24 C
Jember
Friday, 2 June 2023

Haruskah Tanpa Pupuk Subsidi?

Harga Tiga Kali Lipat, Petani Sambat

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Banyak petani di Jember yang masih bergantung pada ketersediaan pupuk bersubsidi. Maklum saja, selisih harganya dengan pupuk nonsubsidi sangat jauh. Yakni, satu banding tiga. Seperti yang terjadi pada harga pupuk jenis urea. Tidak heran jika hingga kini petani tetap berjuang agar ketersediaan stok pupuk bersubsidi benar-benar mencukupi.

Namun sepertinya, harapan tinggal kenangan. Hingga pekan terakhir Agustus ini, kuota pupuk subsidi sudah menipis. Petani pun khawatir jika stok tersebut tidak mencukupi sampai akhir tahun 2020. Jika yang demikian terjadi, maka petani dihadapkan dengan pupuk nonsubsidi. “Pupuknya saat ini belum habis. Akan tetapi, petani sudah sulit mengaksesnya karena tersisa sedikit. Sementara, untuk membeli pupuk nonsubsidi harganya jauh,” kata Ketua HKTI Jember Jumantoro.

Menurut dia, harga pupuk urea subsidi per kuintalnya mencapai Rp 180-200 ribu. Sementara, pupuk nonsubsidi dengan jenis yang sama, harga per kuintalnya mencapai Rp 600 ribu. Hal inilah yang membuat berat para petani jika harus menggunakan pupuk nonsubsidi.

Mobile_AP_Rectangle 2

“Harganya Rp 180 ribu banding Rp 600 ribu. Kalau petani pakai yang Rp 600 ribu, akan banyak yang rugi, karena yang didampingi langsung oleh perusahaan-perusahaan hanya sedikit. Sementara, jumlah petani di Jember mencapai puluhan ribu,” ucapnya.

Jumantoro menyebut, permintaan petani secara umum hanya satu: pemenuhan ketersediaan stok pupuk bersubsidi. Sayangnya, yang terjadi di lapangan, banyak petani yang tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi. “Ini akan berpengaruh pada hasil panen dan ketahanan pangan di Jember,” ulasnya.

Dikatakannya, petani bisa saja melakukan pembelian pada pupuk nonsubsidi. Akan tetapi, harganya dinilai terlalu tinggi. “Pupuk subsidi di Jember ini berkurang bukan karena pemerintah pusat, tetapi karena pendataan di tahun 2019 yang tidak selesai,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Mat Satuki menyebut, pupuk bersubsidi, khususnya urea, saat ini memang hanya tersisa sedikit. Guna mencegah kelangkaan di beberapa tempat, pihaknya melakukan realokasi pada kecamatan-kecamatan beberapa waktu lalu. “Pupuk subsidi jenis urea tersisa 5.151 ton,” katanya.

Kendati demikian, pemerintah terus melakukan upaya untuk mencari terobosan di tahun ini. Sementara, pada 2021 nanti, data petani akan maksimal dimasukkan ke dalam sistem daring dengan harapan agar kuota pupuk tidak berkurang seperti tahun 2020.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Banyak petani di Jember yang masih bergantung pada ketersediaan pupuk bersubsidi. Maklum saja, selisih harganya dengan pupuk nonsubsidi sangat jauh. Yakni, satu banding tiga. Seperti yang terjadi pada harga pupuk jenis urea. Tidak heran jika hingga kini petani tetap berjuang agar ketersediaan stok pupuk bersubsidi benar-benar mencukupi.

Namun sepertinya, harapan tinggal kenangan. Hingga pekan terakhir Agustus ini, kuota pupuk subsidi sudah menipis. Petani pun khawatir jika stok tersebut tidak mencukupi sampai akhir tahun 2020. Jika yang demikian terjadi, maka petani dihadapkan dengan pupuk nonsubsidi. “Pupuknya saat ini belum habis. Akan tetapi, petani sudah sulit mengaksesnya karena tersisa sedikit. Sementara, untuk membeli pupuk nonsubsidi harganya jauh,” kata Ketua HKTI Jember Jumantoro.

Menurut dia, harga pupuk urea subsidi per kuintalnya mencapai Rp 180-200 ribu. Sementara, pupuk nonsubsidi dengan jenis yang sama, harga per kuintalnya mencapai Rp 600 ribu. Hal inilah yang membuat berat para petani jika harus menggunakan pupuk nonsubsidi.

“Harganya Rp 180 ribu banding Rp 600 ribu. Kalau petani pakai yang Rp 600 ribu, akan banyak yang rugi, karena yang didampingi langsung oleh perusahaan-perusahaan hanya sedikit. Sementara, jumlah petani di Jember mencapai puluhan ribu,” ucapnya.

Jumantoro menyebut, permintaan petani secara umum hanya satu: pemenuhan ketersediaan stok pupuk bersubsidi. Sayangnya, yang terjadi di lapangan, banyak petani yang tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi. “Ini akan berpengaruh pada hasil panen dan ketahanan pangan di Jember,” ulasnya.

Dikatakannya, petani bisa saja melakukan pembelian pada pupuk nonsubsidi. Akan tetapi, harganya dinilai terlalu tinggi. “Pupuk subsidi di Jember ini berkurang bukan karena pemerintah pusat, tetapi karena pendataan di tahun 2019 yang tidak selesai,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Mat Satuki menyebut, pupuk bersubsidi, khususnya urea, saat ini memang hanya tersisa sedikit. Guna mencegah kelangkaan di beberapa tempat, pihaknya melakukan realokasi pada kecamatan-kecamatan beberapa waktu lalu. “Pupuk subsidi jenis urea tersisa 5.151 ton,” katanya.

Kendati demikian, pemerintah terus melakukan upaya untuk mencari terobosan di tahun ini. Sementara, pada 2021 nanti, data petani akan maksimal dimasukkan ke dalam sistem daring dengan harapan agar kuota pupuk tidak berkurang seperti tahun 2020.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Banyak petani di Jember yang masih bergantung pada ketersediaan pupuk bersubsidi. Maklum saja, selisih harganya dengan pupuk nonsubsidi sangat jauh. Yakni, satu banding tiga. Seperti yang terjadi pada harga pupuk jenis urea. Tidak heran jika hingga kini petani tetap berjuang agar ketersediaan stok pupuk bersubsidi benar-benar mencukupi.

Namun sepertinya, harapan tinggal kenangan. Hingga pekan terakhir Agustus ini, kuota pupuk subsidi sudah menipis. Petani pun khawatir jika stok tersebut tidak mencukupi sampai akhir tahun 2020. Jika yang demikian terjadi, maka petani dihadapkan dengan pupuk nonsubsidi. “Pupuknya saat ini belum habis. Akan tetapi, petani sudah sulit mengaksesnya karena tersisa sedikit. Sementara, untuk membeli pupuk nonsubsidi harganya jauh,” kata Ketua HKTI Jember Jumantoro.

Menurut dia, harga pupuk urea subsidi per kuintalnya mencapai Rp 180-200 ribu. Sementara, pupuk nonsubsidi dengan jenis yang sama, harga per kuintalnya mencapai Rp 600 ribu. Hal inilah yang membuat berat para petani jika harus menggunakan pupuk nonsubsidi.

“Harganya Rp 180 ribu banding Rp 600 ribu. Kalau petani pakai yang Rp 600 ribu, akan banyak yang rugi, karena yang didampingi langsung oleh perusahaan-perusahaan hanya sedikit. Sementara, jumlah petani di Jember mencapai puluhan ribu,” ucapnya.

Jumantoro menyebut, permintaan petani secara umum hanya satu: pemenuhan ketersediaan stok pupuk bersubsidi. Sayangnya, yang terjadi di lapangan, banyak petani yang tidak mampu membeli pupuk nonsubsidi. “Ini akan berpengaruh pada hasil panen dan ketahanan pangan di Jember,” ulasnya.

Dikatakannya, petani bisa saja melakukan pembelian pada pupuk nonsubsidi. Akan tetapi, harganya dinilai terlalu tinggi. “Pupuk subsidi di Jember ini berkurang bukan karena pemerintah pusat, tetapi karena pendataan di tahun 2019 yang tidak selesai,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan, Mat Satuki menyebut, pupuk bersubsidi, khususnya urea, saat ini memang hanya tersisa sedikit. Guna mencegah kelangkaan di beberapa tempat, pihaknya melakukan realokasi pada kecamatan-kecamatan beberapa waktu lalu. “Pupuk subsidi jenis urea tersisa 5.151 ton,” katanya.

Kendati demikian, pemerintah terus melakukan upaya untuk mencari terobosan di tahun ini. Sementara, pada 2021 nanti, data petani akan maksimal dimasukkan ke dalam sistem daring dengan harapan agar kuota pupuk tidak berkurang seperti tahun 2020.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca