai pihak. “Kalau Permendikbud ini diaplikasikan, maka universitas bertugas untuk mencegah dengan cara membangun kesadaran dan tata kelola, serta sistem pencegahan kasus pelecehan seksual,” imbuhnya.

Sedangkan untuk penanganannya, kata dia, akan terintegrasi dengan semua proses hukum. Misalnya, adanya perlindungan yang diberikan oleh kampus pada korban. Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan dispensasi khusus bagi korban.

Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan sanksi kepada pelaku. Maka dari itu, Linda menambahkan, adanya Permendikbud ini menjadi angin segar bagi kampus yang mencoba membebaskan diri dari jerat pelecehan seksual. “Permendikbud ini sangat teknis. Poin-poinnya sudah jelas,” pungkasnya. (ani/c2/rus)

- Advertisement -

TEGALBOTO, Radar Jember – Vonis untuk RH, dosen nonaktif di Universitas Jember (Unej) yang terjerat kasus pencabulan, belum berdampak terhadap status kepegawaiannya. Sebab, hingga kini keputusan hakim itu belum berkekuatan hukum tetap. Masih ada waktu tujuh hari sejak vonis itu dijatuhkan, Rabu (24/11), apakah RH akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

Rektor Unej Iwan Taruna mengungkapkan, pihaknya masih menunggu proses hukum yang belum selesai, untuk selanjutnya memproses status kepegawaian RH. Hingga saat ini, status kepegawaian RH sebagai dosen Unej masih pemberhentian sementara yang ditetapkan sejak RH ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus pelecehan seksual pada kemenakannya tersebut. “Kami menunggu proses-proses selanjutnya. Apakah banding atau tidak. Keputusan kepegawaian menunggu keputusan hukum yang bersifat tetap,” ungkapnya, kemarin (26/11).

Kendati demikian, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen ini menjadi catatan hitam untuk kampus. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021, Iwan Taruna optimistis kasus pelecehan seksual di kampus dapat ditekan. Sebab, Permendikbud tersebut telah memberikan wacana yang lebih jelas terhadap penanganan pelecehan seksual di perguruan tinggi. “Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini sangat relevan dengan tridarma perguruan tinggi,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, pihaknya telah menyusun draf peraturan rektor yang di dalamnya ada pembentukan satgas khusus guna menangani perkara-perkara pelecehan seksual di kampus. Secara teknis, satgas dipilih oleh panitia seleksi.

Nantinya, pemilihan anggota satgas merujuk pada aturan yang berlaku. Misalnya, harus ada representasi mahasiswa, tenaga pendidik dan kependidikan. Selain itu, semua anggota satgas dituntut memiliki pemahaman yang baik terkait kasus pelecehan seksual. “Satgas itu nanti membantu rektor menyusun SOP. Saat ini, kami sudah menyusun draf yang akan di FGD-kan. Mudah-mudahan 2022 sudah punya aturan rektor,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Pusat Studi Gender (PSG) Unej Linda Dwi Ariyanti menyebut, Permendikbud ini menandakan pemerintah telah memiliki iktikad baik untuk mencegah dan mengurangi kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Sebab, menurut dia, hingga saat ini intensitas kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi makin banyak. Nyaris setiap hari media memberitakan adanya kasus serupa.

“Kami menerima baik. Karena banyak kasus pelecehan seksual di kampus yang tidak terungkap. Tidak dilaporkan. Dan sekali dilaporkan, tidak tertangani dengan baik. Ini masalah penting,” ungkapnya.

Dalam Permendikbud ini, payung hukum penanganan sudah dijelaskan detail. Karena itu, penanganannya akan mendapat prioritas dan dukungan berbagai pihak. “Kalau Permendikbud ini diaplikasikan, maka universitas bertugas untuk mencegah dengan cara membangun kesadaran dan tata kelola, serta sistem pencegahan kasus pelecehan seksual,” imbuhnya.

Sedangkan untuk penanganannya, kata dia, akan terintegrasi dengan semua proses hukum. Misalnya, adanya perlindungan yang diberikan oleh kampus pada korban. Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan dispensasi khusus bagi korban.

Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan sanksi kepada pelaku. Maka dari itu, Linda menambahkan, adanya Permendikbud ini menjadi angin segar bagi kampus yang mencoba membebaskan diri dari jerat pelecehan seksual. “Permendikbud ini sangat teknis. Poin-poinnya sudah jelas,” pungkasnya. (ani/c2/rus)

TEGALBOTO, Radar Jember – Vonis untuk RH, dosen nonaktif di Universitas Jember (Unej) yang terjerat kasus pencabulan, belum berdampak terhadap status kepegawaiannya. Sebab, hingga kini keputusan hakim itu belum berkekuatan hukum tetap. Masih ada waktu tujuh hari sejak vonis itu dijatuhkan, Rabu (24/11), apakah RH akan mengajukan banding atau menerima putusan tersebut.

Rektor Unej Iwan Taruna mengungkapkan, pihaknya masih menunggu proses hukum yang belum selesai, untuk selanjutnya memproses status kepegawaian RH. Hingga saat ini, status kepegawaian RH sebagai dosen Unej masih pemberhentian sementara yang ditetapkan sejak RH ditetapkan sebagai terdakwa dalam kasus pelecehan seksual pada kemenakannya tersebut. “Kami menunggu proses-proses selanjutnya. Apakah banding atau tidak. Keputusan kepegawaian menunggu keputusan hukum yang bersifat tetap,” ungkapnya, kemarin (26/11).

Kendati demikian, kasus pelecehan seksual yang dilakukan oleh dosen ini menjadi catatan hitam untuk kampus. Melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 30 Tahun 2021, Iwan Taruna optimistis kasus pelecehan seksual di kampus dapat ditekan. Sebab, Permendikbud tersebut telah memberikan wacana yang lebih jelas terhadap penanganan pelecehan seksual di perguruan tinggi. “Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 ini sangat relevan dengan tridarma perguruan tinggi,” jelasnya.

Sebagai tindak lanjut, pihaknya telah menyusun draf peraturan rektor yang di dalamnya ada pembentukan satgas khusus guna menangani perkara-perkara pelecehan seksual di kampus. Secara teknis, satgas dipilih oleh panitia seleksi.

Nantinya, pemilihan anggota satgas merujuk pada aturan yang berlaku. Misalnya, harus ada representasi mahasiswa, tenaga pendidik dan kependidikan. Selain itu, semua anggota satgas dituntut memiliki pemahaman yang baik terkait kasus pelecehan seksual. “Satgas itu nanti membantu rektor menyusun SOP. Saat ini, kami sudah menyusun draf yang akan di FGD-kan. Mudah-mudahan 2022 sudah punya aturan rektor,” pungkasnya.

Terpisah, Ketua Pusat Studi Gender (PSG) Unej Linda Dwi Ariyanti menyebut, Permendikbud ini menandakan pemerintah telah memiliki iktikad baik untuk mencegah dan mengurangi kasus pelecehan seksual di lingkungan kampus. Sebab, menurut dia, hingga saat ini intensitas kasus pelecehan seksual di perguruan tinggi makin banyak. Nyaris setiap hari media memberitakan adanya kasus serupa.

“Kami menerima baik. Karena banyak kasus pelecehan seksual di kampus yang tidak terungkap. Tidak dilaporkan. Dan sekali dilaporkan, tidak tertangani dengan baik. Ini masalah penting,” ungkapnya.

Dalam Permendikbud ini, payung hukum penanganan sudah dijelaskan detail. Karena itu, penanganannya akan mendapat prioritas dan dukungan berbagai pihak. “Kalau Permendikbud ini diaplikasikan, maka universitas bertugas untuk mencegah dengan cara membangun kesadaran dan tata kelola, serta sistem pencegahan kasus pelecehan seksual,” imbuhnya.

Sedangkan untuk penanganannya, kata dia, akan terintegrasi dengan semua proses hukum. Misalnya, adanya perlindungan yang diberikan oleh kampus pada korban. Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan dispensasi khusus bagi korban.

Selain itu, kampus juga memiliki kewajiban memberikan sanksi kepada pelaku. Maka dari itu, Linda menambahkan, adanya Permendikbud ini menjadi angin segar bagi kampus yang mencoba membebaskan diri dari jerat pelecehan seksual. “Permendikbud ini sangat teknis. Poin-poinnya sudah jelas,” pungkasnya. (ani/c2/rus)

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca