25.5 C
Jember
Saturday, 10 June 2023

Hama Tikus Serang Ratusan Hektare Sawah

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ibarat jatuh tertimpa tangga. Begitulah gambaran nasib petani saat ini. Tak hanya terdampak wabah korona, beberapa waklu lalu, tanaman padi menjelang panen juga diserbu hama wereng. Kini, saat memasuki masa tanam kembali, serangan hama tikus menyusul dan mengancam tanaman pangan tersebut. Setidaknya, terdapat ratusan hektare sawah di Jember selatan yang terkena hama tikus.

Serangan hama pengerat itu sempat membuat petani ketar-ketir. Hingga kemudian, mereka membasmi hama tikus secara bersama-sama. Aksi pemberantasan hama secara manual tersebut diabadikan oleh petani dan dibagikan hingga ke wartawan. Video berdurasi 28 detik dari Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jember tersebut menunjukan petani menghitung tikus sawah yang telah berhasil ditangkap. “Ini, Lur! Hasil tangkapan kelompok tani di Desa Klatakan,” begitulah suara dalam video pendek itu.

Ketua HKTI Jember Jumantoro, mengaku kaget setelah mendapat kabar dari anggota HKTI Tanggul bahwa hama tikus mulai menyerang. Menurutnya, serangan hama itu menjadi pukulan bagi petani. Karena beberapa waktu sebelum masa panen lalu, pertanian padi juga diserang hama wereng. “Saat musim panen kemarin hawa wereng menyerang. Sekarang musim tanam, tikus,” paparnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Hama tikus mulai menyerang setidaknya satu minggu kemarin. Rata-rata berada di daerah Jember selatan. Sementara untuk daerah Jember utara, hama yang terjadi pada musim tanam adalah keong mas. “Kalau keong bisa dipotong padinya dan ditanam lagi. Tapi kalau sudah tikus dan wereng adalah hama yang paling berbahaya untuk pertanian,” ucapnya.

Sebab, jika tak kunjung ada penanganan, maka petani bisa buntung alias gagal panen. Dia mengaku heran mengapa hama tikus itu mulai muncul pada musim tanam. “Biasanya itu saat padi telah menguning, baru ada tikus,” ujarnya. Dia pun berharap, pemerintah bisa menangani lebih awal jika ada hama wereng dan tikus. Sebab, jika penanganan dua hama ini sampai terlambat, sangat menyengsarahkan petani.

Dalam hitungan Jumantoro, lahan pertanian yang kena hama tikus setidaknya sudah ratusan hektare. Sebab, dalam satu kelompok tani yang gotong royong membasmi tikus di Desa Klatakan itu setidaknya ada 80 hektar sawah. Dalam membasmi hama tikus, petani melakukan sendiri tanpa bantuan dan dengan alat sederhana. Seperti cangkul untuk mengali dan memburu tikus ke lubang-lubang yang ada di pematang sawah.

Jumantoro menegaskan, terjadinya serangan hama yang mengancam produksi tanaman pangan tersebut memperparah keadaan karena sebelumnya petani juga terdampak wabah Covid-19. Dia mencontohkan, kebijakan penutupan pasar tradisional cukup merisaukan petani hortikultura dan sayur mayur karena mereka kesulitan menjual produksi mereka. “Petani sayur mulai kasihan juga,” tuturnya.

Sementara itu, Kelompok Riset (Keris) Agriecon Universitas Jember (Unej) Dr Luh Putu Suciati mengaku, menjadi petani di saat pandemi korona seperti ini memang sulit. Artinya mereka jangan sampai berhenti produksi. Mereka juga tidak bisa bekerja di rumah saja. “Petani dilarang sakit, petani harus sehat,” ucapnya.

Luh Putu menjabarkan, ada beberapa dampak disrupsi Covid-19 dengan inovasi pertanian. Disrupsinya akan ada lonjakan harga pangan akibat krisis pangan, kemiskinan, dan pengangguran. Sementara petani juga harus berinovasi dengan memproduksi kebutuhan pangan sehat untuk meningkatkan imunitas. Peluang bidang kerja baru lewat pemasaran digital. “Hingga inovasi yang perlu diterapkan, adalah pengurangan impor untuk peningkatan pangan lokal,” tandasnya.

Hanya saja, sejauh ini belum ada kebijakan afirmasi yang dikeluarkan pemerintah pusat hingga daerah dalam melindungi nasib petani. Kementrian Pertanian (Kementan), misalnya, justru memberi jargon agar petani tidak berhenti dan menggenjot produksi pertanian tanpa dukungan kebijakan yang pro terhadap mereka. Setali tiga uang, pemerintah daerah juga serupa, belum ada gebrakan yang mendorong produktivitas pertanian.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ibarat jatuh tertimpa tangga. Begitulah gambaran nasib petani saat ini. Tak hanya terdampak wabah korona, beberapa waklu lalu, tanaman padi menjelang panen juga diserbu hama wereng. Kini, saat memasuki masa tanam kembali, serangan hama tikus menyusul dan mengancam tanaman pangan tersebut. Setidaknya, terdapat ratusan hektare sawah di Jember selatan yang terkena hama tikus.

Serangan hama pengerat itu sempat membuat petani ketar-ketir. Hingga kemudian, mereka membasmi hama tikus secara bersama-sama. Aksi pemberantasan hama secara manual tersebut diabadikan oleh petani dan dibagikan hingga ke wartawan. Video berdurasi 28 detik dari Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jember tersebut menunjukan petani menghitung tikus sawah yang telah berhasil ditangkap. “Ini, Lur! Hasil tangkapan kelompok tani di Desa Klatakan,” begitulah suara dalam video pendek itu.

Ketua HKTI Jember Jumantoro, mengaku kaget setelah mendapat kabar dari anggota HKTI Tanggul bahwa hama tikus mulai menyerang. Menurutnya, serangan hama itu menjadi pukulan bagi petani. Karena beberapa waktu sebelum masa panen lalu, pertanian padi juga diserang hama wereng. “Saat musim panen kemarin hawa wereng menyerang. Sekarang musim tanam, tikus,” paparnya.

Hama tikus mulai menyerang setidaknya satu minggu kemarin. Rata-rata berada di daerah Jember selatan. Sementara untuk daerah Jember utara, hama yang terjadi pada musim tanam adalah keong mas. “Kalau keong bisa dipotong padinya dan ditanam lagi. Tapi kalau sudah tikus dan wereng adalah hama yang paling berbahaya untuk pertanian,” ucapnya.

Sebab, jika tak kunjung ada penanganan, maka petani bisa buntung alias gagal panen. Dia mengaku heran mengapa hama tikus itu mulai muncul pada musim tanam. “Biasanya itu saat padi telah menguning, baru ada tikus,” ujarnya. Dia pun berharap, pemerintah bisa menangani lebih awal jika ada hama wereng dan tikus. Sebab, jika penanganan dua hama ini sampai terlambat, sangat menyengsarahkan petani.

Dalam hitungan Jumantoro, lahan pertanian yang kena hama tikus setidaknya sudah ratusan hektare. Sebab, dalam satu kelompok tani yang gotong royong membasmi tikus di Desa Klatakan itu setidaknya ada 80 hektar sawah. Dalam membasmi hama tikus, petani melakukan sendiri tanpa bantuan dan dengan alat sederhana. Seperti cangkul untuk mengali dan memburu tikus ke lubang-lubang yang ada di pematang sawah.

Jumantoro menegaskan, terjadinya serangan hama yang mengancam produksi tanaman pangan tersebut memperparah keadaan karena sebelumnya petani juga terdampak wabah Covid-19. Dia mencontohkan, kebijakan penutupan pasar tradisional cukup merisaukan petani hortikultura dan sayur mayur karena mereka kesulitan menjual produksi mereka. “Petani sayur mulai kasihan juga,” tuturnya.

Sementara itu, Kelompok Riset (Keris) Agriecon Universitas Jember (Unej) Dr Luh Putu Suciati mengaku, menjadi petani di saat pandemi korona seperti ini memang sulit. Artinya mereka jangan sampai berhenti produksi. Mereka juga tidak bisa bekerja di rumah saja. “Petani dilarang sakit, petani harus sehat,” ucapnya.

Luh Putu menjabarkan, ada beberapa dampak disrupsi Covid-19 dengan inovasi pertanian. Disrupsinya akan ada lonjakan harga pangan akibat krisis pangan, kemiskinan, dan pengangguran. Sementara petani juga harus berinovasi dengan memproduksi kebutuhan pangan sehat untuk meningkatkan imunitas. Peluang bidang kerja baru lewat pemasaran digital. “Hingga inovasi yang perlu diterapkan, adalah pengurangan impor untuk peningkatan pangan lokal,” tandasnya.

Hanya saja, sejauh ini belum ada kebijakan afirmasi yang dikeluarkan pemerintah pusat hingga daerah dalam melindungi nasib petani. Kementrian Pertanian (Kementan), misalnya, justru memberi jargon agar petani tidak berhenti dan menggenjot produksi pertanian tanpa dukungan kebijakan yang pro terhadap mereka. Setali tiga uang, pemerintah daerah juga serupa, belum ada gebrakan yang mendorong produktivitas pertanian.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ibarat jatuh tertimpa tangga. Begitulah gambaran nasib petani saat ini. Tak hanya terdampak wabah korona, beberapa waklu lalu, tanaman padi menjelang panen juga diserbu hama wereng. Kini, saat memasuki masa tanam kembali, serangan hama tikus menyusul dan mengancam tanaman pangan tersebut. Setidaknya, terdapat ratusan hektare sawah di Jember selatan yang terkena hama tikus.

Serangan hama pengerat itu sempat membuat petani ketar-ketir. Hingga kemudian, mereka membasmi hama tikus secara bersama-sama. Aksi pemberantasan hama secara manual tersebut diabadikan oleh petani dan dibagikan hingga ke wartawan. Video berdurasi 28 detik dari Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Jember tersebut menunjukan petani menghitung tikus sawah yang telah berhasil ditangkap. “Ini, Lur! Hasil tangkapan kelompok tani di Desa Klatakan,” begitulah suara dalam video pendek itu.

Ketua HKTI Jember Jumantoro, mengaku kaget setelah mendapat kabar dari anggota HKTI Tanggul bahwa hama tikus mulai menyerang. Menurutnya, serangan hama itu menjadi pukulan bagi petani. Karena beberapa waktu sebelum masa panen lalu, pertanian padi juga diserang hama wereng. “Saat musim panen kemarin hawa wereng menyerang. Sekarang musim tanam, tikus,” paparnya.

Hama tikus mulai menyerang setidaknya satu minggu kemarin. Rata-rata berada di daerah Jember selatan. Sementara untuk daerah Jember utara, hama yang terjadi pada musim tanam adalah keong mas. “Kalau keong bisa dipotong padinya dan ditanam lagi. Tapi kalau sudah tikus dan wereng adalah hama yang paling berbahaya untuk pertanian,” ucapnya.

Sebab, jika tak kunjung ada penanganan, maka petani bisa buntung alias gagal panen. Dia mengaku heran mengapa hama tikus itu mulai muncul pada musim tanam. “Biasanya itu saat padi telah menguning, baru ada tikus,” ujarnya. Dia pun berharap, pemerintah bisa menangani lebih awal jika ada hama wereng dan tikus. Sebab, jika penanganan dua hama ini sampai terlambat, sangat menyengsarahkan petani.

Dalam hitungan Jumantoro, lahan pertanian yang kena hama tikus setidaknya sudah ratusan hektare. Sebab, dalam satu kelompok tani yang gotong royong membasmi tikus di Desa Klatakan itu setidaknya ada 80 hektar sawah. Dalam membasmi hama tikus, petani melakukan sendiri tanpa bantuan dan dengan alat sederhana. Seperti cangkul untuk mengali dan memburu tikus ke lubang-lubang yang ada di pematang sawah.

Jumantoro menegaskan, terjadinya serangan hama yang mengancam produksi tanaman pangan tersebut memperparah keadaan karena sebelumnya petani juga terdampak wabah Covid-19. Dia mencontohkan, kebijakan penutupan pasar tradisional cukup merisaukan petani hortikultura dan sayur mayur karena mereka kesulitan menjual produksi mereka. “Petani sayur mulai kasihan juga,” tuturnya.

Sementara itu, Kelompok Riset (Keris) Agriecon Universitas Jember (Unej) Dr Luh Putu Suciati mengaku, menjadi petani di saat pandemi korona seperti ini memang sulit. Artinya mereka jangan sampai berhenti produksi. Mereka juga tidak bisa bekerja di rumah saja. “Petani dilarang sakit, petani harus sehat,” ucapnya.

Luh Putu menjabarkan, ada beberapa dampak disrupsi Covid-19 dengan inovasi pertanian. Disrupsinya akan ada lonjakan harga pangan akibat krisis pangan, kemiskinan, dan pengangguran. Sementara petani juga harus berinovasi dengan memproduksi kebutuhan pangan sehat untuk meningkatkan imunitas. Peluang bidang kerja baru lewat pemasaran digital. “Hingga inovasi yang perlu diterapkan, adalah pengurangan impor untuk peningkatan pangan lokal,” tandasnya.

Hanya saja, sejauh ini belum ada kebijakan afirmasi yang dikeluarkan pemerintah pusat hingga daerah dalam melindungi nasib petani. Kementrian Pertanian (Kementan), misalnya, justru memberi jargon agar petani tidak berhenti dan menggenjot produksi pertanian tanpa dukungan kebijakan yang pro terhadap mereka. Setali tiga uang, pemerintah daerah juga serupa, belum ada gebrakan yang mendorong produktivitas pertanian.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca