28.2 C
Jember
Wednesday, 22 March 2023

Ketersediaan Guru Inklusi Belum Merata

Masih Banyak Terpusat di SLB Perkotaan

Mobile_AP_Rectangle 1

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan guru untuk siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di Jember ditengarai masih belum tersebar secara merata. Padahal, keberadaan mereka tak sekadar mengajar, namun mereka juga memiliki kompetensi khusus, sehingga mampu memahami bagaimana pengajaran yang ideal untuk siswa ABK.

Fakta tersebut seolah bertentangan dengan kondisi Jember yang sempat mendapat penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak. Memberikan pengajaran yang tepat kepada mereka dianggap sebagai bagian dari hak anak yang harus diberikan. Terlebih ketika masuk jenjang sekolah dasar (SD) sebagai pintu awal pendidikan seorang anak.

Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid SD) Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Sri Kantono membenarkan hal tersebut. Menurutnya, setiap sekolah di masing-masing kecamatan bisa menerima siswa inklusi, bahkan mewajibkannya. “Pesan dari bupati, jangan sampai sekolah menolak anak-anak inklusi,” ucapnya.

Mobile_AP_Rectangle 2

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan guru inklusi. Ketersediaan guru untuk siswa inklusi di SD itu, lanjut dia, diakui belum tersebar merata. Hampir semua lembaga yang khusus mengajar siswa inklusi berada di kota. Seperti di SLB Kaliwates, SLB Pakusari, dan SLB Patrang.

Meskipun tiap SD diwajibkan untuk menerima siswa inklusi, namun ia belum bisa memastikan bahwa SD di tiap desa memiliki guru. “Di Kecamatan Balung itu ada. Di tempat lain, sempat saya turun di SD Tanggul Wetan 4. Itu sempat ada gurunya yang jurusan PLB (pendidikan luar biasa, Red),” katanya.

Selama ini, dia mengaku beberapa kali mengimbau sekolah dasar agar memiliki guru yang kompeten mengajari siswa inklusi. Bahkan, pihaknya menyosialisasikan hal tersebut setiap ada agenda khusus SD dan pada kesempatan lainnya. “Kalau instruksi belum, cuma sudah ada imbauan untuk ada guru inklusi dan tidak menolak siswa inklusi yang hendak masuk,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SD Negeri 1 Wirolegi Anik Sulistyowati mengungkapkan, sekolahnya sempat memiliki beberapa siswa inklusif, namun tak didampingi guru inklusi. Di sekolahnya, ada sekitar 10 anak inkulsi yang rata-rata tersebar di kelas tiga dan kelas empat, serta kelas-kelas lain. “Alhamdulillah, kemarin ini, ada mahasiswa magang dari IKIP Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Mereka direncanakan akan mengajar ABK di sekolah ini,” paparnya.

Lain halnya dengan pengakuan dari Jariyatur Robiah, Kepala SLB B dan Autis Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang. Ia menegaskan, pendidikan siswa inklusi, ABK, difabel, ataupun siswa yang memiliki berbagai ketunaan, tidak bisa sembarang orang mengajarinya. Terlebih jika digabungkan dengan anak pada umumnya. Hal itu sangat rentan membuat mereka merasa terasing dan mengalami tekanan psikologis. “Guru untuk ABK itu harus khusus lulusan pendidikan luar biasa. Bahkan, idealnya satu siswa satu guru. Jadi, selain kesabaran, guru ABK juga harus memiliki keterampilan khusus. Karena bukan anak biasa yang mereka hadapi,” tandasnya.

- Advertisement -

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan guru untuk siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di Jember ditengarai masih belum tersebar secara merata. Padahal, keberadaan mereka tak sekadar mengajar, namun mereka juga memiliki kompetensi khusus, sehingga mampu memahami bagaimana pengajaran yang ideal untuk siswa ABK.

Fakta tersebut seolah bertentangan dengan kondisi Jember yang sempat mendapat penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak. Memberikan pengajaran yang tepat kepada mereka dianggap sebagai bagian dari hak anak yang harus diberikan. Terlebih ketika masuk jenjang sekolah dasar (SD) sebagai pintu awal pendidikan seorang anak.

Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid SD) Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Sri Kantono membenarkan hal tersebut. Menurutnya, setiap sekolah di masing-masing kecamatan bisa menerima siswa inklusi, bahkan mewajibkannya. “Pesan dari bupati, jangan sampai sekolah menolak anak-anak inklusi,” ucapnya.

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan guru inklusi. Ketersediaan guru untuk siswa inklusi di SD itu, lanjut dia, diakui belum tersebar merata. Hampir semua lembaga yang khusus mengajar siswa inklusi berada di kota. Seperti di SLB Kaliwates, SLB Pakusari, dan SLB Patrang.

Meskipun tiap SD diwajibkan untuk menerima siswa inklusi, namun ia belum bisa memastikan bahwa SD di tiap desa memiliki guru. “Di Kecamatan Balung itu ada. Di tempat lain, sempat saya turun di SD Tanggul Wetan 4. Itu sempat ada gurunya yang jurusan PLB (pendidikan luar biasa, Red),” katanya.

Selama ini, dia mengaku beberapa kali mengimbau sekolah dasar agar memiliki guru yang kompeten mengajari siswa inklusi. Bahkan, pihaknya menyosialisasikan hal tersebut setiap ada agenda khusus SD dan pada kesempatan lainnya. “Kalau instruksi belum, cuma sudah ada imbauan untuk ada guru inklusi dan tidak menolak siswa inklusi yang hendak masuk,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SD Negeri 1 Wirolegi Anik Sulistyowati mengungkapkan, sekolahnya sempat memiliki beberapa siswa inklusif, namun tak didampingi guru inklusi. Di sekolahnya, ada sekitar 10 anak inkulsi yang rata-rata tersebar di kelas tiga dan kelas empat, serta kelas-kelas lain. “Alhamdulillah, kemarin ini, ada mahasiswa magang dari IKIP Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Mereka direncanakan akan mengajar ABK di sekolah ini,” paparnya.

Lain halnya dengan pengakuan dari Jariyatur Robiah, Kepala SLB B dan Autis Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang. Ia menegaskan, pendidikan siswa inklusi, ABK, difabel, ataupun siswa yang memiliki berbagai ketunaan, tidak bisa sembarang orang mengajarinya. Terlebih jika digabungkan dengan anak pada umumnya. Hal itu sangat rentan membuat mereka merasa terasing dan mengalami tekanan psikologis. “Guru untuk ABK itu harus khusus lulusan pendidikan luar biasa. Bahkan, idealnya satu siswa satu guru. Jadi, selain kesabaran, guru ABK juga harus memiliki keterampilan khusus. Karena bukan anak biasa yang mereka hadapi,” tandasnya.

JEMBER, RADARJEMBER.ID – Ketersediaan guru untuk siswa inklusi atau anak berkebutuhan khusus (ABK) di Jember ditengarai masih belum tersebar secara merata. Padahal, keberadaan mereka tak sekadar mengajar, namun mereka juga memiliki kompetensi khusus, sehingga mampu memahami bagaimana pengajaran yang ideal untuk siswa ABK.

Fakta tersebut seolah bertentangan dengan kondisi Jember yang sempat mendapat penghargaan sebagai Kabupaten Layak Anak. Memberikan pengajaran yang tepat kepada mereka dianggap sebagai bagian dari hak anak yang harus diberikan. Terlebih ketika masuk jenjang sekolah dasar (SD) sebagai pintu awal pendidikan seorang anak.

Kepala Bidang Sekolah Dasar (Kabid SD) Dinas Pendidikan Kabupaten Jember Sri Kantono membenarkan hal tersebut. Menurutnya, setiap sekolah di masing-masing kecamatan bisa menerima siswa inklusi, bahkan mewajibkannya. “Pesan dari bupati, jangan sampai sekolah menolak anak-anak inklusi,” ucapnya.

Namun, hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan guru inklusi. Ketersediaan guru untuk siswa inklusi di SD itu, lanjut dia, diakui belum tersebar merata. Hampir semua lembaga yang khusus mengajar siswa inklusi berada di kota. Seperti di SLB Kaliwates, SLB Pakusari, dan SLB Patrang.

Meskipun tiap SD diwajibkan untuk menerima siswa inklusi, namun ia belum bisa memastikan bahwa SD di tiap desa memiliki guru. “Di Kecamatan Balung itu ada. Di tempat lain, sempat saya turun di SD Tanggul Wetan 4. Itu sempat ada gurunya yang jurusan PLB (pendidikan luar biasa, Red),” katanya.

Selama ini, dia mengaku beberapa kali mengimbau sekolah dasar agar memiliki guru yang kompeten mengajari siswa inklusi. Bahkan, pihaknya menyosialisasikan hal tersebut setiap ada agenda khusus SD dan pada kesempatan lainnya. “Kalau instruksi belum, cuma sudah ada imbauan untuk ada guru inklusi dan tidak menolak siswa inklusi yang hendak masuk,” jelasnya.

Sementara itu, Kepala SD Negeri 1 Wirolegi Anik Sulistyowati mengungkapkan, sekolahnya sempat memiliki beberapa siswa inklusif, namun tak didampingi guru inklusi. Di sekolahnya, ada sekitar 10 anak inkulsi yang rata-rata tersebar di kelas tiga dan kelas empat, serta kelas-kelas lain. “Alhamdulillah, kemarin ini, ada mahasiswa magang dari IKIP Jurusan Pendidikan Luar Biasa. Mereka direncanakan akan mengajar ABK di sekolah ini,” paparnya.

Lain halnya dengan pengakuan dari Jariyatur Robiah, Kepala SLB B dan Autis Kelurahan Bintoro, Kecamatan Patrang. Ia menegaskan, pendidikan siswa inklusi, ABK, difabel, ataupun siswa yang memiliki berbagai ketunaan, tidak bisa sembarang orang mengajarinya. Terlebih jika digabungkan dengan anak pada umumnya. Hal itu sangat rentan membuat mereka merasa terasing dan mengalami tekanan psikologis. “Guru untuk ABK itu harus khusus lulusan pendidikan luar biasa. Bahkan, idealnya satu siswa satu guru. Jadi, selain kesabaran, guru ABK juga harus memiliki keterampilan khusus. Karena bukan anak biasa yang mereka hadapi,” tandasnya.

BERITA TERKINI

Wajib Dibaca